Hombre 9

1.9K 199 5
                                    

Hari tetap berjalan. Keadaan Win semakin melemah. Ujaran kebencian tak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari Win. Meja yang selalu penuh dengan sampah. Bahkan Bright sudah berpindah tempat. Sekarang Win duduk bersama Ello.

Win memainkan perannya dengan sempurna. Terlihat bahagia ketika bersama Ello. Win dan Bright seperti orang asing yang tak saling kenal. Win menarik nafasnya.

"Sudah bahagia ya Bai? Terus kayak gitu ya biar gue gak berat ninggalin lo. Biar gue gak kepikiran lo terus" batin Win.

Win menatap Bright yang sedang tertawa bersama Nika. Nika menatap Win dengan tatapan sendu. Win sadar akan tatapan Nika. Win tersenyum dan menganggukan kepalanya.

Mulut Win mengucapkan kalimat tanpa suara.

"Jaga Bai ya. Jangan bikin dia sedih"

Nika menganggukan kepalanya. Ello datang dan merangkul Win. Untuk sementara penyemangat Win hanya Ello.

Ello membawa Win ke taman sekolah. Ello hanya ingin Win sedikit merasa tenang.

"Duduk"

Win duduk di salah satu kursi taman itu. Lalu Ello duduk di samping Win.

"Lo yakin gak mau kasih tau Bright?"

"Gak"

"Lo egois tau gak Win. Lo cuma mikirin diri lo. Lo gak mikirin perasaan Bright. Lo gak lihat? Ketawa dia beda. Dia bukan yang dulu Win"

"Biarin. Sebentar lagi mungkin dia akan terbiasa"

"Gak tau deh. Gue capek nasehatin lo"

"Kalau gue mati, ada gak ya yang nangisin gue? Sedangkan gue aja gak ada teman. Gue pengen ngerasain punya teman gitu. Yang kalau gue sedih mereka bakal peluk gue. Yang anggap gue sebagai adik atau kakak gitu. Gue pengen banget temen gue elus rambut gue"

"Lo punya gue" ucap Ello.

"Ya cuma lo sama Nika. Dari dulu gue mau cari teman tapi Bai selalu ngelarang. Dia selalu bilang, buat apa cari teman, kan ada gue. Mereka bisa aja gak tulus ke lo"

"Yah sekarang gue gak punya teman. Bai juga sudah jauh"

"Gak perlu sedih, ada gue. Gue bakal selalu ada buat lo"

"Thanks"

"Lo kapan check up?"

"Nanti pulang sekolah"

"Gue antar ya?" tawar Ello

"Gak usah. Gue sendiri aja"

"Sekalian ada yang mau gue bicarain sama lo"

"Pulang dari check up aja. Gue bentaran kok check upnya. Kita ketemu di taman komplek"

"Yakin gak mau gue antar? Lumayan hemat lo"

"Gak usah. Gue bisa sendiri"

"Oke"

Win dan Ello terdiam.

"Eh ini beneran kan guru gak ada? Berarti nanti langsung pulang?" tanya Win

"Iya"

Win melihat jam tangannya.

"5 menit lagi pulang. Ayo balik ke kelas"

"Ayo"

Win dan Ello meninggalkan taman itu. Win kembali memasang topeng gembiranya. Win kembali tertawa bersama Ello.

Sesampainya di kelas, bel tanda pulang sekolah berbunyi. Semua orang berlari keluar dari kelas. Banyak yang menabrak tubuh Win namun tak meminta maaf.

"Tepat waktu. Gue pulang duluan ya"

"Oke, nanti gue call lo kalau gue udah OTW"

"Oke"

Win segera melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Bright hanya memperhatikan Win yang menjauh darinya. Ello yang sadar akan pandangan Bright ke Win hanya tersenyum licik. Bright melangkah mendekati Ello.

"Mau ngapain lo sama Win?"

"Emang kalau gue sama Win mau ngapa-ngapain harus lapor sama lo? Gak kan? Lo bukan siapa-siapanya Win"

"Oh jangan-jangan lo mau sex? Murahan banget Win"

"Kalau gak tahu apa-apa mending tutup mulut lo"

"Gimana rasanya Win? Enak? Iyalah gue jaga dari dulu. Eh ketemu lo mau diajak ke hotel"

"Cowok atau cewek lo? Mulut kok gak dijaga"

"Ambil deh tuh cowok murahan. Gue bersyukur bisa lepas dari dia"

Bright meninggalkan Ello terlebih dahulu. Tangan Ello sudah mengepal di samping tubuhnya.

"Gue pastiin lo bakal nyesal suatu saat nanti"

Ello meninggalkan kelas itu. Sekolah pun mulai sepi. Sedangkan di lain tempat, Win turun dari taxi yang dinaikinya.

Win menuju ke tempat yang sudah di janjikan. Ruang dokter penyakit dalam. Win membuka pintu ruangan itu. Dokter yang sudah menunggu Win pun tersenyum.

"Kamu langsung ke sini Win?"

"Iya dok. Masak mau main dulu"

"Kamu gak kecapekan kan?"

"Gak kok dok. Tapi gak tau kenapa tubuh saya makin lemas dok. Rasanya capek padahal saya gak ngelakuin apa-apa"

"Kita periksa dulu ya"

Win melangkah menuju ke brankar untuk pemeriksaan. Dokter mulai menjalankan tugasnya.

"Kamu minum?"

"Ya iyalah dok saya minum. Kalau gak minum ya mati"

"Win kamu tahu maksut saya"

"Hehehe iya dok, sedikit kok"

"Kamu tahu kan resikonya? Gak peduli itu sedikit atau banyak"

"Jujur saya capek dok. Harus minum obat setiap hari. Dilarang apapun itu"

"Itu juga demi kesehatan kamu"

"Apa bisa menjamin kalau saya lakuin semua itu, saya bakal sembuh? Lama-lama saya juga bakal mati kan dok? Saya tahu dok pembicaraan dokter sama bunda kemarin"

"Kamu bisa sembuh Win. Kita tunggu ada yang mendonorkan jantungnya buat kamu"

"Gak tahu kapan kan dok? Bisa saja sebelum itu saya sudah meninggal"

Dokter itu mulai menarik nafas. Kepalanya pusing menghadapi keras kepalanya Win.

"Obat kamu sudah habiskan? Saya kasih resep lagi ya. Kamu harus kuat demi Bunda kamu"

"Ya, setidaknya saya punya alasan buat bertahan"

Dokter dan Win kembali duduk di tempat semula. Dokter mulai menuliskan resep yang harus ditebus oleh Win.

"Kamu harus rajin minum obat Win"

"Iya dok. Terima kasih"

"Sama-sama. Kalau ada apa-apa cepat hubungi saya atau Bunda kamu"

"Dokter tenang saja. Kata dokter, Win anak kuat"

"Ya ya ya. Terserah kamu Win"

"Saya permisi dulu ya dok"

"Hati-hati dijalan Win"

Win hanya mengatakan oke tanpa suara. Win berjalan menuju ke arah apotik di rumah sakit itu untuk menebus obatnya. Win memutuskan untuk pulang. Badannya terasa lelah sekali.

🤍🖤

Satu kata buat Bright?

2920 Days [ Bright x Win ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang