Sudah hampir seminggu tidak turun hujan. Beberapa hari terakhir ini Calvin tampak cukup sering melamun di kelas. Alicia sedikit heran melihat Calvin yang sering melamun.
"Hei, sedang memikirkan apa?", tanya Alicia yang baru kembali dari kantin. Sejak pertemuan tidak sengaja mereka di taman sekolah hari itu Calvin dan Alicia mulai akrab, Alicia juga menjadi lebih sering berbicara kepada Calvin —hanya Calvin— tetapi tetap dingin pada yang lainnya.
"Hanya sedang memikirkan seseorang", jawab Calvin.
"Siapa?".
"Gadis hujan".
"Hah?".
"Aku tidak tau namanya tapi aku bertemu dengannya saat hujan, jadi aku memanggilnya gadis hujan".
"Oh, jadi dia yang membuatmu jadi sering melamun akhir-akhir ini?".
"Iya, sudah hampir seminggu aku tidak melihatnya".
"Dimana biasanya kau bertemu dengannya? Coba kau datangi tempat itu lagi nanti, mungkin saja dia ada disana".
"Entahlah, aku sendiri tidak yakin dia akan ada disana, hah.... kuharap hari ini turun hujan".
"Apa hubungannya hujan dengan gadis itu?".
"Tidak tau, tapi kurasa aku hanya bisa melihatnya saat sedang hujan", raut wajah Calvin sedikit murung.
"Kenapa begitu?".
"Kau bertanya padaku, lalu aku harus bertanya pada siapa?".
"Yah.... daripada murung begitu lebih baik kau makan saja", Alicia memberikan roti coklat yang dibelinya dari kantin.
"Terimakasih".
Seperti yang diharapkan Calvin, hari ini benar-benar turun hujan. Wajah murung Calvin sebelumnya langsung berubah menjadi cerah. Ia yakin kalau hari ini ia pasti bisa bertemu dengan gadis itu lagi.
Setelah bel pulang berbunyi Calvin buru-buru membereskan buku-bukunya lalu mengejar Alicia yang baru saja keluar dari kelas. Sebelum pulang Calvin berniat mengantar Alicia lebih dulu.
"Alicia!", panggilnya.
.
.
.
Aku menoleh saat mendengar seseorang memanggil namaku, ternyata itu Calvin. Yah.... akhir-akhir ini memang aku sering berbicara dengannya. Bisa dibilang dia itu satu-satunya temanku.Calvin sedikit berlari untuk menghampiriku. Ia berhenti tepat di depanku sambil memegang sebuah payung di tangannya. Payung berwarna merah, mengingatkanku akan sebuah kenangan buruk yang tidak pernah bisa kulupakan.
Nafasku sesak, kejadian itu terputar kembali di otakku. Rasanya bernafas jadi sulit sekali.
"Alicia!!", Calvin berteriak padaku, nadanya terdengar khawatir.
"H-hei, Alicia kau tidak apa-apa kan?!", Calvin bertanya padaku dengan berteriak.
"A-aku.... ba.... ik", sulit sekali bagiku untuk sekedar menjawab pertanyaan Calvin, "p-payung", aku menunjuk payung yang dipegang Calvin.
Calvin buru-buru menaruh payungnya ke dalam tas lalu menuntunku ke salah satu bangku kosong di depan kelas kami.
"Kau kenapa?".
"Aku baik-baik saja", jawabku setelah menetralkan nafasku yang tadi tak beraturan.
"Kau boleh bercerita kalau mau, aku akan mendengarkanmu".
"Maaf".
.
.
.
"Jangan minta maaf, ceritakanlah saat kau ingin, sekarang ayo pulang aku akan mengantarmu", Calvin berjalan beberapa langkah mendahului Alicia."Trauma", ucap Alicia lalu menyusul Calvin yang sudah berjalan duluan.
"Apa?".
"Ada sebuah kejadian yang membuatku trauma, dan sejak saat itu aku tidak pernah menyentuh payung....sampai sekarang, dan yang paling kubenci adalah payung merah, itu selalu membuatku sesak nafas setiap kali melihatnya dan aku membencinya".
"Maaf, aku tidak tau, setelah ini aku tidak akan membawa payung merah lagi".
"Bukan salahmu".
Calvin dan Alicia berjalan bersama di bawah hujan sambil sesekali berbicara. Calvin mengantar Alicia sampai ke rumahnya karena khawatir.
Setelah mengantar Alicia, Calvin langsung pulang ke rumahnya. Payung yang dibawanya tidak digunakan karena ia sudah terlanjur basah kuyup. Calvin berhenti sejenak saat melewati taman. Matanya menelusuri setiap sudut taman untuk mencari sesuatu.
Ada, dia ada disana. Gadis itu ada disana. Calvin segera menghampiri gadis yang sudah hampir seminggu tidak dilihatnya. Calvin ingin mencoba berbicara lagi padanya.
"Hei, aku tidak tau siapa kau dan kenapa kau ada disini tapi ambillah payung ini, kau bisa sakit nanti kalau terus hujan-hujanan seperti ini", Calvin mengambil payung merahnya dari dalam tas lalu menarik tangan kanan gadis itu dan menaruh payungnya disana. Gadis itu tidak mengatakan apapun, ia hanya menatap Calvin sejenak lalu menatap payung yang ada di tangannya.
"Baiklah, karena sudah sore aku pulang dulu, lain kali aku akan kesini mencarimu", ucap Calvin sebelum berbalik meninggalkan gadis itu.
"Datanglah saat hujan, aku selalu disini.... setidaknya sampai dia datang menemuiku, dan aku yakin kaulah yang akan membawanya menemuiku", gumam gadis itu setelah Calvin meninggalkan taman. Tatapannya yang biasanya kosong berubah menjadi sendu dan raut wajah datarnya kini dihiasi senyum yang amat tipis.
To be continue....
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Hujan
Short StoryGadis misterius yang kutemui di kala hujan dan seorang gadis pendiam yang membenci dan menyukai hujan disaat yang sama. Dua gadis berbeda yang sama-sama berhubungan dengan hujan seakan mereka adalah bagian dari hujan itu sendiri. Gak tau kenapa bisa...