Status Sosial

17 0 0
                                    

Senyum di wajahku tidak pernah pergi selama beberapa hari belakangan ini. Sampai di kelas, rasanya aku hendak cerita ke siapa saja, termasuk Zea. Betapa bahagianya akhir-akhir ini hari yang kujalani. Jelas Zea tidak tertarik mendengarkan ceritaku dengan Alesha. Dia lebih memilih cuek. Ini sudah hari ketujuh di perjanjian kami, dan hari terakhir juga duduk semeja. Aku berharap, kami masih tetap berinteraksi, meski lewat bahasa isyarat yang hanya dimengerti kami di kelas ini. Aku dan Zea menyelesaikan rubik bersama dengan timer, berpacu dengan rekor terbaik yang pernah kami buat. Tentu saja aku dan Zea berada di level yang berbeda.

"Kenapa kamu bisa bahasa isyarat?" ketikku, masih memegang rubik di tangan kiri.
"Agar tidak perlu bicara," kata Zea sambil memutar-mutar rubiknya.
"Kenapa tidak ingin bicara?" tanyaku lagi, cukup lama mengetik dengan satu tangan.
"Melelahkan." Zea meletakkan rubiknya di meja.

Bagiku, bahasa isyarat memang sederhana dan keren layaknya kode rahasia. Aku juga tidak suka banyak bicara, bagiku tidak sopan. Apalagi jadi badut tampil yang sok asyik di tongkrongan. Aku benar-benar berusaha agar tidak ke arah sana, meski selama ini berusaha menjadi ramah. Bagiku, perempuan ramah akan terasa mewah. mereka yang asyik akan terlihat cantik. Siswi pandai akan terkesan anggun dan perempuan sok ceuk akan tergolong sampah!

Gua gak suka membuka basa-basi ke orang lain. Menanyakan hal-hal yang personal tentang dia, karena tahu aku juga gak suka ketika ditanyai orang-orang tentang hidup gua. Gua pingin cerita, tapi takut jadi bicara terlalu banyak. Tapi kalau gua tahan, gua takut gak ada kesempatan untuk menceritakan itu.

Ketika gua sudah terlalu banyak bicara, menggebu-gebu, biasanya akan ada aja kata-kata yang menyesal gua ucapkan. Bukan menyesal per say sih, tapi kayak kepikiran lagi sama perkataan barusan gitu.

"Kamu tahu, aplikasi Text to Speech?" Kali ini aku mengetik dengan dua jempol. "Itu aplikasi pengubah teks menjadi suara," kataku.
"Untuk?" Zea memangkas pertanyaannya agar menghemat tenaga.
"Untuk bicara," sahutku tak kalah ringkas. Capek juga kalau mengetik panjang.
"Oh ya?" sambut Zea seperti tertarik.
"Mungkin kamu bisa merubah image cuekmu tanpa khawatir energimu terkuras," saranku.

Sama sepertiku, Zea juga harus menjadi ramah. Aku tidak nyaman melihat dia terus-terusan menjadi penyendiri, seakan tidak punya teman. Setidaknya dia punya aku yang sudah menganggapnya teman. Menjadi pendiam itu sangat tidak nyaman, aku sudah merasakan.

Ketika aku tidak bisa mengajak orang mengobrol, mereka juga sungkan mengajakku bicara sehingga tercipta jarak. Mereka jadi membicarakanku di belakang karena tidak memiliki kesempatan mengatakan langsung. Aku juga jadi sering menduga-duga dan berasumsi bahwa mereka selalu menyimpan pemikiran buruk ketika melihatku. Itulah yang kurasakan selama image bisu masih kental di pikiran orang-orang di sekitarku.

Sekarang, ketika aku berusaha ramah ke orang lain, mereka jadi terbuka untuk bicara apa saja. Semunya jadi terasa lebih santai, bahkan bisa jadi bahan bercandaan. Memang tidak semua hal akan mereka ceritakan. Mungkin mereka juga punya rahasia seperti yang selama ini kusimpan.

"Kamu pakai aplikasi itu?" Zea jadi menginterogasiku.
"Tidak lah, untuk apa aku menggunakan itu?" sanggahku, panik.
"Kenapa selalu mengetik ketika bicara?" Zea menyadari. "Dan bahasa isyarat, kenapa kamu bisa melakukannya?" dia terus menekanku.

Aku menyesal mengenalkan aplikasi TTS untuk membantunya menjadi lebih ramah. Malah jadi aku yang dicurigai dan saling bersilat lidah.

"Untuk berinteraksi dengan salah satu keluargaku," kataku dapat alasan.

Bagas sedang berjalan di sekitar mejaku dan Zea. Aku memintanya mengambilkan obat sakit mag di UKS. Dari tadi malam aku malas makan, skip sarapan dan sekarang tidak ke kantin. Takut ditanyai orang-orang yang mencari Alesha setelah menyaksikan kejadian kemarin. Aku sendiri ingin meredam kebisingan hubungan kami dahulu. Tidak terbiasa mendapat sorotan berlebihan.

Cacat Bicara [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang