Bab 6

967 153 24
                                    

Hari yang melelahkan. Kim Bum mengajar di empat kelas belum lagi ia harus menyempatkan diri untuk membimbing para mahasiswanya. Besok jadwal kerjanya tidak kalah dengan hari ini, ditambah sorenya dia harus menemui sang profesor untuk bimbingan disertasi. Beban pria ini boleh dibilang bertingkat-tingkat lebih berat dari para mahasiswanya tapi dia selalu bersikap tenang dan santai menghadapi setumpuk pekerjaan yang tidak manusiawi. Dia tidak ingin mengeluh karena itu sudah menjadi tanggung jawab dari jalan hidup yang dia pilih.

Setelah membersihkan diri dan bersiap istirahat, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia melihat sang pemanggil, tertera nama Minho. Tumben sekali orang itu menghubunginya malam-malam. Kim Bum sudah berburuk sangka duluan sebelum menjawab panggilan itu.

"Ada apa?" kata Kim Bum sambil duduk di kursi yang menghadap meja kerjanya.

Pria itu mengeluarkan beberapa buku dan lembaran yang seharusnya disimpan.

"Besok ada acara tidak?"

"Ada."

"Jam berapa?"

"Dari pagi sampai sore. Jadwalku penuh dan aku tidak bisa ikut denganmu."

"Bagaimana kau tahu aku mau mengajakmu jalan?"

"Kau tidak mungkin menghubungiku kalau tidak ada maunya."

Minho terkekeh, dia memang definisi sahabat laknat. Yang ada ketika mau senang-senang saja.

"Kau memang yang paling mengerti aku. Tapi tenang saja kali ini aku tidak akan merepotkanmu. Sebaliknya, aku mau mengajakmu senang-senang."

"Aku tidak suka dugem."

"Huh, tidak udah sok tahu Kim Sang Bum! Aku bukan mau mengajakmu dugem."

"Lantas apa?"

"Kau ikut saja pokoknya, besok ya jam tujuh aku akan mengirim alamatnya nanti."

Kim Bum tidak begitu mendengarkan perkataan Minho. Fokusnya tercuri oleh sebuah kertas bermap bening yang sampulnya bertuliskan judul penelitian Kim So Eun.

"Sudah dulu," kata Kim Bum berniat mengakhiri percakapannya dengan Minho.

"Pastikan besok kau harus datang, Bum!"

"Iya."

Plip!

Panggilan diakhiri, Kim Bum membuka lembar demi lembar proposal penelitian So Eun. Ia amati saksama setiap bagiannya dan seluruh kesalahan yang waktu itu Kim Bum temukan sudah selesai diperbaiki menjadi lebih baik.

Pria itu terdiam sesaat, mengingat kejadian tadi pagi saat So Eun hampir menangis di ruangannya. Pria itu sama sekali tidak tahu kalau So Eun sakit, bahkan sampai koma. Dia memang sempat mendengar kabar ada mahasiswa yang kecelakaan namun tak ia sangka bahwa mahasiswa itu adalah Kim So Eun.

Kim Bum sempat bertanya-tanya ketika sosok mahasiswa paling cerewet dan menyebalkan itu menghilang. Dia terlalu gengsi untuk menanyakan kabar gadis itu. Jadi boleh dibilang sikap kasarnya tadi pagi berasal dari ketidaktahuannya tentang kondisi So Eun. Kalau tahu sejak awal, mungkin Kim Bum akan bersikap lebih baik.

Pria itu mengeluarkan pulpen dari pouch hitam polos. Dia menandatangani proposal So Eun dan membubuhkan nilai A di sana. Bukan karena iba tapi isi proposal So Eun memang sudah bagus dan penelitiannya sangat menarik. Itu yang tidak pernah Kim Bum utarakan secara gamblang pada So Eun.
Topik yang dipilih So Eun sangat fresh dan baru, kalau penelitiannya berhasil itu bisa menjadi karya ilmiah yang sangat bermanfaat bagi banyak orang. Oleh karena itulah Kim Bum ingin So Eun menggarap penelitian ini dengan serius dan sebaik-baiknya.

Sudenly Became Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang