viii. blow and drip

21 3 1
                                    

Kepingan salju itu mulai jatuh ke rambut hitam milik Haruto. Dirinya yang tadinya sedang membakar kayu itu, masuk kedalam rumah pohonnya untuk mengambil mantel yang disediakan dari sananya.

"Diluar sudah mulai turun salju?" Tanya Asahi yang melihat Haruto terburu-buru untuk mengambil mantelnya. Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban lalu keluar kembali untuk melakukan aktivitas awalnya.

Asahi didalam sana hanya membuat ramuan untuk menyembuhkan tubuh dari luka dalam dan luar, berjaga-jaga jika kedua belasan terluka.

Pencarian masih belum mereka tentukan berapa hari lagi, hari ini petinggi peri sama sekali belum memberi kabar. Jadi, mereka memutuskan untuk melakukan aktivitas yang menguntungkan bagi mereka nanti.

Saat ini, Jihoon masih bersama sang adik yang kini suhu tubuhnya semakin naik bukan turun. Lelaki itu memejamkan matanya sebentar untuk tidak panik akan hal yang terjadi sekarang.

"Peri itu bohong," gumam Jihoon, Jaehyuk yang berada dibelakang Jihoon hanya menunduk tidak melihat Jeongwoo yang masih terbaring lemas.

Tapi tiba-tiba pintu di ketuk. Jaehyuk membukanya dengan segera dan, "boleh aku masuk?" Tanya Junkyu dari luar, setelah berfikir sebentar Jaehyuk memperbolehkannya.

Junkyu berjalan menelurusi ruangan sampai melihat kamar yang terdapat dua orang, Jihoon dan Jeongwoo. Matanya membulat ketika seseorang terbaring lemah. Ia segera masuk kedalam ruangan itu dan menghampiri mereka berdua.

"Bolehkah kita menyerah?" Tanya Jihoon tiba-tiba.

Junkyu yang mendengarkan itu menunduk, "sudah sejauh ini apa kau lebih memilih untuk menyerah?"

"Dia sakit, aku memiliki kewajiban untuk selalu menjaganya." Jihoon menjawab cepat.

"Kita melakukan ini bukan untuk kita sendiri, orang-orang yang akan merasakannya nanti. Disana bahkan lebih banyak orang yang menderita. Aku yakin, adikmu pasti akan sembuh." Junkyu menepuk pundak Jihoon ringan.

...

Yedam mengetuk-ngetuk alas meja dengan ujung jarinya. Dia dengar bahwa Jeongwoo sang adik dari pangeran Jihoon sakit. Pencarian akan semakin lama untuk dilakukan, dan para penduduk desa akan semakin kehilangan kesadaran sendiri.

Doyoung yang melihat Yedam dengan melipat kedua tangannya di dada kemudian memberikan ide, "bagaimana jika kita pergi tanpanya?"

"Bodoh. Kita tidak boleh meninggalkan orang yang telah mengikuti pecarian, lagipula Jihoon pasti tidak mau berangkat tanpa adiknya." Teguran Yedam membuat Doyoung sedikit menggerutu.

"Jane Blackwood?" Tanya Doyoung lagi.

"Entahlah, aku masih bingung dengan beradanya dia disini, aku juga baru pertama kali melihat gadis itu." Jawab Yedam, dirinya duduk diatas sofa samping Doyoung.

Mereka merenung, entah apa yang harus mereka lakukan sekarang. Tapi semoga Jeongwoo akan segera membaik, pikir mereka.

Kini Yoshinori sedang menikmati betapa dinginnya salju. Dari semalam, dirinya benar-benar tidak ada dalam kamar yang disediakan untuknya. Dirinya terlalu sibuk untuk menghirup udara dingin seperti saat ini.

Sedari kecil, ia selalu diancam untuk berada di udara dingin dengan pakaian yang cukup tipis. Dan sampai sekarang, setiap kali dia menemukan udara dingin pasti sudah terbiasa.

"Ayah ibu, aku akan membuat kalian bangga nanti. Tunggu kami menyelesaikan tugas kami, ya?" Ucapnya sambil melihat keatas langit.

Sungguh, tentang ancaman itu dia benar-benar tidak ambil repot. Sebenarnya dia merasa biasa saja saat diancam. Toh nanti kelak dia akan bisa menjadi seorang kesatria— walaupun sekarang belum.

"Nasihat-nasihatku akan membuatku menjadi seorang kesatria. Kalau itu semua tidak terjadi, biarkan aku menjadi kesatria dalam hati mereka." Gumam Yoshi kembali sambil memejamkan matanya.

Rasanya memang pedih saat kehilangan kedua orang tuanya.

Yoshinori berjalan, dirinya memutuskan untuk kembali ke rumah pohon itu. Selang beberapa menit, ia membuka pintu itu dan disambut dengan cengkraman dibagian kerahnya oleh Jaehyuk.

"Kau darimana saja, hah?" Tatapan tajam itu mulai mengintrogasi Yoshi.

"Jaehyuk, tunggu sebentar..." ucap Yoshinori dengan suara gentingnya.

Cengkraman itu terlepas, "dari semalam aku tidak melihatmu. Kau kabur karena tau Jeongwoo sakit?"

"Jeongwoo sak—"

"Atau kau yang membuatnya sakit? Kau meracuninya?" Semua perkataan itu membuat Yoshi membulat. Emosinya mulai tidak stabil mendengar tuduhan dari Jaehyuk.

"Jaga ucapan—"

"Jadi benar? Kau yang membuat dia sakit?!" Jaehyuk terus memotong dengan suara yang tinggi.

...

Junkyu dan Jihoon masih setia untuk melihat keadaan Jeongwoo sekarang. Lelaki itu tidak bangun dari pagi karena sakitnya. Tapi tiba-tiba, mereka berdua mendengar keributan di luar kamar.

Jihoon dan Junkyu segera beranjak dan hendak melihat keadaan.

"Jaehyuk Yoshinori, ada apa ini?" Jihoon bertanya sambil menatap kedua orang itu bingung.

"Dia yang membuat adikmu sakit, Jihoon." Jaehyuk langsung menjawab.

"Jangan membuat keputusan sendiri. Aku sama sekali tidak meracuni Jeongwoo. Bahkan aku tidak tau dia sakit. Percayalah, itu bukan aku." Timpa Yoshi untuk meyakinkan bahwa bukan dia yang membuat Jeongwoo sakit, "kau tidak perlu menuduhku seperti—"

"BAJINGAN! KAU BOHONG KAN?!"

BUGH...

Pukulan dari tangan Jaehyuk mengenai hidung Yoshinori, membuat cairan berwarna merah itu menetes. Jihoon dan Junkyu membulatkan matanya, mereka benar-benar tidak tau jika Jaehyuk akan marah seperti tadi.

Yoshi meraba hidungnya, melihat darah yang berada dijarinya dari hidungnya. Wajahnya memerah menahan amarah. Tangannya ia kepalkan dan satu pukulan hampir mengenai Jaehyuk karena Junkyu menahan Yoshi.

"APA MASALAHMU PADAKU?! KENAPA KAU BEGITU MARAH?!" Yoshi terus memberontak, Junkyu menahan dengan sangat kuat agar lelaki itu tidak melakukan hal yang sama seperti Jaehyuk tadi.

Jihoon yang juga menahan Jaehyuk, menarik lelaki itu agar menjauh. Dirinya membawa lelaki itu ke dapur, mencoba untuk membuat Jaehyuk tenang sedikit.

Junkyu membawa Yoshi keluar dari rumah itu dan memilih untuk menuntunnya ke rumah pohon lainnya.

Yoshinori dan Junkyu duduk diatas sofa, "ceritakan yang sebenarnya, kenapa kalian bisa bertengkar seperti tadi?" Tanya Junkyu.

Yoshi diam, dia tidak ingin bicara sekarang. Statusnya sebagai penasehat bukan untuk dirinya sekarang. Karena semua nasehat yang dia lontarkan dulu sudah ditolak mentah-mentah oleh hatinya yang sekarang.

Mashiho dan Junghwan yang mendengar suara Junkyu menghampiri keduanya.

"Kalau kau tidak ingin menceritakannya sekarang tidak apa, istirahatkan dirimu terlebih dahulu baru kau bicara denganku. Kau boleh tinggal disini jika mau." Ujar Junkyu menenangkan. Yoshi hanya bisa memejamkan matanya, hidungnya masih berdecak dengan darah juga ada rasa yang perih saat dipegang.

————

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Journey of Dozen: Sorcery of DefenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang