『 8 』Pembebasan (Akhir)

433 46 46
                                    

Di kuil dengan ribuan tengkorak menjadi singgasananya. Si raja kutukan menatap jiwa malang itu sembari berpangku tangan. Alisnya mengerut; 'aneh, aneh sekali....' pikirnya.

Entah sudah berapa banyak dosa yang dilakukan oleh jiwa ini. Namun, semua itu seolah terbasuh oleh air matanya. Hingga tanpa sadar, jiwa sang Miko seolah menjadi suci kembali.

"Sia-sia saja aku membawamu kemari. Kupikir aku bisa memanfaatkan keputusasaanmu dan menjadikanmu kutukan yang kuat." Gumamnya dengan mata yang masih terarah pada jiwa itu.

Saitou mengerutkan alisnya. "A-apa...? Anda... ingin merubah saya menjadi sebuah kutukan...?"

"Ya, tadinya."

Entitas bertangan empat itu berjalan menuruni singgasana tengkoraknya. Manik merahnya menghujam ke arah sosok jiwa itu dengan tajam.

Saitou tidak berani menatapnya. Jiwa itu menunduk sembari memejamkan kedua matanya, membiarkan bulir bening itu kembali menuruni pipinya.

"Andaikan saya tahu bahwa akhirnya akan menjadi seperti ini...." Suara Saitou masih parau. Isak tangisnya kembali terdengar, namun bibirnya tak lagi bisa tertutup diam. "Jika seperti ini, lebih baik saya pergi bersamanya di malam itu."

Jika sejak awal ia memang tidak ditakdirkan untuk sampai pada nirwana, lalu untuk apa ia masih meminta belas kasih sang Dewa? Selama ini ia telah membela dewanya secara buta. Si pemburu benar, Dewa yang selama ini ia puja hanya memberinya kesengsaraan.

Gadis yang disayang oleh Dewa.

Siapa itu?

Kini, mengingat panggilan tersebut rasanya hanya membawa tawa ironi di bibir Saitou.

Ia mendedikasikan hidupnya kepada sang Dewa. Membiarkan dirinya tersiksa demi menghindari dosa-dosa dunia. Membiarkan dirinya dibakar oleh panasnya api demi mengharap ampunannya.

Namun, apa balasan yang diterimanya? Melihat nirwana saja ia tidak bisa.

Rasa penyesalan mulai mengisi relung hatinya. Andaikan ia mendengarkan si pemburu di malam itu dan pergi bersamanya. Mungkin sekarang, mereka akan hidup sebagaimana layaknya manusia. Menunggu bayi yang ia kandung lahir dan tumbuh dewasa.

Bukankah itu hidup yang bahagia?

Walau kebahagiaan itu harus ia bayar dengan dosa yang tak terhingga, namun itu terdengar jauh lebih indah dibanding hidupnya yang nestapa hanya demi menggapai nirwana.

Ah, dimana sekarang pria itu? Apakah ia juga ikut terbakar bersamanya di hari itu? Ataukah semua itu hanyalah ilusinya semata?

Ya, benar, Ryo tidak mungkin melompat kedalam api hanya demi menyelamatkannya. Lagi pula, si pemburu tidak mungkin mau menginjakkan kakinya di kuil. Apa yang ia harapkan dari semua itu? Ryo bahkan bukanlah orang yang percaya akan keberadaan Sang Agung.

Air yang menggenang di bawahnya kini beriak, menandakan si Raja kutukan telah turun dari singgasananya. Bunyi kecipak semakin mendekat, hingga akhirnya berhenti tepat di hadapannya. Saitou yang masih merasa takut akan sosok bertangan empat itu perlahan membuka matanya. Bersiap menatap merah yang sejak tadi menguliti tubuhnya.

Namun heran, seribu heran. Dari riak air itu, Saitou tidak melihat sosok entitas yang selama ini mereka kenal sebagai sang raja kutukan. Namun paras berajah itu terpantul samar oleh riak air. Saitou tidak percaya apa yang dilihatnya. Tentu saja ia hanya berhalusinasi.

"Saitou, tawaranku berlaku sampai kapanpun."

Tidak, Saitou tentu tengah berhalusinasi. Suara Ryo kini merasuk gendang telinganya. Tidak jauh berbeda seperti ketika dirinya dilahap oleh api di akhir hidupnya. Ketika suara itu juga menjadi hal terakhir yang ia dengar sebelum sang Dewa mencabut nyawanya.

Purgatory [Ryomen Sukuna X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang