4- Atikah Binti Zaid

16 3 0
                                    

🍀ATIKAH BINTI ZAID (Wanita yang Menjadi Istri Para Syuhada)

Berparas cantik dan berakhlak mulia, maka tak mengherankan jika semasa hidupnya Atikah binti Zaid bin Amar bin Nufail menikah dengan pria-pria terbaik dari zamannya, di antaranya Abdullah bin Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Zubair bin Al-Awwam, dan Husein bin Ali bin Abi Thalib. Keempat pria yang merupakan sahabat nabi tersebut wafat dengan keadaan syahid, sehingga Atikah binti Zaid pun dijuluki dengan sebutan 'istri para syuhada'.

Putra Abu Bakar As-Shiddiq, Abdullah, merupakan pria pertama yang menikahi Atikah. Seperti ayahnya, Abdullah termasuk orang-orang yang membela Rasulullah dan taat beribadah. Abdullah sangat menghormati dan memuliakan Atikah, namun beliau terlena dengan kecantikan Atikah hingga seringkali melewatkan shalat berjamaah di masjid dan bahkan tidak ikut serta dalam beberapa perang.

Hingga pada suatu hari, Abu Bakar mengunjungi rumahnya untuk mengajak Abdullah sama-sama shalat berjamaah di masjid. Namun, Abu Bakar mendapati anaknya sedang bermesraan dengan Atikah, sehingga dengan kesal beliau pun membatalkan niatnya untuk mengajak Abdullah shalat berjamaah di masjid.

Usai dari shalat berjamaah, Abu Bakar pun kembali ke rumah Abdullah dan mengungkapkan kekesalannya pada Abdullah yang masih bermesraan dengan istrinya ketika seharusnya sudah bersiap untuk berangkat ke masjid. Pada pembicaraannya, Abu Bakar meminta Abdullah untuk menceraikan Atikah karena Abdullah telah lalai dari tanggung jawabnya.

Abdullah pun mengikuti perintah ayahnya dan menceraikan Atikah yang sangat dicintainya. Perceraian tersebut mengakibatkan Abdullah jatuh sakit, sehingga kemudian Abu Bakar mengizinkannya untuk kembali rujuk dengan Atikah, namun dengan syarat pernikahan tersebut tidak membuat Abdullah lalai, yang ditepati oleh Abdullah dan pada akhir hidupnya, Abdullah mati syahid ketika gugur di Perang Thaif.

Ketika usai masa iddahnya, Atikah dinikahi oleh Umar bin Khattab. Atikah sangat menyayangi Umar dan sepenuhnya mengabdi kepadanya. Namun, jalinan pernikahan ini harus berakhir ketika Umar mati syahid ditikam oleh seorang majusi ketika beliau sedang shalat. Maka untuk kedua kalinya, Atikah kembali menjadi janda dari seorang syuhada.

Tak lama setelah masa iddahnya selesai, Atikah kembali dinikahi oleh seorang sahabat nabi, Zubair bin Awwam. Tak berbeda dengan pernikahan-pernikahan sebelumnya, Atikah menunjukan dirinya sebagai istri yang berbakti pada suaminya. Namun, Atikah harus kembali menjanda ketika wafatnya Zubair di medan perang Jamal.

Ali bin Abi Thalib pun kemudian hendak melamar Atikah, namun mengurungkan niatnya ketika Atikah mengajukan syarat bahwa siapapun suaminya nanti tidak akan terjun ke medan perang. Akhirnya Husein bin Ali bin Abi Thalib kemudian melamar Atikah.

Walaupun terpaut usia yang cukup jauh, namun keduanya tetap saling mengasihi dan menghormati. Namun, takdir Allah tidak dapat dihindari, Husein juga mati syahid di Perang Karbala, Iraq. Sehingga, untuk keempat kalinya, Atikah menjadi janda syuhada dan akhirnya wafat pada 40 Hijriyah.

Reposted by:
SAJRAH Muslimah

🌸  TAMBAHAN  🌸

Ketika ‎Rasulullah SAW wafat para sahabat dan shahabiyah lah yang memberikan keputusan atau fatwa dengan menggunakan hadist-hadits Rasulullah SAW. Hadits-hadits Rasulullah dipelihara para sahabat laki dan perempuan (shahabiyah) dengan cara dihafal

Sahabat yang paling banyak hafal hadi Rasulullah ialah Abu Hurairah dan di golongan perempuan adalah Aisyah istri Rasulullah. Selain istri Rasulullah Aisyah yang banyak hafal hadist, Atikah binti Yazid bin Nufail juga banyak hafal hadist.

Atikah adalah shahabiyah yang mulia, keturunan Quraisy, dan saudari Said bin Zaid, salah satu dari 10 orang yang telah dijamin masuk surga. Ibunya Atikah binti Zaid bin Amru bin nufail adalah Ummu Kuraiz binti Al Hadram.

Abu Malik Muhammad bin Hamid dalam bukunya '150 Perempuan Shalihah Teladan Muslimah Sepanjang Masa' menukilkan, di kalangan para perempuan Quraisy, Atikah binti Zaid terkenal sebagai seorang penyair yang fasih. Dia juga pandai berinteraksi dan cerdas. Selain itu, Atikah binti Zaid memiliki paras yang cantik dan pemikiran yang cemerlang.

Atikah tidak asing dalam ilmu dan riwayat hadits. Sebab ia hidup semasa tabi'in, masa yang sangat menggiatkan ilmu hadist. Atikah termasuk orang yang mendaptkan ilmu dari mulut para ulama yang mendapaatkan riwayat dari sahabat dan para tabiin senior. Atikah mempunya andil besar dalam periwayatan hadits.

Atikah memiliki peran dalam hadits seperti disampaikan Abu Zurah saat menyebutkannya dalam katagori wanita ahli hadist yang fokus dan terdepan dalam bidang hadits.

‎"Termasuk orang yang mengajarkan hadis di Syam dari kalangan wanita adalah Atikah,"

Sementara Ibnu Sumai memasukkannya dalam kitab Thabaqatnya dalam tingkatan generasi ketiga. Ibn Asakir mengatakan "Muhajir bin Amr bin Muhajir al-Anshar meriwayatkan hadis dari Atikah" ‎ Atikah dan para wanita di masanya tak terkejar dalam bidang kemuliaan.

Hanya sajah Atikah lebih jauh wawasannya, lebih banyak memberikan dan lebih tulus dalam membantu orang fakir miskin.  Selain itu Atikah juga ‎peka dalam masalah sosial lainnya, ia selalu mengamati kenestapaan yang dialami orang-orang fakir miskin dia melihat kesengsaraan yang mereka (fakir miskin) alami.

Pekerjaan Atikah yang sering dilakukannya adalah, ia selalu memberikan pakaian kepada orang miskin dan menambal luka orang-orang yang sakit saat perang.‎  Atikah tidak hanya berderma atas sesuatu yang kecil dari miliknya semata, tapi ia keluar membawa semua hartanya pada orang-orang fakir eluarga Abu Sufyan.

Kelebihan lain Atikah adalah wanita yang hidup di masa tabiin ini paling kuat dalam pemerintahan, sebab ia memiliki mahram laki-laki sebanyak 12 Khalifah. 
Selain itu, termasuk wanita terhormat di masanya, dalam hal ilmu karena adab dan kemuliaan yang dimiliki Atikah.

Dalam hidupnya Atikah selalu memadukan antara semua keutamaan ibadah dalam satu sikap. Atikah, nama yang disematkan kepada adalah nama sebuah daerah di Damaskus yang terletkan di luar pintu masuk Al-Jabiya. Atikah bersama suaminya Abdul Malik bin Marwan hidup bahagia di Istana.

Namun selang beberapa tahun Abdul Malik meninggal dunia yang meninggalkan Yazid dan Marwan. ‎Dalam kondisi penuh kecukupan itulah Atikah dibesarkan dan menjalani seluruh kehidupannya di Damaskus. Namun, ini tak membuatnya melupakan kaum fakir misikin.

Seperti diriwayatkan dalam buku 101 kisah Tabi'in.‎ Suatu kali suaminya, Abdul Malik, mengusulkan kepadanya untuk menghibahkan hartanya yang berlimpah kepada Yazid dan Marwan, putra-putra mereka.

Menurut suaminya, harta Atikah itu akan lebih berguna bagi anak-anaknya yang masih muda dibandingkan untuk dirinya sendiri. Awalnya Abdul Malik mengira istrinya akan menuruti sarannya.

Bagaimana pun seorang ibu pasti rela memberi segalanya untuk anak-anaknya. Namun ternyata tidak demikian, Atikah telah memutuskan untuk apa harta yang dimilikinya. Dengan ringan ia mengatakan bahwa anak-anaknya menjadi tanggungan ayahnya dan karena ayahnya seorang khalifah tak ada kekhawatiran kalau mereka akan hidup kekurangan.

Kelak, mereka pun akan menjadi khalifah yang berkecukupan secara materi. Maka Atikah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya kepada kepada fakir miskin dari kalangan Bani Sufyan. “Mereka lebih membutuhkan hartaku untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” kata Atikah.

Suaminya tak bisa berbuat apa-apa karena itu adalah harta pribadi Atikah. Kekayaan saja tak ada apa-apanya dibandingkan ilmu. Sejak belia, Atikah rajin menuntut ilmu. Dia banyak belajar dari banyak ulama, terutama dalam ilmu periwayatan hadits yang pada masa itu memang sedang giat dilakukan.

Atikah kemudian termasuk wanita tabi’in yang meriwayatkan hadits. Murid-muridnya juga meriwayatkan hadits darinya. Demikianlah, ilmu dan kekayaan seolah berhimpun pada diri Atikah.

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/qgsin9430

Instagram : @liaa.fath
Facebook : Yulia Fathmah

Kisah Wanita TeladanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang