Esok harinya Calvin sudah bisa masuk sekolah dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Saat jam istirahat ia duduk di meja pojok bersama Alicia. Ditengah-tengah acara makannya tiba-tiba Alicia teringat sesuatu.
"Hei", panggil Alicia.
"Ya?", Calvin menghentikan acara makannya lalu beralih menatap Alicia.
"Yang kau maksud gadis hujan waktu itu.... apakah dia.... seorang gadis bergaun putih yang duduk di ayunan taman tua saat hujan?".
"Darimana kau tau?".
"Yah.... kurasa aku melihatnya", jawab Alicia.
"Kapan?".
"Kemarin.... saat aku menuju ke rumahmu".
"Kurasa itu memang dia".
"Bukankah sedikit aneh kalau seseorang malah memilih duduk di ayunan tua dan bukannya berteduh saat hujan?".
"Kalau begitu kau juga sama anehnya, kau tidak pernah membawa payung padahal sudah tau akan hujan, dan beberapa hari yang lalu kau juga duduk di kursi taman saat hujan deras".
"Kurasa kau benar juga".
"Baiklah, kalau begitu cepat habiskan makananmu sebentar lagi bel masuk berbunyi", seru Calvin.
.
.
.
Jam pelajaran terakhir....Mendung, sepertinya hari ini akan turun hujan. Kalau benar-benar hujan hari ini mungkin aku harus pulang dengan menerobos hujan karena payung merah milikku sudah kuberikan ke gadis itu.
"Hei", seru Alicia.
"Eh, iya apa?", ucapku spontan karena sedikit terkejut, untung saja kelas kami sedang kosong hari ini.
"Kau melamun".
Teng....teng....teng....
Bel pulang berbunyi, padahal seingatku tadi aku baru saja masuk ke kelas. Selain itu, seingatku tadi belum turun hujan tapi sekarang sudah hujan deras. Apa aku melamun selama itu? Entahlah aku sendiri tidak tau.
"Ck, sampai kapan kau akan melamun seperti itu, kau tidak mau pulang?", seru Alicia.
"Oh, iya maaf sebentar aku akan membereskan buku-bukuku dulu", aku segera memasukkan semua bukuku kedalam tas.
Setelah selesai aku langsung beranjak pergi dari kelas. Alicia menungguku di dekat gerbang sekolah. Saat sampai di dekat gerbang apa yang kulihat adalah Alicia yang sedang berdiri di bawah hujan.
Aku berjalan mendekatinya dengan perlahan. Suara langkah kakiku tertutup oleh suara hujan. Saat benar-benar di belakangnya barulah aku memanggilnya.
"Hei", panggilku.
"Hm", hanya gumaman yang kudapat sebagai balasan.
"Mau main hujan?".
"Terserah".
"Hei, kenapa wajahmu datar begitu? Cobalah tersenyum sedikit!", aku mengulurkan kedua tanganku lalu menarik pelan pipi Alicia agar ia tersenyum.
"Nah, kalau begini kan cantik", ucapku lalu ikut tersenyum tanpa melepaskan tanganku dari pipinya, "Alicia harus banyak-banyak senyum", ucapku lagi.
.
.
.
"Cia jangan cemberut terus dong nanti cantiknya hilang, harus banyak-banyak senyum ya!".Sebuah kenangan terlintas di kepala Alicia begitu ia mendengar perkataan Calvin. "Alexa....", lirihnya tanpa sadar dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
"Eh? Apa? Aku tidak mendengarmu, coba katakan sekali lagi", Calvin sekilas mendengar Alicia mengatakan sesuatu namun ia tak bisa mendengarnya dengan jelas.
"Bukan apa-apa, sekarang bisa tolong lepaskan tanganmu dari wajahku?".
"Oh maaf aku lupa", Calvin menarik kembali tangannya, "tapi kau benar-benar harus banyak tersenyum tau", ucapnya lagi.
"Baik-baik akan kucoba tapi aku tidak berjanji".
"Hei, kau itu harus lebih banyak tersenyum! Walau aku tidak yakin kau ingat bagaimana cara tersenyum".
"Aku tau cara tersenyum".
"Kalau begitu tersenyumlah! Oh ya, kau belum menjawabku, mau Madiun hujan?".
"Kau tau kan aku benci hujan", ucap Alicia datar.
"Dan aku pernah berjanji akan membuatmu kembali menyukai hujan", Calvin langsung menarik tangan Alicia dan membawa gadis itu menuju taman sekolah.
"Hei, tersenyumlah! Aku heran denganmu, kau sering sekali berjalan dibawah hujan tapi kau malah membenci hujan", ujar Calvin begitu mereka sampai di taman sekolah.
"Aku punya alasan untuk itu".
"Ya aku tau, tapi biasanya kalau seseorang membenci sesuatu orang itu akan berusaha menghindarinya, tapi kau malah melakukan sebaliknya, itu berarti di dalam hatimu kau masih menyukai hujan tapi kau memaksa pikiranmu untuk membencinya", jelas Calvin panjang lebar.
"Astaga.... tanpa kusadari ternyata aku telah berbicara sebanyak itu", ujar Calvin begitu menyadari apa yang telah dia ucapkan.
"Ternyata ada anak laki-laki yang secerewet ini".
"Aku tidak cerewet, kau saja yang terlalu pendiam!".
"Baiklah terserahmu, sekarang kau mau apa?".
"Kenapa kau menanyakan itu? Tentu saja kita akan bermain hujan!".
"Kau sudah 16 tahun".
"Tidak peduli, aku hanya ingin bermain hujan, terserah kalau kau melihatku seperti anak kecil".
"Kalau kau anak kecil maka aku juga sama, kau menyeretku kesini untuk bermain hujan, ingat? Berarti kita sama".
"Alicia...."
"Apa?".
"Tak kusangka kau bisa berbicara sepanjang itu".
"Karena aku punya mulut".
"Ish, kau tidak asik!".
"Tapi nyatanya kau masih mau berteman denganku".
"Terserah, lebih baik kita pulang saja aku akan mengantarmu".
"Aku bisa pulang sendiri".
"Tidak peduli, pokoknya aku mau mengantarmu dan juga.... ayo kita berlomba! Siapa yang sampai duluan menang!", Calvin sedikit berteriak di akhir lalu mereka berdua sama-sama berlari.
"Yang kalah besok harus traktir yang menang di kantin sekolah", Seru Alicia sambil berlari.
"Baik, kuterima syaratmu!", Calvin semakin mempercepat larinya begitu juga dengan Alicia.
To be continue....
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Hujan
Short StoryGadis misterius yang kutemui di kala hujan dan seorang gadis pendiam yang membenci dan menyukai hujan disaat yang sama. Dua gadis berbeda yang sama-sama berhubungan dengan hujan seakan mereka adalah bagian dari hujan itu sendiri. Gak tau kenapa bisa...