Sudah sebulan lebih sejak kedatangan Calvin. Tak banyak yang berubah dari keseharian Alicia. Hanya beberapa perubahan kecil seperti Alicia yang mulai bisa tersenyum lagi, Alicia yang mulai sering berbicara —hanya pada Calvin dan itupun hanya beberapa kalimat singkat— dan memulai percakapan lebih dulu.
....
"Alicia~", suara yang amat ia kenal menyapa pendengarannya. Alicia yang tengah duduk di kursi depan sebuah minimarket menoleh ke arah asal suara itu. Ia tau betul siapa pemilik suara tersebut, itu adalah teman sekelasnya yang bisa dibilang cukup cerewet, Calvin.
"Apa?", Alicia melirik paper bag yang dibawa oleh Calvin yang sedikit berlari ke arahnya, "Kue lagi?", tanyanya.
"Hehe", hanya kekehan kecil Alicia dapat sebagai jawaban.
"Ini sudah yang keberapa?".
"Apa?".
"Kue, sudah berapa kali kau memberiku kue?".
"Kurasa ini yang kedelapan kalinya", senyum kecil terbit di wajah manis Calvin.
"Hah.... sudah kubilang kan, jangan terlalu sering memberiku kue, aku tidak mau merepotkan orang lain".
"Aku hanya memberimu kue dua kali seminggu dan aku sama sekali tidak merasa direpotkan".
"Dua kali dalam seminggu itu sudah cukup sering dan lagi kau juga sering memberikan bekalmu padaku".
"Hee?? Aku kan hanya mau berbagi dengan temanku, memangnya tidak boleh?", Calvin menampakkan ekspresi cemberut di wajahnya.
"Hei, jangan pura-pura cemberut begitu!".
"Hehe", ekspresi cemberut yang ia tampakkan sebelumnya seketika hilang digantikan oleh senyum secerah matahari.
Senyum matahari Calvin sepertinya menular, Alicia ikut tersenyum walau hanya senyum tipis yang nyaris tidak terlihat.
"Terserahmu sajalah, hari ini apalagi?".
Senyuman masih terpampang jelas di wajah Calvin, "hari ini aku punya cookies coklat", ucapnya.
Alicia menerima paper bag yang disodorkan Calvin lalu menyimpannya di dalam tas.
"Kau mengajakku bertemu bukan hanya karena beberapa cookies coklat kan?".
"Hehe, tentu saja tidak, ini hari libur dan aku bosan dirumah".
"Jadi?".
"Temani aku ke taman!".
"Tidak mau".
"Hei, ayolah!".
"Tidak".
"Ayolah Alicia!".
"Sudah kubilang tidak mau!".
"Hei, ayolah Cia! Aku sangat bosan sekarang!".
.
.
.
Aku terdiam kala mendengar panggilan itu. Itu.... panggilan itu.... biasanya hanya Alexa yang memanggilku begitu. Tanpa kusadari air mataku turun dengan sendirinya.
Apa aku baru saja menangis?"Alicia! Alicia! Hei, kenapa kau menangis?".
"Aku tidak menangis, bodoh".
"Tidak, kau menangis! Kenapa? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah? Sepertinya tadi kau menggumamkan sesuatu, seperti.... sebuah nama".
Apa tanpa sadar aku menyebut nama Alexa? Entahlah, mungkin saja iya.
"Hei, jadi bagaimana? Temani aku ke taman ya, mau kan?".
Suara Calvin membuyarkan lamunanku, sepertinya anak ini akan terus berisik jika tidak dituruti, "Terserahmu".
Calvin tersenyum senang setelah jawabanku. Ia kemudian menarik tanganku dan membawaku pergi ke taman yang terlihat sepi. Tentu saja sepi karena taman tua ini sudah lama ditinggalkan. Hampir tidak pernah ada yang datang kesini.
Saat sampai disana kami menemukan sebuah kertas dan setangkai bunga Daisy diatas ayunan tua. Di kertas itu tertulis sebuah kalimat yang tidak terlalu panjang.
Kau datang lagi ya.
– ATulisan di kertas itu sangat mirip dengan tulisan tangan Alexa. Dan lagi bunga yang diletakkan bersama kertas itu, bunga favorit Alexa, bunga Daisy. Ini hanya kebetulan kan? Anggap saja begitu.
"Hei, Alicia! Kau melamun lagi! Sebenarnya apa sih yang kau pikirkan?".
"Tidak ada".
"Jangan menyimpan semuanya sendiri, kau bisa cerita padaku kalau mau".
"Terserah, bunga itu.... boleh untukku?", sebelum kusadari kalimat itu sudah terlontar dari mulutku.
Saat aku menyadarinya Calvin sudah menaruh bunga Daisy itu di tanganku. Dia tersenyum cerah seperti biasa. Kenapa sih anak ini begitu suka tersenyum?
"Ambil saja bunganya untukmu", ucapnya.
"Terimakasih".
"Kau suka bunga Daisy?".
"Tidak, tapi bunga ini mengingatkanku padanya", Calvin memasang wajah bingung setelah kalimatku barusan.
"Yasudahlah, ayo pulang saja sepertinya sebentar lagi akan hujan", aku mengangkat kepalaku, mengarahkan pandangan ke sekumpulan awan yang tampak gelap, sepertinya kami memang harus pulang sekarang atau kita berdua akan basah kuyup karena hujan nanti.
.
.
.
"Mau kuantar?", tanya Calvin pada Alicia yang masih memandangi langit mendung.Alicia melirik Calvin sejenak lalu kembali mengalihkan pandangannya ke sekumpulan awan gelap di langit. Ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Yakin tidak mau?".
Alicia menggelengkan kepalanya lagi, "Tidak".
Alicia berjalan lebih dulu meninggalkan Calvin yang masih diam di dekat ayunan tua. Beberapa saat kemudian Calvin berjalan ke arah yang berlawanan dari Alicia karena memang arah rumah mereka berbeda.
Saat dijalan Calvin membaca kembali kalimat singkat yang tertulis di kertas yang ia temukan saat di taman.
.
.
.
Kau datang lagi ya.
– AIni surat kedua yang kudapat. Ini hanya dugaanku saja tapi kurasa gadis itu yang menulisnya. Kenapa aku menebak seperti itu? Jawabannya karena isi surat pertama yang kudapat.
Terimakasih untuk payungnya.
– ABegitu isi surat pertama yang kudapat, dan lagi saat aku menemukan surat yang pertama payungku —yang kupinjamkan pada gadis itu— ada di sampingnya bersama setangkai bunga Daisy.
Tapi darimana gadis itu tau aku akan datang? Dan juga kenapa dia sangat misterius?
To be continue....
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Hujan
Short StoryGadis misterius yang kutemui di kala hujan dan seorang gadis pendiam yang membenci dan menyukai hujan disaat yang sama. Dua gadis berbeda yang sama-sama berhubungan dengan hujan seakan mereka adalah bagian dari hujan itu sendiri. Gak tau kenapa bisa...