Membuka Luka

35 14 33
                                    

Hanya aku dan Zea tersisa di taman. Alesha sudah tidak sanggup lagi menahan gempuran serangan Zea. Aku pun tidak tahu, harus melancarkan serangan balik seperti apa ke Zea.

Dia memang mengungkapkan rahasiaku, tapi cuma ke Alesha. Setidaknya aku masih tidak perlu khawatir bahwa orang-orang akan mengetahuinya juga. Kuharap, Zea mau merahasiakannya.

"Kenapa kamu melakukannya?" Tanyaku.

"Kamu bohong ke semua orang," ucap Zea masih merasa dirinya benar.

"Itu caraku bertahan hidup," isyaratku tanpa ampun.

Aku sudah belajar dari Inara, bahwa aku harus punya cara untuk menyelamatkan diriku sendiri. Berusaha menyembunyikan kekuranganku agar tidak dipandang lemah oleh orang-orang.

Aku bahkan membangun banyak hubungan dengan orang lain agar tidak ada yang memandangku sebagai penyendiri yang biasanya menjadi korban bully.

"Kenapa mau mempertahankan hubungan dilandasi kebohongan?" Zea bicara, melupakan energinya.

"Bukan berarti kamu berhak mengungkapkannya." Aku menunjukkan batasan seharusnya.

"Kembalikan speaker-ku," pintaku.

Aku tidak perlu lagi menunggu paket speaker-ku datang untuk menyelesaikan masalahku dengan Alesha.

Masalah akan menjadi tambah rumit jika sampai 10 hari ke depan, aku tetap tidak bicara. Orang-orang juga pasti bertanya-tanya jika aku selalu diam, dan proses belajar mengajarku juga akan terganggu.

"Tidak, sampai semua orang tahu kalau kamu bisu," katanya memberi syarat.

Apa yang membuat Zea jadi sejahat ini? Aku tidak merasa bersalah apa-apa padanya.

"Kamu mau menghancurkanku? Menghancurkan hubunganku?"

"Kamu tidak suka kan aku punya banyak teman, dipuji guru, dan punya pacar?"

Aku mencium bau-bau cemburu. Bukan, bukan cemburu. Melainkan iri dan dengki.

"Kamu tahu? Berapa banyak penderitaan yang sudah kulalui untuk sampai di titik ini?"

"Terus, kamu mau menghancurkannya begitu saja, gitu? Jahat sekali."

Aku sudah seperti orang mabuk, mengamuk menggunakan bahasa isyarat.

"Belasan tahun aku bertahan, jujur dengan kebisuanku. Selalu dianggap aneh oleh orang disekitarku. Tidak ada satu pun orang yang menerimaku sepenuhnya. "

"Mereka hanya kasihan di depan, lalu menghina di belakang. Aku di-bully di sekolah, kamu tahu? Aku bahkan baru beberapa hari merasakan pacaran seperti remaja pada umumnya. Sebelumnya, aku bahkan tidak berani untuk jatuh cinta."

"Sampai kapan kamu mau berbohong terus?" Zea masih mau melawan.

"Aku bisa menyimpan rahasia ini sepanjang hidupku." Aku kukuh dengan pendirianku.

"Dengan cara tidak menikah? Tidak punya anak? Tidak masuk dunia kerja?" desak Zea.

"Suatu saat, semua itu akan terbongkar juga. Lebih baik kamu jujur, dan lihat siapa yang tetap bertahan. "

"Teman sejati tidak akan pernah meninggalkan," balas Zea.

"Pasangan yang baik, akan menerima kekuranganmu. "

Wah wah wah, sejak kapan dia bisa bicara sepanjang ini?

"Bukan salahku jika aku bisu." Aku tidak bisa melawannya lagi.

"Aku senang dengan kehadiranmu," ucap Zea.

"Karena aku bisu?" tanyaku.

"Karena kamu paham bahasa isyarat. Aku punya banyak hal untuk kuceritakan, tapi tidak cukup energi mengekspresikannya. "

Cacat Bicara [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang