『 0.5 』Prolog

1.7K 100 20
                                    

• ※ ·❆· ※ •

Oh god,
I was a prisoner of my reason.
I want it to set me free
through salvation.

No, god... there's no need
for divine love anymore.

Because, I'm not longer...
a prisoner.

• ※ ·❆· ※ •

Di kuil dengan ribuan tengkorak menjadi singgasananya. Suasana yang biasa sunyi kini terganti dengan suara isak tangis seorang perempuan.

"Sudah puas?" Suara dingin dan menusuk itu membuat yang menangis meredakan isaknya. Kepalanya mendongak, menatap sosok yang begitu agung duduk di atas siggasananya itu.

Sosok berwajah dua dengan empat tangan itu menatap seolah ingin memangsa dirinya hidup-hidup. Lidah si perempuan mendadak kelu. Satu isak saja tak bisa lagi ia keluarkan. Ia takut, takut jika saja entitas bertangan empat ini berhenti mengasihaninya dan ikut berlaku keji pada dirinya yang malang ini.

Keberadaannya sendiri kini tak bisa lagi disebut manusia. Melainkan hanya seonggok jiwa malang yang tak akan pernah menggapai Nirwana.

Pertanyaan dari sang Raja Kutukan kembali ia abaikan. Hatinya terlampau sakit kala ingatannya semasa hidup menyeruak. Ia yang begitu mendambakan indahnya Nirwana kini harus berakhir dalam rengkuh kegelapan. Kuil yang kini ia pijak adalah tempat singgah terakhirnya, sebelum sang Dewa melemparkan jiwa kotornya kedalam kobaran api.

Seperti halnya manusia-manusia itu, yang menjerat dan membakar dirinya. Sampai nyawanya terpisah dari raga.

Ah, bagaimana kondisi tubuhnya di alam sana? Apakah kini sudah habis terbakar dan menjadi debu? Ataukah hanya menjadi bangkai busuk yang sebentar lagi dibuang ke jurang tepi gunung?

"Kau ini tuli atau memang tidak bisa bicara?" Suara itu tajam dan menusuk.

Kali ini, yang perempuan menggigiti bibirnya demi menahan suara. Ia tidak tuli, tapi lidahnya yang saat itu mendadak kelu. Rahangnya juga mengeras, seolah kini hanya isak dan tangis tidak jelas yang bisa lolos dari ranum bibirnya.

Entah bagaimana caranya entitas bertangan empat itu turun dari puncak singgasananya. Berjongkok, menatap si perempuan sembari berpangku tangan.

Perempuan itu tidak berani mendongak. Ryomen Sukuna, si raja kutukan kini berada tepat di hadapannya. Merah itu menghujaninya— tidak, mengoyaknya. Rasanya seluruh kulitnya seperti digerogoti paksa hanya dengan tatapan itu.

"Siapa namamu?"

"Eh?"

Pertanyaan itu membuat si perempuan terlampau terkejut. Dari segala macam pertanyaan yang ada di alam semesta, kenapa seorang Ryomen Sukuna bertanya perihal namanya.

Dengan tubuh yang masih gemetar ketakutan, jiwa malang itu perlahan mendongakkan kepalanya. Sosok kutukan di hadapannya ini menatapnya tajam, seolah menuntut sebuah jawaban dari pertanyaan sederhana itu.

"Namaku, Yamamiya..." Cicitnya, lalu kembali menutup mulutnya. Rupanya ia membutuhkan lebih banyak keberanian hanya untuk menyebut nama lengkapnya.

Dan entah kapan, keberaniannya itu akan terkumpul demi menjawab pertanyaan sang raja kutukan.

• ※ ·❆· ※ •
[ • 01052022 • ]

Purgatory [Ryomen Sukuna X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang