Aku benci sekali dengan laki-laki yang ada di depanku ini.
Tak hanya benci, aku memiliki segudang perasaan negatif terhadapnya, dendam, amarah, kesedihan, yang paling mendominasi diriku saat ini adalah rasa takut yang begitu hebat terhadapnya.
Aku tak bisa berpikir jernih saat pertama kali mendapatinya sedang berdiri di depan pintu apartemenku, aku yang sebelumnya belum menyadari bahwa ia adalah laki-laki yang kuhindari selama ini hanya berjalan menuju pintu masuk apartemenku bersama kekasihku.
"Lio?"
Itu adalah kata pertama yang berhasil menyadarkanku bahwa ada kehadirannya disini, sontak aku yang tengah memeluk lengan kekasihku langsung melepaskannya dan berhenti di tempat.
"Kamu kenal dia?" tanya kekasihku penasaran.
Kenapa dia bisa ada disini? Apa.. Apa yang akan laki-laki itu lakukan setelah melihat aku memeluk laki-laki lain selain dirinya?
Tubuhku yang mulai bergetar berbalik membelakangi laki-laki itu, aku menghadap kekasihku sambil menarik nafas dalam-dalam untuk meredakan kepanikanku, "Bisa kamu pergi dulu?" bisikku kepada kekasihku.
"Kenapa? Dia siapa?" tanya kekasihku.
Aku menangkap tangannya lembut, "Please.."
Akhirnya setelah dibujuk, kekasihku pun pulang, menyisakan aku dan laki-laki yang menyender di pintu apartemenku sambil melipat lengannya, sudah berapa tahun kami tak bertemu? Aku tak ingat, aku terlalu menikmati waktu-waktu dimana tak ada lagi dia dalam kehidupanku.
Kupandangi ia dengan seksama, ia terlihat cukup berbeda dengan terakhir kali kami bertemu, penampilannya kini lebih berantakan, padahal aku tahu betul dia adalah tipe orang yang sangat rapi, ia juga terlihat lebih kurus dibanding saat terakhir kali kami bertemu.
"Kak Dipta.."
Akhirnya ia bergerak, menyeringai ke arahku, "Kamu masih ingat namaku?" tanyanya sarkas.
Benar, aku tidak salah lihat, dia memang benar-benar seorang Dipta. Pradipta dan segala kesinisannya, ciri khas yang sangat melekat dengan dirinya sejak dulu. Mana mungkin aku melupakannya, mana mungkin aku bisa melupakan orang yang sudah menghancurkan hidupku.
"Sini." ucapnya seraya merentangkan tangan kanannya.
Sejak dulu ia selalu begitu mengintimidasi, aku masih ingat betapa patuhnya dulu aku terhadapnya, ketika aku masih polos aku hanya akan datang ke arahnya dan dia akan memelukku erat di hadapan orang-orang.
Aku.. aku takut sekali padanya, sejak dulu hingga sekarang.
Aku melangkah ke arahnya dengan tubuh yang bergetar, ketakutanku masih nyata adanya, kukira setelah tahun terlewati aku sudah bisa mengatasi ketakutanku terhadapnya, tapi sama sekali tidak, justru bertambah parah karena aku tahu cepat atau lambat ia akan memberi pelajaran kepadaku karena telah berani meninggalkannya.
Hanya jarak beberapa langkah aku berhenti, "Darimana Kak Dipta tau alamat aku?" tanyaku pelan.
Ia terlihat gusar dengan pertanyaanku, sebelum aku menebak apa yang akan ia lakukan terhadapku, Dipta menarikku kasar ke dalam dekapannya, memelukku kencang hingga aku tak bisa bernafas, mendekapku erat seolah tak ada hari esok.
"Kamu berani banget ya udah ninggalin aku?"
"Kak.." aku memelas dan mulai terisak di pelukannya, berharap ia akan luluh dengan sikapku.
Dipta tertawa kecil, ia melonggarkan pelukannya, "Kamu tau kelemahanku banget ya?"
Ia menyeka air mataku lembut, menatapku penuh kasih sayang, "Aku pengen banget siksa kamu sekarang, aku pengen kamu ngerasain betapa sengsaranya aku waktu kamu ninggalin aku dulu."
Tubuhku semakin bergetar, air mataku semakin banyak, aku tahu betapa ia menikmati ini semua.
"Tapi kita bisa lakuin itu nanti. Sekarang, buka pintu apartemen kamu. Aku pengen tahu gimana hidup kamu sampai-sampai kamu berani ninggalin aku dan kehidupan kamu yang dulu."
Aku menuruti permintaannya, dengan tangan yang bergetar dan kesusahan aku membuka kunci pintu apartemenku dan mempersilahkannya masuk, Dipta masuk dan mengamati apartemenku lekat-lekat.
"Aku ga habis pikir kamu ninggalin aku demi kehidupan kaya gini."
Dipta hanya tak tahu, dia tak tahu betapa aku mendambakan kebebasan tanpa dirinya.
Akhirnya Dipta berbalik ke arahku, ia mendekatiku dan menggandeng tanganku menuju sebuah pintu yang merupakan kamarku, aku semakin ketakutan, mengapa ia membawaku kesana?
Dengan patuh aku mengikutinya, dengan setengah menyeretku, aku berhenti di tengah ruangan setelah ia mengunci pintu kamar, ia mulai membuka kancing kemejanya satu per satu.
Seperti rekaman masa laluku, aku hanya diam membeku di tengah ruangan dan tak mampu kemana-mana, aku dapat menebak dimana kami nanti akan berakhir, aku mulai terisak kembali, Dipta yang terlihat menikmati ini semua mendekatiku dan mendorongku ke ranjang.
Dipta sangat tahu betapa aku tak bisa melawan dirinya.
Aku takut, aku takut sekali kepadanya.
"Kak.."
"Ya?" Dipta ikut naik ke ranjang dan menindihku, ia mulai membuka kancing bajuku satu per satu, aku menahan tangannya pelan, "Kak, jangan kaya gini." ucapku pelan.
Seketika Dipta langsung menarik kemejaku kasar hingga kancingnya terlepas, aku semakin terisak ketakutan, ia menangkup wajahku kasar, "Terus kamu mau aku kaya gimana?! Kamu berharap aku bersikap lembut setelah kamu ninggalin aku?!" teriaknya marah.
"Kamu tahu betapa gilanya aku nyariin kamu selama ini?!" ucapnya seraya membuka baju kami tergesa-gesa.
Aku berusaha menahan lengannya, tapi Dipta semakin bersikap kasar, ia merobek pakaian dalamku hingga tak menyisakan kain apapun di tubuhku, aku hanya diam membeku, teringat akan masa laluku yang membuatku trauma berat hingga saat ini, rekaman ulang itu kembali memenuhi pikiranku, bayang-bayang ketika Dipta memerkosaku ketika aku masih remaja dulu membuat tubuhku bergetar hebat.
"Aku bakal bikin kamu sadar dimana posisi kamu seharusnya."
***
Haloo!!
Gimana kabar kalian?
Sorry ya hampir 4 bulan ga update, sibuk banget belakangan ini, ditambah stuck pula, ga ada ide ngelanjutin cerita The Cupboard, makanya aku lewat dulu dan bawa cerita baru, moga aja ga stuck kaya The Cupboard wkwkThanks udah baca, jangan lupa vote dan komentarnya, Ciao.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover of Mine
RomanceBaginya gadis itu adalah segalanya, dan ia akan melakukan apapun agar kekasihnya tetap tinggal di sisinya. DILARANG MELAKUKAN PLAGIARISME ❌❌