Delapan

7 5 0
                                    

"Hei, dia datang cepat menyingkir! Jangan dekat-dekat dengannya kalau tidak mau ditimpa kesialan".

"Tanpa diberitahu pun aku tidak mau dekat-dekat dengannya".

"Kudengar dia punya saudara kembar".

"Darimana kau mengetahuinya?".

"Salah satu temanku yang mengatakannya".

"Lalu sekarang dimana saudara kembarnya itu?".

"Dari yang kudengar saudara kembarnya sudah lama meninggal, dan hal yang mengejutkan adalah ternyata dialah penyebab kematian saudara kembarnya itu".

"Apa itu benar?".

"Tentu saja, bahkan kematian orang tuanya 2 tahun yang lalu juga disebabkan olehnya".

"Memang dasar gadis pembawa sial".

Benar-benar hari yang buruk. Setelah tadi pagi aku terbangun karena mimpi itu sekarang aku harus mendengarkan segala pembicaraan buruk tentangku. Biasanya aku memang tidak begitu peduli tapi entah kenapa kali ini aku begitu kesal. Apa mungkin karena ada yang mengungkit tentang saudara kembarku? Seingatku hanya teman semasa SD ku saja yang tau tentang Alexa. Mungkin saja salah satu teman sekolahku saat SD dulu yang menyebarkannya, yah.... kuakui memang cukup banyak orang yang membenciku.

Aku tidak masalah kalau mereka bicara buruk tentangku. Yang mereka katakan juga tidak salah, aku memang gadis pembawa sial. Aku yang menyebabkan kematian Alexa. Jika bukan karena berusaha menyelamatkanku saat itu Alexa pasti masih hidup sekarang.

"Alicia~".

Datang juga akhirnya anak laki-laki cerewet satu ini. Hanya dia yang mau berbicara denganku setelah semua rumor buruk yang beredar.

"Kalau dipanggil jawab dong", ucapnya dengan raut cemberut yang dibuat-buat.

"Hm".

"Hanya itu saja? Dasar putri es".

Masih dengan raut cemberut, Calvin duduk di kursinya. Aku tau dia hanya bercanda, mana mungkin anak cerewet ini marah hanya karena diabaikan. Aku tau karena memang aku cukup sering mengabaikannya. Agak jahat memang, tapi aku bukan tipe orang yang banyak bicara sepertinya.
.
.
.
"Hei, aku tidak sengaja dengar dari mereka, kau punya saudara kembar?".

"Ya, aku punya", jawab Alicia singkat.

"Lalu dimana dia sekarang?".

"Sudah pergi".

"Pergi....?", Calvin terdiam sesaat lalu segera menyadarinya, "Maaf".

"Tidak apa".

Suasana terasa sedikit suram bagi Calvin. Karena tidak ingin terlalu lama berada di situasi suram ini Calvin mencoba mengalihkan topik pembicaraan sebelumnya.

"Ah! Aku baru ingat!", Calvin mengeluarkan sesuatu dari dalam tas sekolahnya, "Lihat ini!", ucapnya dengan senyum cerah seperti biasa sambil memegang sebuah kotak kecil berisi beberapa kue.

"Kue?".

"Iya! Aku sendiri yang buat, ini untukmu", Calvin menyerahkan kotak yang dipegangnya kepada Alicia.

"Untukku?", Alicia heran saat Calvin memberikan kue-kue itu padanya.

"Memangnya siapa lagi? Tapi maaf kalau rasanya tidak enak, asal kau tau saja aku baru belajar membuat kue, jadi bagaimanapun rasanya terima saja ya", Calvin sedikit tersenyum saat mengatakannya, walau tidak secerah biasanya tapi Alicia tau bahwa senyum itu tulus.
.
.
.
"Kenapa kau mau belajar membuat kue?", Alicia bertanya padaku setelah menatap kotak kue dariku sesaat.

"Hanya ingin saja", ucapku dengan tersenyum.

"Lalu kenapa kau memberikannya padaku?".

"Habisnya aku tidak tau harus memberikannya pada siapa", jawabku.

"Ya sudahlah, terserahmu saja", Alicia mengambil salah satu kue dari kotak itu lalu memakannya, "rasanya cukup enak".

"Terimakasih".

"Tapi agak terlalu manis".
.
.
.
"Lain kali aku akan mengurangi takaran gulanya, pelajaran akan segera dimulai sebaiknya simpan dulu kotak itu", Calvin melirik jam dinding yang ada di depan kelas lalu beralih ke kotak kue yang masih dipegang Alicia.

"Iya-iya, aku juga tau kok, tidak perlu kau ingatkan", Alicia menyimpan kotak kue pemberian Calvin di laci meja lalu mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas dan membacanya dengan tenang.

Satu hari yang biasa bagi Alicia, semua berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Ada hal baik ada juga beberapa hal buruk. Namun, setidaknya ia tidak sendiri sekarang. Ia yang dulu selalu kesepian kini sudah tidak lagi. Hari-hari buruknya menjadi sedikit lebih baik setelah kedatangan Calvin. Memang hanya sedikit yang berubah tapi ini lebih baik daripada sebelumnya saat aku selalu terjebak dalam kesendirian.
.
.
.
Dia memang berisik tapi karena dialah rasa sepi yang selalu bersamaku selama bertahun-tahun mulai menghilang. Awalnya aku sedikit risih karena dia yang tidak bisa diam tapi lama-kelamaan aku mulai terbiasa. Dan entah sejak kapan sepertinya aku mulai nyaman dengan adanya dia. Dia yang menghapus rasa sepiku dan membawa kembali warna-warna yang telah hilang sejak kepergian Alexa.

To be continue....

Gadis HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang