『 4 』Adiksi

551 44 48
                                    

Hari dimana Saitou kembali ke kuil dengan kimono bersimbah darah seketika menjadi buah bibir. Entah di dalam kuil, ataupun bagi penduduk desa. Tidak hanya di desanya, kabar tersebut rupanya telah menyebar ke pelosok negri. Bahkan, tidak heran jika saja sang Kaisar yang berkuasa di saat itu juga telah mendengar rumor tersebut.

Orang-orang di kuil tahu bahwa malam itu Saitou mencoba melakukan harakiri di ruang honden. Itu terbukti dengan genangan darah yang mengotori tatami. Tapi, kembalinya Saitou tanpa sedikitpun luka setelah menghilang di malam itu membuat orang-orang geger.

Mereka percaya, bahwa di malam itu sang Dewa mengangkat raganya dan menyembuhkan lukanya. Ujar mereka, sang Dewa tidak ingin melihat Miko itu kesakitan ataupun meninggal di usia mudanya. Dan sejak saat itu juga, Saitou mendapatkan panggilan barunya; Gadis yang disayang oleh Dewa.

Tapi, Saitou sendiri tidak menyukai panggilan itu. Dan gosip itu bahkan tidak ada benarnya sedikitpun. Tidak ada dewa yang menyembuhkan lukanya di malam itu. Yang ada hanyalah si pria pengguna kekuatan kutukan bersurai merah jambu. Si pria yang mengulurkan tangannya ketika Miko ini meraih udara dengan putus asa.

Hanya saja Saitou terlalu takut untuk menyuarakan bantahan. Ia takut jika orang-orang akan menuduhnya yang tidak-tidak jika saja tahu bahwa di malam itu ia bersama dengan seorang pria di dalam hutan.

Dan sekarang, sudah hampir dua tahun berlalu semenjak malam itu. Saitou tumbuh menjadi wanita berparas cantik di usianya yang sudah menginjak kepala dua ini.

Tidak ada yang berubah dari kesehariannya. Ia tetap menarik diri dan menghindari orang-orang. Bahkan, sesekali para Miko lain masih saja suka merundungnya. Namun setidaknya, sekarang Saitou sudah tidak sendiri lagi.

Wanita itu sudah memiliki tempatnya bercerita, berkeluh kesah. Tempatnya menyandarkan diri ketika merasa lelah. Juga tempatnya mengadu ketika dirinya kepalang gundah.

Seperti malam ini, ketika sang purnama tengah menyinari penjuru langit. Saitou mengendap-endap pergi dari kamarnya. Entah sudah berapa kali ia melangkahi shimenawa demi membawa raganya keluar dari kawasan kuil suci. Dan ketika kakinya yang tidak memakai alas itu memasuki hutan, maka seluruh kewajibannya sebagai gadis kuil tak lagi ia hiraukan.

Dengan bermandikan cahaya bulan, si pengguna kekuatan kutukan itu berdiri membelakanginya. Pria itu, tidak lain dan tidak bukan adalah orang yang dahulu menolongnya di malam ia melakukan harakiri.

"Ryo!" Panggil wanita itu, membuat si pria bersurai merah jambu itu membalikkan badannya.

Namanya Ryo— Ryo saja, si pengguna kekuatan kutukan sekaligus pemburu dari desa tetangga. Tapi... entahlah, setidaknya seperti itulah pria itu memperkenalkan diri padanya. Sekarang Saitou sudah tidak heran lagi jika ia bertemu pria itu dengan badan bersimbah darah.

Memangnya, apa yang ia harapkan dari seorang pemburu yang hampir setiap harinya harus bergulat dengan hewan buas di hutan ini?

"Oh, kau rupanya." Pria itu berbalik, menyambut kedatangan si Miko dengan ekspresi datarnya seperti biasa.

Saitou bergegas menghampirinya, lalu menghambur ke arahnya. Pria bernama Ryo itu menghela nafas, membalas singkat pelukan yang diberikan oleh Saitou dan mengusak surai hitam itu sekilas. Sang wanita mendongak, menatap lurus manik merah yang menatapnya sembari tersenyum manis.

"Kau sudah mendapat buruan?" Saitou bertanya sekedar basa-basi. Dari cara bicaranya, sudah bisa tertebak bahwa kedua orang ini memiliki hubungan yang cukup dekat. Hal ini terbukti dari Saitou yang tidak lagi menggunakan gaya bicara formal kepadanya.

Yang ditanya hanya menarik salah satu sudut bibirnya "Belum." ujarnya, dan untuk sesaat seulas senyum tipis sempat ditangkap oleh manik coklat sang Miko.

Purgatory [Ryomen Sukuna X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang