Bab 8

956 155 16
                                    

Rasa senang So Eun karena mendapat nilai A belum sepenuhnya hilang dan dia sudah mendapat kejutan lain. Tidak ada angin tidak ada hujan, sang dosen menawarinya tumpangan dengan dalih sudah terlalu malam. Kim Bum merasa bertanggung jawab karena alasan So Eun pulang telat adalah dirinya. Padahal itu bukan masalah serius, So Eun sudah biasa pulang malam antara jam 09.00 sampai jam 10.00. Bus juga masih wara-wiri di jalan, kalau tidak ada ya tinggal naik taksi. Namun jika ditawari tumpangan gratis oleh sang dosen, ya masa iya So Eun harus menolak.

Beberapa kali So Eun melirik Kim Bum, ekspresi pria itu memang masih datar dan selalu datar. So Eun jadi semakin penasaran, tepatnya kapan mereka akan melakukan pendekatan sebagai pasangan kekasih. Seperti apa sikap Kim Bum saat awal berhubungan asmara dengannya. Apakah masih sekaku dan sedingin ini?

"Pak, ini Bapak mengantar saya tidak akan ada masalah apa-apa, kan?"

"Maksudmu?"

"Saya tidak mau ya Pak kalau nanti ada yang mengamuk gara-gara kursinya saya tempati," pancing So Eun.

Sebelum memutuskan untuk mendekati Kim Bum lebih dulu, dia harus memastikan status hubungan pria itu masih available untuk diperjuangkan.

"Kamu lupa perjanjian di awal? Jangan banyak tanya."

"Tadi Bapak bilangnya jangan banyak omong bukan banyak tanya," bantah So Eun merasa tidak melanggar janji apa pun.

"Bertanya itu sama dengan ngomong, kan?"

"Iya tapi beda, aku juga tidak ngomong banyak sejak masuk mobil Bapak. Baru satu pertanyaan."

"Sudah fix jomlo ini orang. Mana ada perempuan yang mau pacaran sama dia, kecuali aku sepertinya."

Kim Bum memilih untuk fokus menyetir lagi, mengabaikan seribu satu alasan yang mahasiswinya ungkapkan. Terserah dia mau meracau sampai kapan juga. Ponsel Kim Bum berdering, baru dia mau menjawab sebuah pekikan keras menghantam gendang telingnya. Kim Bum bahkan sampai menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Atensi So Eun tercuri, dia jadi penasaran pada sang penelepon.

"Aku tidak akan datang, maaf."

"Mana bisa begitu! Kau sudah janji untuk datang."

"Aku akan melanggar janji kalau begitu."

"Come on, Bum, jangan membuatku malu. Aku sudah bilang pada yang lain kalau kau akan datang. Mereka sedang menunggumu."

"Mereka siapa?"

"Teman-teman SMA kita, aku sedang di acara reuni."

"Hhh, aku tidak tertarik ikut acara seperti itu."

"Kau ini benar-benar, ya! Pendidik masa kelakuan dingin begini. Harus humanis, perbanyak interaksi sosial, kapan kau dapat jodoh kalau mengisolasi diri terus?"

"Ah, jadi itu alasanmu memaksaku ikut?"

"Iya tapi tidak sepenuhnya begitu. Aku hanya ingin kau bersenang-senang saja sebentar. Pesta di sini asyik, memangnya kau tidak pusing kerja terus?"

"Tidak."

"Demi Tuhan, aku akan terus menerormu malam ini sebelum kau datang ke sini."

Plip!

Kim Bum memutus panggilan sepihak. Tampak jelas jika dia terganggu dengan ancaman kawannya itu. Bukan apa-apa, Kim Bum prediksi gangguan yang akan dia dapat dari Minho bukan berlangsung satu malam ini saja. Tapi bisa sampai satu atau dua minggu depan. Kejadian serupa pernah terjadi beberapa waktu lalu. Saat itu Kim Bum menolak untuk datang ke pesta ulang tahun kekasih Minho. Dan selama satu minggu setelahnya, pria itu terus diganggu oleh Minho. Entah dia yang datang ke apartemen Kim Bum untuk mengomel atau mengirim spam chat hampir setiap jam. Sungguh mengganggu.

Sudenly Became Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang