"Ih, kesel banget sih gue! Pemeran utamanya lemah banget sih! Masa di senggol dikit aja udah nangis?! Tau ah kesel! Kesel! Kesel!"
Seorang gadis mungil tengah menggerutu kesal di atas ranjangnya, ia terus memaki dan menendang nendang udara dengan kesal. Tak lama kemudian ia melempar novel yang sedari tadi di genggamnya.
"Males banget gue ngebacanya, mending baca novel lain." Gumamnya berdiri kemudian berjalan kesudut kamarnya yang terdapat rak besar yang berisi banyak buku buku, yang tak lain novel koleksi dari gadis itu.
Ia mematut didepan rak itu, mengangkat lengannya dan mengambil asal salah satu novel yang berada di rak bagian tengah. Ia ingat, novel ini baru saja ia beli tadi siang bersamaan dengan novel menye menye yang baru saja dilemparnya.
Membaca sekilas deskripsi novel itu membuatnya sedikit tertarik.
"Gak buruk juga." Lirihnya berjalan kearah ranjangnya dan mulai berbaring lagi.
Tangannya bergerak membalik halaman, bibirnya bergerak gerak kecil membaca setiap deret kalimat tanpa suara, ia sangat fokus dan tak berpaling sedikitpun dari deretan huruf yang tersusun rapi di kertas putih itu.
"Ini baru bener, walaupun polos. Yang wajar wajar aja dong! Jangan polos polos bangsat yang ngalahin kebegoan Adek gue." Ujarnya tanpa sadar, ia membaca begitu serius.
Aliandra Revano Elgard, pemuda tampan dengan sejuta pesona yang mampu membuat para kaum hawa bertekuk lutut dalam sekejap jika dihadapkan dengan ketampanannya yang tidak manusiawi. Tapi sayang, sikap dingin dan acuhnya membuat para kaum hawa berfikir seribu kali untuk mendekatinya.
Pemuda tampan itu juga merupakan ketua geng dari Shinender, geng yang ditakuti seantero Jakarta. Shinender merupakan geng paling bringas di antara geng motor lainnya, mereka tak kenal takut. Bahkan polisi saja angkat tangan jika ada masalah yang bersangkutan dengan geng itu, mereka tidak ingin berurusan dengan geng itu, jika tidak ingin berurusan dengan keluarga Smith dan Elgard.
Siapa sih yang tidak mengenal kedua keluarga itu? Dua keluarga yang memiliki perusahan besar yang cabangnya sudah sampai ke manca negara. Terutama keluarga Smith, keluarga terkaya di negaranya. Tidak ada orang yang berani berurusan dengan keluarga itu jika ingin hidupnya aman. Kekayaan dan pengaruh kedua keluarga itu yang sangat besar di bidang hukum membuat banyak orang berlomba lomba untuk mencoba dekat dengan mereka.
Begitupun untuk saat ini, di pertemuan para pembinis pembinis besar begitu banyak yang mencoba mendekatkan Aliandra dengan para putri putri mereka.
"Ini Al? Anak kecil yang nangis dulu karena mainannya diambil sama Naya?" Wanita paruh baya yang terlihat modis di usianya yang memasuki kepala empat tersenyum ramah kepadanya dan kedua orang tuanya.
Linda, yang tak lain Mama dari Aliandra tersenyum paksa saat wanita paruh baya itu kembali mengeluarkan suara.
"Kamu masih kenal sama Naya? Anak Tante yang dulu main sama kamu itu?" Aliandra hanya diam saja, tak berniat menjawab pertanyaan wanita itu yang sudah jelas tujuannya kemana.
Karena tak mendapat tanggapan, wanita itu memutuskan memanggil anaknya yang segera datang dengan senyum malu malu. Ia mengangkat lengannya melambai kecil kearah pemuda itu yang hanya diam menatapnya datar.
"Hai Al." Sapaan pelan itu memenuhi gendang telinganya, tapi Aliandra hanya acuh.
Melihat hal itu, wanita paruh baya yang tak lain ibu dari Naya tak tinggal diam. "Lebih bagus kalau mereka berdua dulu untuk saling mengenal. Iyakan, jeng?"
Linda menatap wajah anaknya, kemudian ia menoleh kesamping, menatap penuh kepada Agra. Sang suami yang menampilkan seringai jahil di wajahnya.
"Oh, benarkah? Saya juga berfikir begitu." Ujar Agra menggandeng lengan sang istri, setelahnya ia menarik lengan istrinya mengikuti langkahnya. "Saya juga ingin menemui kolega saya yang lain. Papa tinggal dulu ya, son." Pamit Agra yang mendapat dengusan dari sang anak.
Wanita paruh baya itu juga pamit untuk menemui rekan bisnisnya yang lain, padahal mah aslinya ada udang dibalik bakwan.
Aliandra menatap datar gadis didepannya yang terlihat salah tingkah. Kemudian ia bedecih, meninggalkan gadis itu begitu saja.
Naya tak tinggal diam, ia hendak mengejar langkah Aliandra. Namun, saat mata tajam itu menyorot sangat menusuk kepadanya membuat ia mengurungkan niatnya.
Mata Aliandra menjelajah, menyorot setiap sisi ruangan yang dipenuhi oleh orang orang berpakaian formal. Tak lama matanya berhenti di satu titik, dimana Alga. Sahabat sekaligus teman sepergengngannya tengah di kerubuni wanita wanita paruh baya penjilat, yang ingin mendekatkan anak gadis mereka kepada cowok itu.
Sebenarnya Aliandra tidak ada bedanya juga dengan Alga. Ia juga sama repotnya dibuat orang orang penjilat itu. Tapi, karena tatapan tajamnya yang terus menghunus setiap orang yang mendekatinya. Banyak dari mereka yang tak berani lagi mendekat.
Maniknya bergulir, menatap empat sahabatnya yang lain. Keempat orang itu tampak antusias menanggapi para penjilat itu yang semakin gencar mendekati keempat sahabatnya.
Prang!
Seluruh atensi langsung mengarah kesatu titik, dimana seorang gadis cantik tengah terpaku menatap pelayan yang terduduk dibawahnya dengan pecahan piring yang berserakan di sekitarnya.
"Maaf, kamu gakpapa?" Suara lembut gadis itu menyapa gendang telinga mereka.
Tangan gadis itu terulur membantu pelayan itu berdiri. "Gakpapa, makasih." Ujar pelayan itu.
Setelahnya semua kembali ke kegiatan masing masing, kejadian yang tadi seperti tak pernah terjadi.
"Klise banget pertemuan pertamanya." Gumam gadis itu kembali fokus membaca.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu mengalihkan fokusnya, ia menatap pintu dengan dahi berkerut.
"Non Alesya."
Kerutan di dahinya seketika sirna setelah mendengar suara itu. Ia langsung bangkit dan membuka pintu kamarnya. "Ada apa, Bi?"
Wanita paruh baya itu terdiam, ia menatap nonanya yang sudah ia rawat sedari kecil. Maniknya tampak bergetar saat tangan keriputnya menyerahkan nampan berisi susu coklat serta cemilan itu kepada sang nona.
Gadis bernama Alesya itu tersenyum, ia menerima nampan itu dengan antusias. "Makasih, Bi! Sayang deh sama bibi." Pekiknya memeluk sang pembantu yang sudah dianggapnya sebagai keluarga menggunakan lengan kirinya, sementara lengan kanannya memegang nampan pemberian Bi Surti.
"Istirahat dengan baik ya, non." Ujar bi Surti bergetar.
Alesya mengerutkan keningnya kawhatir. "Bibi sakit? Kok mukanya pucet." Tanyanya menatap penuh perhatian kepada Bi Surti.
Bi Surti menggeleng, ia pamit turun kelantai satu untuk mengerjakan tugasnya yang lain, tanpa sepengetahuan gadis itu. Setetes air mata terjatuh membasahi pipi Bi Surti.
Alesya menutup pintu kamarnya kembali, ia berjalan menuju ranjang. Sekilas ia menatap judul novel yang tergeletak di atas ranjangnya. You is mine, ia baru membaca judul novel itu, padahal ia sudah membaca ceritanya hampir habis.
Menyeruput susu coklatnya, ia kembali mengambil novel itu. Melanjutkan kembali bacaannya yang sempat tertunda. Tapi, lima menit berlalu ia merasa sedikit aneh. Nafasnya terasa seperti tercekik, ia meletakkan asal novel itu. Memegangi dadanya yang sesak dan tenggorokan nya yang terasa perih.
"I-ini ke-kenapa?" Tanyanya susah payah mengeluarkan suaranya.
Pandangannya mengabur, ia merasa dunianya berputar. Hingga ia memaksakan untuk berdiri, dan berakhir terjerembab kelantai. Matanya tak sengaja menatap daun pintunya yang terbuka sedikit, melihat seseorang disana mengintip. Menatapnya dengan mata bergetar, tidak berniat membantunya sama sekali.
Ia sempat melirik kearah nampan yang berada di atas nakas, kemudian ia tersenyum miris. Sebelum semuanya benar benar gelap, dengan rasa sakit yang begitu mencekik di tenggorokan dan dadanya. Ia bergumam dalam hati.
Ternyata ini pilihan mereka.
⚔️
Jangan lupa tinggalkan jejak ya🤗
Bey Bey 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
[Transmigrasi] NEVNA
Teen Fiction"Dia yang ekhem ekhem, eh malah gue yang nanggung akibatnya." Bagaimana jadinya jika gadis yang biasa dimanjakan oleh keluarganya, apa apa serba dituruti.Tiba tiba bertransmigrasi ke tubuh tokoh dalam novel yang namanya bahkan gak pernah di sebutkan...