O2

0 1 0
                                    

"lu kenapa sih kayak anti banget sama cewek?" tanya nya dengan raut wajah kesal, padahal ia rasa seorang gadis yang dia tawarkan pada laki-laki di hadapan nya ini sudah sangat sesuai dengan selera nya.

laki-laki itu menggeleng pelan, "ribet. udah cukup nyokap gua." jawab nya. di mulut lelaki itu tersulut sebatang rokok.

"jadi gimana ‘kriteria’ yang lu mau?" tanya lain nya dengan wajah penasaran.

laki-laki bersabuk hitam di kepala nya itu terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab, "yang berani, pinter jaga diri, dan nggak takut mati."

kedua teman nya yang mendengar hal itu sontak membulatkan kedua matanya. mereka tahu seperti apa sosok laki-laki itu dan bagaimana seluk beluk hidup nya. tapi mengenai kriteria seorang gadis yang dia bilang.. mereka rasa itu cukup mustahil. bukankah hampir seluruh manusia di bumi pasti takut dengan kematian?

pandangan laki-laki itu menerawang jauh. pikiran nya melayang pada beberapa kejadian buruk yang pernah menimpa dia dan ibu nya. perlahan, kedua tangan nya di balik saku hoodie, terkepal.

00.00

Aby menatap jalan raya yang sangat padat di sebuah atap apartement. pikiran nya bercabang. kemudian ia sedikit tersentak saat sebuah tangan menyentuh bahu nya yang terbalut hoodie.

"Max?" panggil nya tanpa menoleh.

seseorang yang di panggil ‘Max’ itu terkekeh pelan. "kok tahu?" heran nya.

"aku hapal tekstur tangan kamu." jawab Aby seraya menoleh menatap nya.

"gimana hari pertama di Bandung?" tanya Max. di sela jari lelaki itu terdapat sebatang rokok yang masih utuh, lalu ia mengeluarkan pemantik nya.

"yea. that's so funny." singkat Aby ragu. Max mengerutkan kedua alis nya bingung, "funny? tapi ekspresi mu nggak menunjukkan hal itu."

dia menyesap rokok nya dengan diam. menikmati setiap detik yang ia hisap dari benda tersebut. memberikan ketenangan, memberikan nya sebuah kehidupan.

"kamu tahu, Aby? kenapa aku bersikeras minta sama Jex supaya bisa bawa kamu buat pindah kesini?" ucap Max.

Aby menggeleng, "kenapa?" tanya nya.

"karena di kota ini.. tempat dimana kehidupan kamu yang sebenarnya dimulai." Max berujar sambil menatap Aby dalam.

kedua alis gadis itu menyatu dengan sempurna.
"maksud nya?" tanya nya.

Max berbalik, menepuk bahu Aby dua kali sebelum berujar, "kehidupan kamu yang sebenarnya baru akan dimulai. jadi persiapkan diri mu, Abigail." dan berlalu pergi.

meninggalkan Aby dengan pikiran yang berkecamuk.

Maxwell Jackson. pria berusia 34 tahun yang bekerja dalam dunia gelap bawah tanah. pria itu mengangkat Aby menjadi anak asuh nya saat gadis itu baru berumur 12 tahun. kejadian tragis yang menimpa hidup gadis itu membuat Max emosi dan ber-obsesi menjadikan Abigail menjadi seseorang yang tangguh.

kehidupan Aby di-reset. dia yang awalnya bocah ingusan, pemalu, cengeng, dan manja, kini sudah berganti. Abigail dengan sejuta pesona nya menjadi pemberani, demi semesta dia tidak takut mati. apapun yang menyangkut gadis itu, Max penganggung jawab nya.

pria itu sudah bertekad akan membawa Aby pada keberhasilan. membuat keluarga gadis itu tersiksa, adalah salah satu tujuan nya. termasuk mempertemukan gadis itu dengan saudara kembar nya di Bandung. Rayon Kalandra Jobb. laki-laki pecandu narkoba yang rela keluar-masuk sel demi mengetahui keberadaan Aby.

00.00

"

"ngelamun aja lu, By." sapa Dammar, salah satu teman sekelas nya.

gadis itu tertawa pelan, "gua nggak ngelamun." elak nya.

