Kesepakatan

63 7 1
                                    

“Dalam skala berapa kita berhasil?” tanya Zaky untuk yang kesekian kalinya. Zaky dan Hanah kini berdiri gak jauh dari toko roti ibunya Hanah. Atau nama toko roti itu adalah Han Bakery.

“Gue gak tau Ky, usaha aja dulu!” emosi Hanah. Masalahnya dari tadi mereka maju mundur terus mau nyamperin ibu. Zaky cekuk duluan gara-gara kejadian kemarin siang. Ibu Hanah tegas banget, keliatan kayak ibu mertua yang disegani.

“Ini serius gue gak bawa apa-apa, masa tangan kosong sih Han?”

Hanah berdecak. “Lo bawa bingkisan termurah juga gak perlu. Yang ada Ibu ngerasa harga dirinya lo rendahin,”

“Loh kan gue gak maksud gitu! Itu tata krama Han, gue harus bawa tentengan ini,”

“Lo mau bicarain soal nikah ini sama Ibu gue gak sih?” geram Hanah karena Zaky kebanyakan abcd dari tadi.

“Ya mau!”

“Yaudah ayo!!!!!!” akhirnya setelah beberapa menit mereka cuma diam dari jauh, Hanah pun menarik Zaky untuk masuk ke dalam toko.

Han Bakery cuma toko roti kecil di pinggir jalan. Gak ada pegawai, cuma ibunya Hanah yang jaga bareng Sagas sepulang anak itu dari sekolah. Hanah juga suka bantu kalau ada waktu.

Kebetulan sekarang karena masih jam 10 pagi yang mana Sagas masih sekolah, jadi cuma ada ibunya Hanah di sini. Jujur Zaky keringet dingin, nentuin harus bersikap gimana nanti. Apalagi kemarin dia ditolak abis-abisan karena alasan menikahnya dengan Hanah terungkap.

“Kamu ngapain bawa dia ke sini?” pertanyaan dingin membuat sekujur tubuh Zaky bergidik mendengarnya.

“Ibu, tolong beri Zaky kesempatan jelasin ya?” pinta Hanah memelas. Zaky di sebelahnya memainkan kedua tangan gelisah.

“Jelasin apa lagi? Udah jelas kamu dibeli dia, Hanah!”

Jujur ucapan ibu mengikis hati Hanah. Tapi ibu gak salah, memang Hanah saja yang memilih jalan pintas ini. Habisnya mau gimana lagi, semua membutuhkan uang. Sekolah Sagas terancam berhenti jika mereka belum memegang uang untuk bayar hutang sekarang. Jadi satu-satunya cara adalah menikah dengan Zaky.

“Kamu jaga toko dulu,” ibu menarik tangan Hanah, membawanya ke belakang rak.

“Kamu ikut saya!” suruh ibu pada Zaky dengan tegas. Ibu masuk ke pintu di belakangnya, Hanah langsung dorong Zaky nyusul.

Hanah masih gelisah. Kalau ibu tetep nolak, mereka akan terus kesusahan mencari uang. Hanah masa bodo soal dirinya yang matre karena memang uang yang dibutuhkan keluarganya sekarang.

Hanah akan lakukan apapun demi keluarga.

Selang beberapa menit, Hanah melayani beberapa pelanggan. Akhirnya Zaky keluar bersama ibu dari pintu tadi. Hanah gak bisa tebak apa yang terjadi, entah ibu akhirnya menyetujui atau enggak.

“Jadi gimana?” tanya Hanah tanpa basa-basi. Zaky pindah ke sebelahnya, membisikkan sesuatu.

“Ibu lo setuju!” pekik Zaky girang dengan bisikan.

Ibu di depan mereka menghela napas. Melipat tangan depan dada. “Kamu jangan membebani Hanah ya!” ibu memperingati.

Hanah senyum, memeluk ibunya. “Makasih ya Bu. Aku lakuin ini juga demi kita, maaf buat Ibu kecewa. Aku janji akan bersikap baik sebagai anak bagi Ibu dan istri bagi Zaky,”

Zaky tertegun dengar pernyataan Hanah. Walaupun pernikahan mereka berdasarkan uang, Hanah bilang akan jadi istri yang baik. Cukup membuat hati Zaky tersentuh.

“Ibu tau kamu udah dewasa dan paham akan pilihan kamu. Jadi, Ibu harap kamu gak nyesel nanti,” balas ibu, lalu mereka melepas pelukan.

Setelah acara ngobrol mengobrol selama lima menit, Hanah dan Zaky segera pergi. Mereka harus segera mempersiapkan semua, karena semakin ditunda, maka semakin lama mereka dapat uangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐩𝐮𝐭 𝐚 𝐫𝐢𝐧𝐠 ⨾ junho, chowonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang