8

6 4 34
                                    

»»——⍟——««

"Katanya enggak bisa pulang," sindiran yang berasal dari Eca mendapat tatapan tajam dari Tanya.

Dari sofa, Eca milirik ke arah pintu yang terbuka sembari tangannya memegang mangkok putih berisi popcorn. Walau tidak ada siapa-siapa, tetapi suara mobil yang perlahan-lahan menghilang, membuat gadis itu sukses dibuat penasaran.

"Dianter siapa lo?" tanya si kakak penasaran.

"Orang!" jawab Tanya ketus.

Eca mendengkus. "Cih! Bilang aja dianter gebetan."

Ucapan gadis itu terjeda, kala ia memasukkan beberapa popcorn cokelat ke dalam mulutnya. Eca mengunyah sejenak, lalu kembali berucap, "Jadi, yang lo bilang tadi itu bohong?"

Kening Tanya mengkerut. "Yang mana?" katanya.

"Enggak ada ojol ataupun angkutan umum."

"Itu beneran."

"Ah, masa?!"

"Batu lo dibilangin!" pekik Tanya.

Mata Eca membelalak. Terkejut dengan nada Tanya yang meninggi. Sedetik kemudian, iris perempuan itu mengikuti langkah sang adik menuju bilik.

"Dih! Marah. Najis, baperan," gumam Eca disusul dengan bantingan pintu dari kamar saudarinya.

***

Tanya menatap bingung almamater biru di kasurnya. Gimana cara gue balikannya?

Udara dingin menusuk tubuh sang gadis membuat badannya tak berhenti menggigil.

Pria yang berada di sebelah perempuan itu melirik, dengan kedua tangan yang masih asik menyetir kendaraan beroda empat tersebut.

"Dingin?"

Pertanyaan itu berhasil mengalihkan pandangan Tanya. "E-eh? Iya, lumayan."

Mendengar hal itu, mobil mereka mulai menepi. Si pria membalikkan awaknya menuju kursi belakang, sambil fokus merogoh sesuatu di sana.

"Nih, pake."

Tanya terkejut. Pria yang baru dikenalinya ini memberikannya almamater sekolah yang tentu sama seperti gadis itu miliki. "I-ini gue pake?"

Dengan ketus, laki-laki itu menjawab, "Enggak!"

"Yah, jelaslah! Pake nanya lagi," lanjutnya.

Tanya tak kuasa menahan senyum ketika mendengar perkataan dari pria itu. Sesegera mungkin ia memasangkan almamater itu di pundaknya. Bau Citrus milik si pria perlahan memenuhi indra penciuman Tanya.

"Nama lo siapa?" ucapnya spontan.

Alis kanan Pria itu terangkat. "Ngapain lo nanya itu?"

"Hah?"

"Ngapain lo nanya itu?"

Tanya mengulum bibirnya. "E-enggak! Gue cuma penasaran aja, mas-"

"Ian." Biarpun ucapan Tanya terpotong, tapi jawaban yang Ian berikan mampu meredam rasa keingintahuannya.

"Gue Tanya!"

"Tanya? Nama lo unik juga,"

"Iya. Mama gue enggak jelas banget ngasih nama!" ujar Tanya kesal.

Ian terkekeh dibuatnya. "Mau seaneh apapun nama lo, tapi tetep aja lo enggak boleh kayak gitu! Masih untung dikasih nama Tanya, semisal Asep gimana?

"Jadi, syukurin ajalah. Toh, nama lo lucu juga, kok. Tanya."

Hanya gelak tawa Ian saja yang terdengar menganggap hal itu lucu. Namun, berbeda dengan Tanya. Jantung gadis ini berdegup kencang dibuatnya. Ada perasaan aneh yang bergejolak di dalam hati perempuan itu, tanpa tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.

"Ini rumah lo yang mana?"

Tanpa sadar, mobil hitam milik pria itu telah memasuki gerbang komplek. Tanya berusaha secepat mungkin untuk mengembalikan kesadarannya.

"Belok kanan, rumah keempat, pager hitam," jawabnya.

Tanya mengambil almamater milik Ian yang sekarang berada dengannya. Dengan menutup mata, perempuan itu mulai menikmati ketika wangi khas pria itu kembali tercium.

Cukup lama, sebelum kelopaknya kembali terbuka. Sayat matanya ikut merujuk pada pergelangan gadis itu yang mulai terangkat.

"Ini, 'kan?" tanya Ian memastikan. Tanya mengangguk antusias. "Iya, makasih banyak, ya." 

Sebelum keluar, Tanya tak lupa melepas almamater milik Ian dan memberikannya pada pria itu. Belum sempat Sang gadis menanggalkannya, tangan Ian lebih dulu mencegat aksinya. "Almetnya besok aja dibalikin. Sekolah kita sama, kan?"

Perempuan itu berkedip cepat. "Tapi enggak pa-pa?"

"Santai. Tuh! Udah gerimis juga di luar," tuturnya sembari memeriksa luar kaca mobil.

"O-oke! Makasih banyak, ya! Janji, besok almetnya gue balikin."

Ingin rasa Ian membuka suara, tapi Tanya terlebih dulu pergi masuk ke dalam rumah. Pria itu hanya menggeleng seraya bergumam, "Semoga, deh!".

"IH! Kayak orang cabul gue nyium-nyium baju orang!" Tanya melempar almet itu ke sembarang arah.

"Lagian kenapa gue bego banget, sih?! Enggak nanya dulu dia kelas berapa! Main asal keluar aja," umpatnya kesal.

Perempuan itu merebahkan dirinya ke atas ranjang empuk. Tatapannya mulai terisi dengan langit kamar yang serasi bersama lampu putih.

Semoga gue bisa balikin almetnya, deh! Ucapnya dalam hati.

»»——⍟——««

Tell Me about Us! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang