Apa jadinya jika tiba tiba SiZhui terkena kutukan bayi iblis dan Lan Wangji serta Wei WuXian yang bertanggung jawab menjadi orang tua Lan SiZhui?!
Gusu yang tadi tenang kini berubah menjadi gunung Merapi yang meletus! Penuh suasana yang belum pern...
"Lihat, lobak kecil Mama sekarang jadi kotor sekali. Apa yang harus kita lakukan, hm?" Wei Ying memandangi putra kecil mereka yang penuh tinta hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mereka sedang berjalan menuju Hanshi, setelah Lan Qiren menyerahkan bayi A-Yuan untuk digendong oleh Lan Wangji.
Ekspresi bayi kecil itu tampak puas. Ia berceloteh riang di pelukan Wangji, seolah memberitahukan bahwa dirinya telah menciptakan karya seni spektakuler. Karya itu, sayangnya, berupa noda tinta hitam yang berserakan di seluruh ruangan milik Lan Qiren. Tubuh kecil A-Yuan, lengkap dengan lengan gempalnya, juga tidak luput dari tinta.
"Emm..." Bayi A-Yuan menggelengkan kepala, lalu semakin meringkuk manja di pelukan ayahnya. Akibatnya, jubah putih Wangji berubah bercak-bercak hitam.
"Mandi," ujar Wangji singkat.
Wei Ying terkekeh, "Ya, tentu saja. Anak kecil kita ini harus mandi. Lihatlah tubuhnya, sudah tidak bisa dikenali lagi. Jubah putihnya pun berubah jadi hitam!" Wei Ying melirik Wangji. "Tapi... kau punya jubah bayi cadangan, kan?"
Wangji menggeleng. "Terakhir," jawabnya sambil menyerahkan satu-satunya jubah bayi yang berhasil ia temukan di lemari lama ibunya.
Wei Ying menatap jubah itu dengan geli. "Kita benar-benar harus membeli pakaian baru untuk A-Yuan. Kasihan lobak kecil kita ini!"
"Iya, kita akan belanja pakaian dan mainan baru untukmu," ujar Wei Ying lembut sambil mencubit hidung mungil A-Yuan.
"Ayo kita mandi dulu, Nak," Wei Ying berkata sambil menggendong A-Yuan menuju kamar mandi. "Mama tidak mau orang-orang menatapmu aneh nanti."
Di dalam kamar mandi, Wangji memandikan bayi mereka dengan sabar, meskipun tinta hitam juga sudah mengotori jubah putihnya. Wei Ying memilih berbaring santai sambil menunggu di kamar. Tawa kecil dan ocehan bayi terdengar menggema dari kamar mandi, membuat Wei Ying ingin ikut bergabung, tapi rasa malas mengganti pakaian menahannya.
Beberapa saat kemudian, Wangji muncul sambil menggendong bayi A-Yuan yang sudah bersih dan wangi. "Sudah selesai?" tanya Wei Ying sambil bangkit.
A-Yuan menepuk tangannya riang. "Dah andi, Ma!"
Wei Ying mencium leher dan pipi si kecil hingga terkikik geli. "Bagus, sekarang kau wangi. Sebagai hadiah, Mama kasih ciuman!"
Wangji hanya menatap Wei Ying dengan ekspresi datar tapi penuh perhatian. Wei Ying tertawa kecil dan memberikan kecupan lembut di pipi suaminya. "Tenang, suamiku juga dapat hadiah!" godanya.
Ketiganya melangkah keluar untuk pergi ke pasar. Wei Ying tampak penuh percaya diri, bahkan dengan santai memberikan ciuman angin kepada para gadis yang memandangnya terpesona. Di sisi lain, Wangji menjadi pusat perhatian para ibu-ibu dan wanita yang terpikat oleh aura dingin namun lembutnya. Sementara itu, bayi A-Yuan mencuri hati siapa saja yang melihat pipi bulatnya dan senyum manisnya.
Saat di pasar, seorang pedagang memanggil mereka. "Tuan, bayi Anda pasti butuh pakaian baru. Saya punya koleksi terbaik untuknya!"
Wei Ying langsung semangat memilih-milih pakaian untuk A-Yuan. "Yang ini lucu sekali! Bagaimana menurutmu, Lan Zhan?" tanya Wei Ying sambil memegang baju bayi dengan motif awan-awan kecil.
Wangji hanya mengangguk singkat. "Bagus."
"Kalau begitu, ambil semuanya!" Wei Ying menumpuk pakaian, sepatu, dan mainan, membuat pedagang tersenyum senang.
Sementara Wei Ying tenggelam dalam euforia belanja, Wangji dan A-Yuan menunggu di sebuah kedai. Si kecil tampak menikmati suasana pasar yang ramai, menunjuk-nunjuk pedagang sambil berceloteh riang.
"Kau puas berbelanja?" tanya Wangji saat Wei Ying kembali dengan beberapa kantong penuh pakaian dan mainan.
"Puas sekali!" Wei Ying tersenyum lebar. A- Yuan merengek meminta untuk digendong mamanya.
A-Yuan, yang sudah mengantuk, menguap kecil dan bersandar di dada Wei Ying. Wei Ying memeluk bayi mereka dengan lembut. "Ayo pulang, Nak. Sudah cukup belanja untuk hari ini."
Saat mereka kembali ke rumah, Wei Ying menyerahkan sebuah jubah berwarna biru pastel kepada Wangji. "Coba pakai ini."
Wangji menatapnya bingung. "Untuk apa?"
"Sudah, pakai saja. Jangan banyak tanya." Wei Ying mendorongnya ke ruang ganti.
Beberapa menit kemudian, Wangji keluar dengan jubah biru pastel. Wei Ying ternganga kagum. "Wah, Lan Zhan, kau tampak luar biasa! Warna ini membuatmu terlihat begitu lembut dan menawan."
Wajah Wangji memerah mendengar pujian itu. "Wei Ying..."
"Ah, lihat ini! Kalian tampak serasi!" Wei Ying menunjuk Wangji dan A-Yuan, yang kini mengenakan pakaian senada. Si kecil tampak menggemaskan dengan jubah biru bermotif awan dan sepatu berbentuk kelinci.
Mereka berjalan ke taman bersama, menarik perhatian semua orang yang melihat. Ayah dan anak yang menawan, dengan Wei Ying yang tidak kalah mempesona, menjadi pemandangan yang tak terlupakan.
"Karena kita sudah pakai jubah serasi begini, ayo kita buat lukisan potret keluarga," seru Wei Ying.Seseorang laki laki paruh baya datang dengan kanvas serta perapatan lukisnya, bersiap untuk melukis keluarga itu.
"Berpose, cheesee!"
Kisah keluarga kecil itu benar-benar membawa kebahagiaan bagi siapa saja yang melihatnya, yang diabadikan dalam sebuah lukisan hangat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.