Empat

12.2K 1.9K 295
                                    

Author POV

"Bunda."

Yang dipanggil menoleh, ia lalu tersenyum manis.

"Kenapa sayang? Mau minta dibikinin brownies lagi?"

Jennie membalas senyum dan menggeleng pelan. Kemudian ia mendekati bundanya yang sedang berdiri di dekat meja dapur.

"Aku mau curhat sama bunda." Ucapnya.

Perempuan cantik yang umurnya sudah memasuki kepala tiga itu pun lantas melepas celemeknya. Sekali lagi ia tersenyum ke arah Jennie. Bunda mengangguk, lalu membasuh kedua tangannya sebentar, karena baru saja sehabis memotong sayur-sayuran.

Setelah selesai, bunda mengajak Jennie untuk duduk pada bangku yang ada di pinggiran meja makan.

Sudah menjadi kebiasaan. Jika Jennie sedang ingin bercerita, maka bunda pasti akan dengan senang hati langsung mendengarkan anak gadisnya itu, di mana pun mereka berada.

"Jadi kenapa hm? Bunda perhatiin, kamu dari pulang sekolah tadi senyum-senyum sendiri terus loh." Bunda membuka suara.

Jennie menggigit bibir bawahnya. Sedikit malu dan masih takut. Karena jujur saja, ia belum ada sepatah katapun bercerita tentang ia yang menyukai Lisa.

Dan hari ini, entah mengapa Jennie tiba-tiba merasa sudah siap untuk mengatakannya.

Menarik lalu menghembuskan nafas perlahan. Ketika Jennie menatap kembali mata bunda, ia seketika langsung memeluknya.

Bunda sempat terkejut, namun tetap membalas pelukan kedua tangan Jennie.

Bunda mengusap bahu Jennie, anak bungsunya. Yang selama ini selalu menjadi anak paling disayang dan selalu paling dimanja jika dengan bunda.

"Cerita aja sayang, bunda dengerin." Ucap bunda lagi, dengan nada yang halus.

Jennie tidak menangis. Jennie malah sedang tersenyum samar di dalam pelukan bunda.

Rasa gugup dan senang itu terus bercampur aduk dalam hatinya. Apalagi jika setiap kali ia tidak sengaja teringat tentang kejadian di kelasnya tadi pagi.

Berakhir, Jennie melepaskan pelukannya dan menatap bunda.

"Bunda." Panggilnya lagi.

"Iya sayang?"

"Aku punya crush di sekolah."

"Wah? Kamu serius?" Bunda menaikan alisnya, menatap dengan diiringi sudut bibir yang masih melengkung tersenyum.

Jennie mengangguk tanpa ragu. Sekali lagi Jennie menghembuskan nafas, berusaha untuk menetralkan detak jantungnya yang terus berdetak tidak sesuai irama.

Kemudian, Jennie menatap bundanya lagi.

"Tapi bunda, dia perempuan." Jujurnya.

Tak ada raut wajah keterkejutan yang bunda tampilkan. Bunda justru mengangkat satu tangannya untuk mengelus helaian rambut Jennie yang sedang terurai.

Penuh rasa sayang, satu tangan bunda yang lain juga mengambil satu tangan Jennie untuk ia genggam.

"Gapapa, apapun keputusan kamu, bunda ikut bahagia untuk itu."

"Berarti boleh?"

Bunda mengangguk, masih tersenyum. Senyuman yang terlihat begitu menenangkan dan membuat perasaan Jennie berangsur merasa jauh lebih lega.

Lekas-lekas Jennie memeluk tubuh bunda lagi. Menumpahkan segala rasa bahagianya di sana.

Jennie tak dapat mengelak, alasan terbesar dirinya selalu merasa bahagia selama ini memang karena sesosok bunda yang selalu ada untuknya.

BODACIOUS - JENLISA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang