Prolog

1.1K 76 4
                                    

 -----

Banyak orang yang berkata bahwa jaman sekarang menjadi semakin mudah dan semakin canggih. Segala sesuatu menjadi lebih 'instan' berkat adanya teknologi yang semakin berkembang hasil dari ide-ide cerdas anak-anak muda. Seorang Min Yoongi menyetujui itu semua, meski dirinya bukanlah salah satu dari anak-anak muda cerdas itu.

Menjadi seorang pria yang beruntung karena mampu merasakan pahit manisnya bangku perkuliahan dan telah mengemban gelar sarjana diusianya ke dua puluh dua tahun, tak menjadikan dirinya berani untuk mengklaim sebagai anak-anak muda dengan berjuta ide yang brilian.

Sebab dengan gelarnya yang ia gunakan hanya untuk merutuki kecanggihan teknologi yang bahkan tak mampu membuka banyak peluang pekerjaan bagi anak-anak muda 'biasa' sepertinya. Terbukti dengan dirinya yang sudah lebih dari satu tahun ini menjadi beban bagi negara, bagi keluarga, bahkan bagi dirinya sendiri.

Tidak, ia bukan seorang pengangguran. Meski tak seberapa, ia sudah mampu menghasilkan uang untuk menafkahi keperluan sehari-harinya. Hanya sampai pada keperluan sehari-hari, untuk keperluan lain seperti pemenuhan keinginannya? Ia masih belum mampu.

" Ibu, aku sudah mau berangkat " Teriak seseorang dari arah dapur.

Yoongi sangat mengenal suara yang sudah hidup bersamanya selama 24 tahun ini. Kakaknya, Min Seokjin, seorang perawat dirumah sakit yang cukup besar. Dengan segera Yoongi berlari menuju sumber suara.

" sedang apa kau? " tanya Seokjin terkejut mendapati adiknya yang berlari dari arah kamar dan duduk dikursi meja makan tepat dihadapannya, tersenyum manis sambil menyendoki nasi dan berbagai lauk pauk.

" sarapanlah, apalagi?" raut wajah Yoongi berubah datar.

Seokjin mengerjap beberapa saat, mencoba mencerna dan menebak-nebak apa yang terjadi, pasalnya, Yoongi jarang sekali ikut sarapan dimeja makan, bahkan bangun dipagi hari seperti ini saja sudah merupakan sesuatu yang langka, sebab Yoongi 'orang sibuk'.

" kau sakit?" pria berusia 27 tahun itu hendak menyentuh kening sang adik namun segera mendapat tepisan.

"Tidak"

"kesambet?" tanya Seokjin dengan cepat.

" Astaga, tidak!" Yoongi berdecak kesal mendengar tebakan asal kakaknya. Tak habis pikir seorang lulusan medis masih percaya pada hal diluar nalar seperti itu.

"Butuh uang?"

" Bingo! " jawab Yoongi dengan wajah sangat datar.

Pada suapan yang ketiga, makanan dipiringnya tak lagi menarik untuknya. Tujuannya menemui sang kakak adalah untuk meminta uang bukan untuk menemaninya sarapan.

" untuk apa?" Seokjin mengajukan pertanyaan untuk kesekian kalinya, sedang lawan bicaranya menggeser piring di depannya menjauh dan digantikan dengan lipatan tanganya diatas meja makan. Menatap sang kakak dengan serius.

" membeli keperluan desainku. Entah kenapa mereka bisa rusak secara bersamaan. Itu menganggu pekerjaanku, hyung " jawab Yoongi memelas.

" Kau bekerja?" pertanyaan Seokjin terdengar meremehkan ditelinga Yoongi.

" tentu saja! " jawabnya cepat dengan mata membulat tak terima.

" apa? Kenapa aku tidak tau. Setauku kau hanya mengurung diri dikamar sepanjang hari hanya karena tak mau terpapar sinar matahari " Seokjin kembali menyuapkan makananya.

" ck, aku bekerja hyung!. Freelance. Aku seorang freelancer design grafis " sebenarnya Seokjin tak percaya begitu saja, namun untuk menghindari perdebatan yang sudah sering terjadi perihal pekerjaan sang adik, ia memilih mengangguk saja kali ini.

MannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang