hai,
.
.
.
Sejak perdebatan dengan kakaknya kemarin, hubungan keduanya belum juga membaik. Keduanya masih kekeh pada pendirian masing-masing dan enggan untuk mengalah. Menghindar satu sama lain tak sudi untuk saling menatap satu dengan yang lainnya.
Sunyoung yang menyadari itu hanya dapat menggelengkan kepala melihat Yoongi pergi tepat saat Seokjin datang dan begitupun sebaliknya. Sebagai ibu, tentu tak ingin kedua anaknya saling melempar tatapan sengit dalam perang dingin yang terjadi. Namun, terlalu ikut campur rasanya juga terlalu dini. Kedua putranya sudah dewasa, mereka sudah tahu apa yang terbaik untuk keduanya. Mereka hanya butuh waktu untuk saling mengerti dan pada akhirnya akan kembali dengan cara mereka sendiri.
Terlebih saat Sunyoung sempat mendengar ditengah perdebatan, mereka menyebut nama sahabat si bungsu, ia tentu tau bahwa itu adalah masalah yang sudah seharusnya mereka selesaikan bersama tanpa keterlibatannya. Sebagai seorang ibu, Sunyoung mengenal betul kedua putranya. Bagaimana kakak dan beradik itu menyukai seorang gadis yang sama hanya dari gerak-geriknya saja. Dan Jieun yang sudah besar bersama kedua putranya, sudah dianggap seperti putrinya sendiri pun tak luput dari pengamatan Sunyoung, bahwa gadis itu memiliki perasaan kepada salah satu putranya. Rumit memang, tetapi itulah persoalan anak muda. Sebelum mereka, Sunyoung sudah lebih dulu mengalaminya.
Wanita paru baya itu baru hendak menghampiri putra bungsunya untuk mengajaknya makan siang, tetapi pemuda itu sudah lebih dulu berlari menghampirinya dengan wajah panik.
" ibu " panggilnya dengan tangan menggenggam ponsel.
Sunyoung yang sedikit terkejut berbalik dan ikut panik " ada apa?"
" Jimin bu, Jimin masuk rumah sakit tadi malam "
Sepasang netra yang dikelilingi garis keriput itu membesar, " apa? Kenapa? "
" aku tidak tahu. Tadi ku pikir Nuna memang bekerja siang, makanya Jimin belum juga diantar kemari. Tapi saat aku coba memastikannya, Nuna bilang Jimin sedang dirawat sejak tadi malam"
Meski putra bungsu keluarga Min ini sangat sulit menunjukkan perasaanya dalam bentuk ekspresi, Sunyoung selalu tahu bagaimana perasaannya. Sedih, senang, bingung, kecewa dan segala rasa yang dirasakan, tidak pernah berhasil disembunyikan oleh putra yang lahir dari rahimnya. Namun, untuk kedua kalinya, Yoongi benar-benar menampakkan wajah cemasnya saat ini. Yang pertama adalah ketika sang suami meninggal dunia, saat itu Sunyoung dapat melihat semua ekspresi menyakitkan dari pemuda itu.
Sikapnya pada adik asuhnya selama ini memanglah tak acuh, terkesan tak perduli dan kasar, tapi sekali lagi Sunyoung tak berhasil tertipu oleh itu semua. Karena nyatanya, disadari atau tidak, Yoongi sangat menyayangi bayi kecil itu.
" kalau begitu ayo kerumah sakit " Yoongi mengangguk setuju. " ibu siap-siap dulu".
***
Setelah menemukan ruangan yang sempat diberitahu oleh Dokter Park melalui pesan singkat, mudah bagi Sunyoung dan Yoongi untuk menemukannya. Mirisnya, belum sempat keduanya berhenti di depan pintu masuk ruang inap si kecil, suara tangis yang menggelegar menyambut mereka.
Tangisnya begitu pilu dan menyakitkan, rasanya mereka bisa merasakan apa yang bayi itu rasakan meski belum melihat langsung bagaimana keadaannya didalam sana. Langkah kaki Sunyoung dibawa lebih cepat, membuka pintu itu tanpa mengingat untuk mengetuknya lebih dulu karena khawatirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manny
FanfictionSeorang freelancer yang tidak menyukai anak kecil terpaksa meniadi seorang Nanny laki-laki bagi seorang balita karena membutuhkan uang. Bagaimana pemuda dingin bermulut sarkas itu menjaga 'uangnya' (re: adik asuhnya) yang memiliki tingkah diluar pe...