Dua Puluh Empat ☁️ Naungan Kanvas

237 90 22
                                    

Candala benar. Akulah yang bodoh karena menyukainya.

Cerita singkat selama sebulan yang tenang dan kunikmati sepenuh hati: catatanku selesai tepat seperti yang diharapkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita singkat selama sebulan yang tenang dan kunikmati sepenuh hati: catatanku selesai tepat seperti yang diharapkan. Candala membantuku belajar di perpustakaan SMA sebelum pulang sekolah selama dua minggu. Setelah kejadian pengeluaran tiga siswa itu, Rachel tidak menampakkan batang hidungnya di depanku lagi. Dan yang paling penting, UKK-ku berjalan lancar dengan jawaban yang memuaskan.

Senin menyapaku dengan tangisnya lagi—tahun ini sering sekali turun hujan, seolah musim panas dilalapnya juga. Hari ini pembagian rapor kelas akselerasi, sekaligus pengumuman kenaikan kelas. Tak terasa kelas sebelasku sangat-sangat singkat. Seingatku kemarin Yoga dan antek-anteknya tawuran sama Jamal, sekarang kami hampir resmi jadi siswa akhir tahun.

Akhir September memang waktunya musim penghujan, tetapi aku benar-benar tidak menyangka akan ada badai kencang pagi-pagi buta. Seperti biasa, Ayah mengantarku ke sekolah sebelum berangkat kerja. Dari depan gerbang aku berlari ke koridor beratap demi menghindari serangan air, tetapi ternyata itu tidak mampu membuatku tetap kering. Seragam putih abu-abu milikku plus almamater biru hari Senin tak luput kena tempias hujan.

Sudah sebulan aku berhenti menulis di jurnalku—semua itu karena ulangan kenaikan kelas yang mengharuskanku punya nilai yang lebih dari semester kemarin. Alasan mengapa tiba-tiba aku teringat jurnal ini lagi ... karena kejadian tidak mengenakkan sejak istirahat pertama.

Sekolah Menengah Atas masuk seperti biasa. Ulangan anak akselarasi tidak menggangu jadwal kelas reguler, jadi tidak ada yang namanya libur tengah semester atau kenaikan kelas buat kami. Sejak jam pertama, tidak ada guru yang masuk ke kelas. Taufan mengambil alih untuk mengatur kondisi kelas sebagai ketua kelas tiga periode.

Jamal tak lagi susah diatur seperti dulu. Dirinya lebih kalem belakangan ini, terlepas dari tabiatnya yang suka genjreng-genjreng dan duduk di atas meja. Giam dan Abi seolah tertular virus baik sahabatnya. Yang tidak berubah hanya Candala dan Taufan. Mereka bersikap seolah tidak terjadi apa-apa belakangan ini

Aku sendiri berhenti membuka komisi dan menggambar. Sudah saatnya kurelakan hobiku yang bermanfaat bagi dompet ini untuk istirahat sejenak. Kelas akhir bukan kelas yang main-main, sebab mau tidak mau aku harus bisa masuk PTN jalur SNM Maret nanti. Nilaiku harus meningkatkan signifikan kalau mau tembus universitas yang bagus.

Suasana kelas yang awalnya kondusif, hancur begitu saja setelah Pak Faruq menendang pintu kelas sambil membawa setumpuk rapor kami di kedua tangannya. "Pagi, Anak-anak! Tumben adem di sini, biasanya panas kayak neraka."

"Bapak jangan suuzan, dong!" Jamal mengeluh tidak terima di tempatnya, melompat turun dari meja sambil memasukkan sedikit ujung bajunya yang keluar dari ikat pinggang. "Gini-gini kita berlima masih alim."

Pak Faruq membanting rapor kami di meja guru, lantas berkacak pinggang seraya mengembuskan napas keras. "Masyaallah. Bagus lah kalo gitu. Tapi nilai kalian nggak bagus."

CANDALA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang