Sepanas apapun hubunganku dengan Radeva, aku tetap perempuan muda yang normal. Semenjak Radeva memberi fasilitas untukku merawat diri, semenjak itu pula banyak laki-laki seusiaku yang mendekati aku. Aku tidak menampik bahwa aku juga senang mendapatkan perhatian dari mereka, tetapi aku tetap menjaga batasanku dan bersikap seperti perempuan muda berusia 18 tahun, bermain, belajar, dan tentunya... berpacaran.
Awalnya aku merahasiakan fakta ini dari Radeva karena aku ingin menghindari konflik dengannya, akan rumit keadaannya jika Radeva marah padaku meskipun ia adalah orang yang paling sabar yang pernah kutemui dalam hidupku. Meskipun aku tak yakin apa Radeva akan marah padaku atau tidak, tetapi lebih baik jika aku berjaga-jaga. Namun belakangan ini, sepertinya Radeva tau jika aku memiliki kekasih. Beberapa kali ia memergokiku sedang berduaan dengan kekasihku saat Radeva menjemputku di sekolah, tetapi Radeva tampak tak peduli, ia bersikap seolah tak pernah terjadi apapun. Sepertinya ini pertanda bahwa Radeva tak peduli sama sekali jika aku berpacaran dengan temanku, ini adalah kabar yang bagus karena aku tak perlu menutupinya lagi dari Radeva.
"Kamu mau pulang bareng sama aku?"
Aku menggigit bibir bawahku, memandangi kekasihku Aksa tengah menatapku memohon, beberapa detik berpikir akhirnya aku mengangguk, aku yakin Radeva tak akan mempermasalahkan hal ini.
Aksa tersenyum menyambut jawabanku, senyumnya manis dan membuat jantungku berdegup kencang. Saat ini adalah masa dimana aku benar-benar sangat menyukai Aksa, ia benar-benar pemuda idamanku, laki-laki berprestasi yang baik dan juga rupawan. Ia adalah tipikal good boy yang selalu memperlakukan orang yang disayangnya dengan sangat-sangat baik, dan aku percaya Aksa sangat menyayangiku dilihat dari sikapnya kepadaku.
"Tunggu disini ya, aku mau ke parkiran dulu."
Aku mengangguk, setelahnya ia berjalan menjauhiku, tak lagi aku menatapnya karena kini mataku sudah fokus ke ponselku, kubuka salah satu aplikasi pesan di ponselku yang dikhususkan untuk satu kontak saja yaitu Radeva, aku sudah memisahkan nomorku seperti aku memisahkan hidupku menjadi dua bagian, sebagai simpanan Radeva, dan juga sebagai perempuan berusia 18 tahun.
Jangan jemput aku, aku mau pulang sama temanku.
Hanya butuh beberapa menit untuk Radeva membaca pesanku, aku sempat melihat tulisan mengetik di kontaknya, tetapi kemudian menghilang, hingga Aksa datang membawa sepedanya dan berdiri di hadapanku, Radeva tak kunjung membalas pesanku, ia hanya membacanya saja, sama sekali tak seperti Radeva yang biasanya selalu fast respond dan expressive.
"Ayo."
Aku tersenyum lebar dan mengangguk lalu berjalan mendekatinya dan duduk miring di kursi boncengan di belakang Aksa.
"Pegangan."
Sontak aku memegang pinggang Aksa pelan, berjaga-jaga juga agar aku tidak terjatuh, sekolah kami tidak jauh dari tempat tinggalku, begitu juga dari tempat tinggal Aksa. Jalanan yang kami lewati sangat besar tetapi hanya sedikit mobil yang lewat melintas, tak ada yang berbincang diantara kami berdua, sepanjang jalan aku tak bisa menahan senyumku, jantungku terus saja bertalu, sore itu kami menghabiskan waktu berdua di sepeda ini, semilir angin juga tidak terlalu kencang serta pohon-pohon besar menghalangi kami dari panas matahari yang berlebihan.
Aku senang, senang sekali.
***
Rupanya Radeva sedang menungguku, ia berdiri di depan pagar dengan pakaiannya yang rapi sambil melipat lengannya, sepertinya ia sudah bersiap hendak menjemputku sebelum aku mengirimnya pesan.
Aksa menghentikan sepedanya di dekat Radeva, tak ingin berada di situasi seperti ini aku buru-buru turun dan menghadap Aksa, raut wajahnya terlihat kebingungan mendapati Radeva, apakah ia mengenal Radeva? Kemungkinan itu bisa saja terjadi mengingat seringnya Radeva tampil di televisi, baru ia akan membuka mulut, tetapi dengan cepat aku menyelanya, tebakanku ia akan bertanya siapa dan mengapa Radeva berdiri di depan rumah ini.
"Makasih ya," ucapku cepat, "Aku masuk dulu."
Aksa mengangguk dan tersenyum, ia terlihat seperti akan berbicara tetapi aku langsung berbalik dan masuk, meninggalkan Radeva dan Aksa di luar pagar.
Buru-buru aku masuk ke rumah dan berjalan cepat ke kamarku, kulempar tas hitamku ke ranjang dan merebahkan diri kasur, hari ini sangat melelahkan karena kegiatan sekolah hari ini begitu padat, tetapi aku menyukainya, menjalani hari dengan baik dan sungguh-sungguh di sekolah membuat perasaanku yang seringkali menganggap diri ini tidak berharga menjadi lebih baik, lebih hidup, dan lebih bermakna.
Tak lama Radeva masuk, aku menoleh ke pintu, tak ada senyuman di wajahnya seperti biasa, aku juga tak mempermasalahkannya, kulihat ia mengenakan celana panjang cokelat dan kemeja putih yang digulung hingga ke siku, ia mengunci pintu dan berjalan ke arahku.
Aku bangun dari tidurku dan menunggu Radeva mendekatiku, "Aku lapar." ucapku pelan.
Seketika senyuman manis terbit di wajah Radeva, ia duduk di tepi ranjang, "Kita pesan antar aja ya?"
Aku menggeleng dan memeluk tubuh Radeva manja, "Pengen masakan kamu."
Radeva ikut memeluk tubuhku, aku menengadah untuk melihat wajahnya dari bawah sini, Radeva menatapku lembut, untuk beberapa detik kami saling bertatapan, hingga kemudian Radeva memagut bibirku perlahan, aku memejamkan mataku dan melingkarkan tanganku di lehernya, membalas ciuman Radeva karena ini yang biasa kulakukan ketika ia menciumku. Ketika awal-awal aku melakukan ini dengannya tubuhku menjadi kaku dan ada rasa takut karena ini sangat awam bagiku, tetapi Radeva mengajarkanku bagaimana cara merespon ciumannya. Lama kelamaan ciuman kami semakin dalam, aku memasrahkan tubuhku di dekapan Radeva, tak lama ia turun ke leherku, mengecup dan menggigit pelan disana, jantungku berdegup cepat tatkala tangan Radeva meremas pinggangku, aku menatapnya sayu, aku ingin Radeva memperlakukanku lebih.
***
Jika saat ini Naomi tahu isi pikiranku, mungkin ia akan lari terbirit-birit. Ia tak tahu betapa inginnya aku menghabisi kekasih barunya kali ini. Ini sudah yang kesebelas kalinya Naomi berganti kekasih semenjak awal kami memulai hubungan ini, aku tidak bodoh untuk mengetahui kapan Naomi berkencan dan siapa saja pria yang menjadi kekasih Naomi, semuanya terlihat jelas, terlalu jelas meskipun Naomi berusaha menutupinya mati-matian.
Ingin sekali aku membalas semua perlakuan Naomi kepadaku, aku ingin melakukan banyak kejahatan hingga membuatnya kapok dan tak berani bermain api di belakangku, aku ingin membuatnya memohon kepadaku dan menjanjikan kesetiannya hanya padaku, tetapi saat teringat perjanjian awal kami, aku tahu aku semakin serakah terhadapnya.
Aku ingin menguasai Naomi seutuhnya, tak hanya tubuhnya, tetapi juga perasaannya, waktunya, hatinya, pikirannya, jiwanya, semuanya, seluruh hidupnya. Aku ingin menggenggam erat Naomi ditanganku hingga ia hancur dan hanya bergantung padaku, aku ingin menjadikan diriku sebagai pusat hidup Naomi sama seperti ia yang kini telah menjadi pusat hidupku.
Namun apa yang bisa lakukan? Aku benar-benar tak berdaya untuk mewujudkan semua impianku itu, aku tak mau Naomi membenciku, apalagi kami terikat perjanjian itu, seharusnya aku tak menyetujuinya diawal.
Rahasiakan dari siapapun, dan tak saling mencampuri urusan masing-masing.
Sepertinya aku hanya harus puas dengan percintaan kami di atas ranjang saja. Karena hanya disana kami kehilangan akal sehat kami dan melakukan segala cara untuk meraih kenikmatan. Lihatlah Naomi yang kini berada diatas tubuhku, begitu cantik dan luar biasa indah. Rambut hitam panjangnya tergerai indah, tubuhnya dipenuhi keringat akibat percintaan kami yang tak kunjung selesai, bergerak naik turun untuk mencari kenikmatannya sendiri, yang paling menyenangkan dari semuanya adalah bagaimana Naomi menikmati semua dosa ini, aku tak kuasa melihat wajahnya yang penuh dengan air mata, tentunya bukan kesedihan, ia menangis karena ini terlalu nikmat, bibirnya yang terbuka berusaha mengais nafas sekaligus desahan berisik yang tak mampu ia tahan.
Aku benar-benar gila karenanya.
Ketika ia menjerit dan menjatuhkan tubuhnya diatasku, aku mengusap punggungnya pelan, dengan cepat kubalik posisi kami hingga kini aku yang berada diatasnya, tersenyum manis kearah Naomi yang kini nafasnya masih tersengal, "Giliran aku."
Rasanya telingaku pekak mendengar desahan, jeritan, rengekan, juga tangisan Naomi yang sangat berisik sepanjang malam. Tapi aku tak menyangkal bahwa aku menyukainya, sangat menyukainya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover of Mine
RomanceBaginya gadis itu adalah segalanya, dan ia akan melakukan apapun agar kekasihnya tetap tinggal di sisinya. DILARANG MELAKUKAN PLAGIARISME ❌❌