"giwi nggik ngilimin." ejek Dammar dengan wajah nya yang menyebalkan.

Aby memutar bola matanya malas, "jamkos kan? kantin yuk?" ajak nya.

Dammar mengangguk semangat, lantas ia merangkul gadis itu keluar dari dalam kelas.

"Marsha sama Rachel kemana?" tanya lelaki itu.

"mereka ke perpus, nyari bahan buat praktek biologi besok." jawab Aby seraya mendengus, "anak rajin mah beda." lanjut nya yang hanya dibalas Dammar dengan kekehan singkat.

"mau apa?" tanya Dammar saat mereka sudah menduduki salah satu meja yang masih kosong. kantin tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa rombongan siswa dan siswi yang menempati salah satu meja.

"mie tumis dong, jangan pedes ya. sama jus jeruk!" ucap Aby. Dammar mengangguk dan melangkahkan kaki nya ke salah satu stand.

Dammar itu tinggi. bahu nya peluk-able. dia juga termasuk salah satu siswa pintar di sekolah ini. hanya saja, sikap nya yang kadang ketus dengan perempuan, membuat banyak orang segan dengan lelaki itu, kecuali laki-laki.

mata Aby berhenti disatu titik yang membuat salah satu sudut bibir nya tertarik sempurna. disana, di meja pojok kantin, ada Raffa dkk dan Tasya yang bergelanyut manja di lengan lelaki itu. terlihat Tasya yang terus memaksa Raffa untuk memakan makanan dalam tupperware yang gadis itu bawa, namun Raffa menolak keras.

"KALAU ORANG NGGAK MAU MAH NGGAK USAH DI PAKSA." suara Aby terdengar nyaring. wajah nya menatap Tasya dengan remeh.

Tama, Dewa, dan Raffa, mengalihkan atensi mereka pada sumber suara. Dewa cukup terkejut karena Aby sangat berani menginterupsi tindakan Tasya–yang selama ini tidak pernah di komentari satu orang pun. Tasya menggeram marah, menatap Aby penuh benci.

Dammar datang membawa sebuah nampan yang berisi beberapa makanan mereka. Aby menyambut nya dengan sukacita, membiarkan beberapa orang yang duduk di meja pojok kantin itu menatap nya sebal.

"gua ngerasa nggak asing sama muka nya." ucap Raffa tiba-tiba, mengundang tatapan tajam Tasya dan Tama. berbeda dengan Dewa yang masih asik memperhatikan Aby dari jauh.

"siapa?" tanya Dewa tanpa menoleh.

"tapi gua juga nggak tahu." lanjut Raffa yang sukses mendapat pukulan maut dari Tama.

brakk!

Tasya menggebrak meja dengan marah dan menuju meja Aby.

Aby yang sedang sibuk dengan mie tumis nya, menghela napas kasar, saat Tasya dengan tiba-tiba menarik rambut nya dari belakang.

"lu gila ya!" sentak Dammar sambil meremas tangan Tasya supaya terlepas dari rambut Aby.

"lu beneran gatel ya? semua cowok lu deketin!" ucap Tasya marah.

"lu nggak usah ikut campur urusan gua!"

saat tangan Tasya terlepas dari rambut nya, gantian Aby yang menarik rambut gadis itu kasar. Dammar mundur, memberikan Aby ruang sepenuh nya untuk menuntaskan masalah nya. lelaki itu kembali duduk anteng sambil menghabiskan bakso nya yang tinggal beberapa butir.

"impas." ejek Aby dengan tatapan remeh nya.

"lu bakal tahu akibatnya karena udah ngelawan gua." desis Tasya dan berlalu pergi.

secepat kilat Aby mengalihkan pandangan nya pada ketiga laki-laki yang duduk di pojok kantin–memperhatikan nya dengan tajam.

"URUS NOH PACAR LU! HOBI KOK JAMBAK." teriak Aby.

Dammar bangkit, merangkul bahu gadis itu dan membawanya keluar dari area kantin.

dari tempat duduk nya, Tama tersenyum kecil. kecil sekali hingga tidak ada yang mengetahui bahwa itu sebuah senyuman! kecuali Dewa yang juga menyeringai melihat respon Tama. Raffa berdecak, dan meninggkan kedua sahabat nya di kantin.

Retama.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang