6

13 6 51
                                    

»»——⍟——««


"A-arjan!" panggil Eca ragu.

Pria yang tengah menggunakan seragam pramuka itu membalikkan badan. Dengan alis yang bertaut ia membalas, "Apa?"

Eca meneguk saliva. Dengan penuh keberanian, perempuan itu berteriak, "Gue suka sama lo!"

Suasana canggung di antara keduanya mulai terasa. Namun, detik kemudian terdengar suara tawa yang berasal dari pria tampan itu. Sambil memegangi perutnya Arzan berkata, "Apaan, sih, Ca! Jangan buat gue takut, deh!"

"Raut muka gue kayak bercanda, ya, Jan? Padahal gue serius, lho."

Bulu kuduk Arzan berdiri seketika. Dengan keringat yang mulai mengalir dari pelipisnya, muka pria itu saat ini tak bisa lagi dikondisikan. Akal sehatnya mendadak terhenti.

"H-hahaha, lucu lo, Ca," ucapnya mencairkan suasana. Jauh di lubuk hatinya, ia sedang berdoa berharap  kejadian yang sedang berlangsung merupakan gurauan semata.

Namun, harapan itu musnah ketika Eca dengan perlahan mendekati Arzan dengan paras wajah yang serius.

"Gue tau, Ja, lo sadar bahwa perkataan gue tadi bukan main-main."

Masih dalam posisi yang sama, Arzan dengan perlahan mulai menjernihkan pikirannya. "Sorry, Ca, tapi lo tau 'kan, kalo lo menyukai orang yang salah?"

"Maksud lo?" tanya Eca dengan kening yang

"Maksud gue, gue udah pacaran sama orang lain."

Eca tersenyum. "Apaan, sih! Gue tau lo jomblo, Jan!"

"Enggak, Ca. Gue udah jadian sama Lauren."

Tubuh perempuan itu membeku seketika. Arzan berpacaran dengan Lauren, sahabat nya sendiri? Tapi bukankah Lauren tau jika Eca menyukai Arzan sejak lama?

"S-sejak kapan?"

"Dua hari yang lalu."

Air wajah Arzan yang semula tenang menjadi panik tatkala ia melihat bulir bening jatuh dari pelupuk mata gadis yang berdiri di hadapannya ini.

Tiba-tiba, seseorang yang entah dari mana datangnya, menarik pergelangan tangan Eca menjauhi Arzan. Perempuan itu tersentak, tapi tubuhnya tak menunjukan gerak perlawanan sama sekali.

***

"Udah selesai nangisnya?"

Suara khas yang sangat Eca kenal membuatnya mendongak tak percaya. "LO?!"

"Apa?"

"Enggak, enggak mungkin!" Eca mencubit dirinya sendiri, memastikan bahwa semua ini tak nyata. Namun perilaku itu membuat Zayyan, orang yang menariknya tadi, menggeleng tak paham.

"Lo ngapain, sih?!" tutur Zayyan kesal.

"Aww .... Sakit ternyata."

"Bego, udah pasti sakit lah! Lo nyubitnya kenceng banget, tuh."

Perkataan itu menjadi penutup obrolan singkat di antara mereka. Di tengah indahnya senja, kedua insan itu mulai terdiam.

"Ca," panggilan lembut yang keluar dari mulut Zayyan membuat Eca berpaling menatap laki-laki di sampingnya ini.

"Hm?"

"Buat apa, sih, lo nangisin cowok kayak gitu? Lo suka sama dia?"

"Iya," jawab Eca seadanya. Cukup! Ia sudah lelah membohongi dirinya sendiri dengan berpura-pura tidak menyukai Arzan. Perasaan besar yang dimilikinya sudah tak bisa lagi ia sembunyikan.

"Sejak kapan?"

"Udah lama."

Zayyan mengangguk, tak lama kemudian ia kembali bersuara, "Inget, Ca! Kita ini masih SMP. Gue yakin, rasa suka lo ke Arzan hanya sebatas cinta monyet."

Eca hanya tertawa hambar. "Lo bener! Setelah gue pikir-pikir, ngapain juga gue nangisin cowok di umur segini? Buang buang waktu aja."

Perempuan itu mengusap wajahnya kasar. "Udah, ah. Gue balik dulu, ya! Jemputan gue pasti udah nyampe. Bye!"

Belum sempat Eca pergi meninggalkan tempat itu dengan sempurna, Zayyan segera meraih kembali tangan sang gadis.

"Ca, sabtu ini mau jalan bareng gue?" ajak  Zayyan dengan senyum merekah di wajahnya.

"Ca ...."

"Eca ...."

Panggilan Herin membuat lamunan Eca terhenti. Kepala gadis itu mulai mencari sumber suara. "E-eh, iya?"

"Biasa aja kali natap si Zayyan. Serius banget," canda Herin.

"G-gue natap dia biasa aja, kok," jawabnya kikuk.

Perempuan itu segera memalingkan pandangannya ke depan kelas. Namun sayang, kini Rebecca dan Zayyan kembali beradu pandang.

Eca terpaku. Refleks, ia segera menundukkan kepala. Alih-alih bersikap sama, Zayyan justru menarik kedua sudut bibirnya, membentuk senyuman. Perempuan yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya ini, selalu berhasil membuat Zayyan terhibur dengan tingkah lucunya. Ingin rasa Zayyan kembali mendekap Eca, seperti dahulu kala.

Namun, ia sadar semua keinginan itu tak akan pernah bisa digapai. Tindakan Zayyan sendiri yang membuat hubungan keduanya kian asing. Senyum tulus yang semula Zayyan berikan, perlahan terganti dengan raut wajah penuh penyesalan.

»»——⍟——««

Tell Me about Us! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang