5

20 9 80
                                    

"Re, makanannya keasinan, ya?" Tanya menatap Mire dengan penuh keraguan.

"E-enggak, kok!"

"Cih, udah ketauan, Re!"

Dengan kesal, Tanya mengambil piring yang di atasnya terdapat nasi goreng buatan dirinya. Namun, hal itu segera dicegat oleh Mire.

"Lo ngapain?" tanya Mire.

"Mau buang makanannya."

"Siapa yang suruh lo buat buang makanan itu?"

"Enggak ada."

Mire mengangguk dan kembali berseru, "Itu tau! Nya, ini makanan gue. Jangan asal buang, dong! Enggak sopan!"

"Lo mau tetep makan, Re? Walaupun lo tau rasanya enggak enak? Tapi kenapa? Lo makan ini karena kasihan sama gue, 'kan?" lirih Tanya.

Mire menggeleng, "Enggak! Gue makan ini karena menghargai perjuangan lo, Nya."

"Boong!"

"Terserah lo!" Mire menghentikan percakapan mereka sepihak. Gadis itu kembali fokus pada hidangan yang ada di depannya.

"Re, hidup mandiri itu ternyata susah juga, ya."

"Siapa bilang gampang?"

Tanya tersenyum lirih. "Iya, bener! Kata siapa gampang," gumamnya.

Suasana hening membawa keduanya masuk ke dalam pemikiran masing-masing, tapi itu semua tak bertahan lama dengan kehadiran saudara perempuan Tanya yang datang dengan wajah gusar serta penampilannya yang tak berbentuk.

Tanya tersentak. "Lo kenapa?"

"Ambil gue air!" pinta Eca.

Tanya mengangguk. Ia kemudian mengisyaratkan Mire menggunakan dagunya. Perempuan itu mengangguk, ia bergegas mengambilkan air dan memberinya pada Eca.

"Pelan-pelan, Kak," ucap Mire.

Dengan tak sabar, Eca meneguk minuman tersebut. "Gila! Dasar Lauren gila!" teriaknya.

Sepasang sahabat dihadapan Eca, melempar tatapan bingung. "Lo kenapa, sih? Tiba-tiba ngatain temen lo gila."

"Lo inget Zayyan, 'kan?"

Tanya mengangguk dan menjawab, "Tau, kenapa lo bahas dia la-"

Belum sempat ia melempar pertanyaannya, Eca sudah lebih dulu merespon, "Dia jadi temen sekelas gue lagi!"

Jawaban sang kakak membuat kedua perempuan di hadapannya membelalak. "Lo serius?"

"Buat apa gue boong?"

Tanya menggeleng tak percaya, "Gila! Terus hubungannya sama Lauren apa?"

"Dia nanyain hubungan gue sama Zayyan di kelas!" seruan Eca terjeda, ia meneguk kembali air miliknya dan berucap, "Padahal dia tau, masa lalu gue sama Zayyan, tuh, enggak baik."

Kali ini, Mire membuka suara dengan sebuah pertanyaan, "Kalo enggak salah, Lauren itu temen SMP lo 'kan, Kak?" Eca hanya mengangguk sebagai jawaban.

Kembali bersaut, pernyataan yang Mire ajukan membuat kedua kakak beradik itu berpikir. "Kayaknya, Lauren sengaja nanya, supaya anak-anak di kelas lo tau latar belakang hubungan lo sama Zayyan."

Dugaan tersebut dikuatkan dengan tanggapan yang diberikan dari sang Adik, "Bener, tuh! Apalagi hubungan kalian itu buruk. Lo sadar 'kan Lauren itu benci banget sama lo?"

Kini, ketiga perempuan itu kembali diselimuti keheningan. Sampai akhirnya notifikasi yang berasal dari ponsel Mire berbunyi membuyarkan lamunan gadis pemilik benda persegi panjang itu.

0813xxxxxxxx
Misi A udah berhasil gue tangani. Sekarang giliran lo untuk
membuat gue deket dengannya.

0813xxxxxxxx
Lo inget, 'kan? Konsekuensi apa yang akan lo terima, jika gue ga berhasil mendapatkan 'dia'?

Mire tau betul, siapa pemilik nomor tak bernama ini. Keringat dingin seketika mengalir dari pelipis gadis itu. Ia hampir lupa dengan 'pekerjaannya'.

Mire
Ya! Saya ingat.

Alih-alih meresponnya lebih jauh, Mire memilih untuk mengarahkan ponselnya ke mode daya mati. Retinanya kembali menatap kedua saudara yang masih larut dengan dunianya masing-masing.

Sekarang gue harus apa? Batinnya.

Tell Me about Us! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang