Bab 11

1K 154 45
                                    

Akhir pekan, Kim Bum libur dari segala aktivitasnya dan ada yang berbeda dari hari liburnya kali ini. Sekarang dia sedang ada di rumah orang tuanya. Sejak mendapat kabar bahwa Kim Bum masuk rumah sakit karena kelelahan, Ibu pria itu memaksa putranya untuk pulang ke rumah. Bahkan ibu Kim Bum sampai menghubungi Minho untuk mengantar putranya ke sana.

"Tidurmu nyenyak Minho?" tanya Ibu Kim Bum yang baru masuk ruang makan.

Di sana ada Kim Bum dan Minho yang sedang sarapan.

"Sangat nyenyak, Bi, sudah lama aku tidak tidur di rumah ini."

"Terima kasih ya, kamu sudah mau mengantar Kim Bum pulang. Dia kalau tidak dipaksa mana mau pulang ke sini, iya kan?"

Minho yang sedang mengunyah roti hanya mengangguk sambil menunjukkan tanda ok.

"Tidak masalah, Bi, kalau Kim Bum bertingkah biar aku yang turun tangan," kata Minho setelah semua makanan tertelan dengan sempurna.

"Kamu sebaiknya pulang ke sini saja, Bum, ibu khawatir tidak ada yang merawatmu kalau sakit seperti kemarin."

"Aku hanya kelelahan, Bu, bukan sakit serius. Dasar Minho saja yang berlebihan sampai harus menghubungi ibu."

"Aku kasihan padamu makanya aku hubungi Bibi biar kau ada yang memperhatikan. Suruh nikah aja Bi kalau dia tidak mau pulang ke sini," pancing Minho bisa saja membuka topik sensitif di telinga Kim Bum.

"Kalau ada jodohnya pasti sudah Bibi suruh dia nikah, Minho. Tapi kamu tahu sendiri Kim Bum seperti apa. Coba kenalkan beberapa perempuan padanya, Minho, siapa tahu ada yang cocok."

"Waduh, Bi, kalau masalah itu sih tidak usah diminta. Kerjaanku memang menjodohkan Kim Bum tapi sayang sampai saat ini belum ada yang berhasil. Dia lagi diincar bocah tengil, Bi."

"Bocah? Bocah siapa, Bum?"

Kim Bum menghentikan kegiatan makannya, "Bukan siapa-siapa, Bu, tidak usah mendengarkan Minho. Dia hanya asal bicara."

"Tidak Bi, aku serius. Bocah itu adalah mahasiswi bimbingan Kim Bum. Ngebet banget tuh anak sama anak Bibi."

Kim Bum menyikut lengan Minho sampai makanan yang hendak dimasukkan ke mulut terjatuh begitu saja. Ibu Kim Bum tak lanjut membahas topik itu karena sepertinya sang putra memang belum ingin menceritakan apa-apa padanya. Perempuan itu hanya tersenyum manis sambil menyuruh dua bujang dewasa itu melanjutkan sarapan mereka.

***

Sejak sadar bahwa dia sudah melakukan kegilaan yang memalukan kemarin sore, So Eun tak hentinya menyalahkan diri sendiri. Dia memukul-mukulkan kepalanya pada permukaan kasur. Belum cukup sampai di situ, dia bahkan nekat mengguyur kepalanya dengan air dingin agar pikirannya kembali segar.

"Dasar gila! Gila! Gila!" umpat anak itu yang sekarang sudah kembali ke kasurnya dengan rambut basah.

"Apa yang kamu lakukan Kim So Eun? Kenapa kamu sampai banting harga separah itu hanya demi pak Kim Bum?"

So Eun menatap langit-langit, warna putih yang semula ia tatap beranjak meremang dan berganti dengan wajah dingin Kim Bum. Gadis itu tersentak, ia bangun dan mendudukkan dirinya.

Plak!

"Argh! Sepertinya aku benar-benar sudah tidak waras gara-gara keyakinan konyol itu. Apa mungkin apa yang kualami waktu itu hanya mimpi belaka?"

Dia merenung cukup lama lantas memeluk lututnya.

"Kalau memang semua itu hanya mimpi dan aku tidak akan pernah menjadi istri pak Kim Bum bagaimana, ya? Mana aku sudah mengajaknya pacaran lebih dulu. Ditolak lagi, huaaa Kim So Eun, kamu memang menyebalkan!"

Sudenly Became Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang