22- Ummu Aiman

14 1 0
                                    

🌻Ummu Aiman: Budak Nabi dan Pengasuhnya🌻

Namanya adalah Barakah binti Tsa'labah bin Amru bin Hishan bin Malik bin Salmah bin Amru bin Nu'man Al-Habasyiyah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewarisi wanita ini dari ayah beliau, dan Ummu Aiman senantiasa mengasuh Rasulullah hingga dewasa. Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menikah dengan Khadijah binti Khuwalid, beliau memerdekakan Ummu Aiman yang kemudian dinikahi oleh Ubaidullah bin Haris Al-Khazraji. Darinyalah ia melahirkan Aiman, yang pada gilirannya ikut berhijrah dan berjihad bahkan syahid tatkala perang Hunain.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memuliakan Ummu Aiman, beliau sering mengunjunginya dan memanggilnya dengan kata, "Wahai Ibu, ...." Beliau bersabda,

هَذِهِ بَقِيَةُ أَهْلِ بَيْتِى,وَيَقُوْلُ أّيْضًا:أُمُّ أّيْمنٍ أُمِّي بَعْدَ أُمِّي

"Beliau (Ummu Aiman) termasuk ahli baitku." Beliau juga bersabda, "Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibuku."

Ummu Aiman senantiasa berkhidmat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan lemah lembut terhadap beliau. Setelah datangnya masa kenabian, beliau bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَتَزَوَّجَ امْرَ أَةً مِنْ أَهْلِ الْحَنَّةِ فَلْيَتَزَوًجْ أُمً أَيْمَنٍ

"Barang siapa yang ingin menikah dengan wanita ahli surga maka hendaklah menikahi Ummu Aiman."
Pada saat terbunuhnya Umar bin Khaththab, Ummu Aiman menangis sambil berkata, "Pada hari ini, Islam menjadi lemah." Ummu Aiman wafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, tepatnya dua puluh hari setelah terbunuhnya Umar. Semoga Allah merahmati Ummu Aiman, pengasuh pemimpin anak Adam. Beliau adalah seorang wanita yang rajin puasa dan tahan lapar, berhijrah dengan berjalan, diberi minum yang tidak diketahui asal-usulnya, minuman dari langit sebagai penyembuh bagi beliau. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar berkata kepada Umar, "Pergilah bersama kami menemui Ummu Aiman, kita akan mengunjunginya sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengunjunginya." Tatkala mereka sampai di rumah Ummu Aiman, ternyata ia sedang menangis, keduanya berkata, "Apa yang membuat Anda menangis? Bukankah apa yang di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya?" Ummu Aiman menjawab, "Bukanlah saya menangis karena tidak tahu bahwa apa yang di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya, hanya saja saya menangis karena telah terputusnya wahyu dari langit." Hal itu membuat Abu Bakar dan Umar menangis, sehingga keduanya menangis bersama Ummu Aiman.
Ummu Aiman adalah seorang wanita yang cadel suaranya. Suatu ketika, beliau ingin menyeru kaum muslimin pada perang Hunain dan berkata, "Sabbatallahu aqdamakum (semoga Allah mengistirahatkan kaki kalian)." (Padahal mungkin yang dimaksud adalah "tsabbatallahu aqdamakum (semoga Allah mengokohkan kaki kalian", pent.). Karenanya, Nabi bersabda, "Diamlah, wahai Ummu Aiman, karena Anda adalah seseorang yang cadel lisannya." Di samping itu, Ummu Aiman memiliki sifat-sifat yang terpuji, ditambah lagi pada usianya sudah tua, beliau ingin menyertai para pahlawan Islam dalam menghancurkan musuh-musuh Allah subhanahu wa ta'ala. Oleh sebab itu, ia ikut dalam perang Uhud dan ikut andil dengan kemampuan yang ia miliki, ia memberikan minum bagi pasukan muslim dan mengobati yang terluka. la juga menyertai perang Khaibar bersama Rasulullah shallallahu sallam. Akhirnya, Zaid bin Haritsah menikahinya pada malam ketika ia diutus oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengannya, akhirnya Ummu Aiman melahirkan Usamah bin Zaid, buah hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah, Ummu Aiman termasuk wanita yang berhijrah angkatan pertama. Ummu Aiman berhijrah di jalan Allah dengan berjalan dan tanpa membawa bekal. Pada saat hari sangat panas, sementara ia sedang melakukan puasa, ia sangat kehausan, tiba-tiba ada ember di atasnya yang menjulur dari langit dengan tali berwarna putih. Lalu, Ummu Aiman meminum air yang di dalamnya hingga kenyang. Ummu Aiman berkata, "Saya tidak pernah lagi merasakan haus sesudah itu. Sungguh, saya biasa menghadapi rasa haus dengan puasa di siang hari, namun kemudian aku tidak merasakan haus lagi setelah minum air tersebut. Meskipun aku puasa pada siang hari yang panas, aku tetap tidak merasakan haus."

Src : Buku "Mereka adalah Para Shahabiyah" karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu An-Nashir Asy-Syalabi, Pustaka At-Tibyan, Cetakan ke-10, 2009.

Instagram : @liaa.fath
Facebook : Yulia Fathmah

Kisah Wanita TeladanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang