18. Puncak Runtuh pt. 3

1.6K 162 28
                                    

Semua sepupu, kecuali Jiro dan Nafi sudah berkumpul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua sepupu, kecuali Jiro dan Nafi sudah berkumpul. Bahkan masing-masing orang tua mereka ada di kamar yang penghuninya masih tenggelam di dunia bawah sadar.

"Kamu makan dulu, Tik. Nanti kalo Clay bangun liat Maminya tambah kurus pasti ngomel."

Sejak dipindah rumah sakit, Santika tak beranjak sedikitpun dari kursi samping ranjang seraya menggenggam tangan sang putra. Sesekali mengajak berbicara dan mengecup tangan itu.

"Clay lama banget bangunnya, mbak."

"Sabar. Clay masih mau istirahat," Lina mengusap bahu adik iparnya itu.

Kenan maju karena melihat pergerakan kecil di jari Clay. Dia menekan cukup kencang ujung beberapa jari dan mendapat respon yang membuat senyumnya terbit.

"Bentar lagi, Te. Liat nih." Kenan mengulang hal yang sama dan Clay juga memberi respon sama; menggerakkan jarinya.

Sontak Santika berdiri, mengusap pelipis, mendekatkan mulut ke telinga Clay, kemudian berbisik, "Bear, denger Mami 'kan sayang? Semuanya nunggu Clay. Semua sayang sama Clay. Istirahatnya jangan lama-lama, ya?"

"Gilbran," panggil Wira, sang kakak tertua memberi kode mata untuk bergabung dengan yang lain.

Begitu duduk, Gilbran mendapat tatapan intimidasi dari tiga kakak kandungnya. "Udah tau salah lo dimana?" tanya Wira memancing.

"Kali ini penyesalan gue bener-bener dalam, Mas. Keegoisan kami hampir bikin kehilangan Clay. Ayahnya Santika bener. Ngurus satu anak aja nggak becus, gimana mau dikasih lebih."

Kakak yang paling dekat dengannya, yaitu Rafael pun bergeser menepuk punggung sang adik. "Lo harus manfaatin kesempatan yang udah Tuhan kasih dengan baik. Ubah sifat workaholic lo. Meskipun Clay udah dewasa bukan berarti bisa dilepas gitu aja." Mendapat anggukan patuh.

"Sebagai Ibu, bukannya mbak bias tapi cara lo yang memasrahkan semuanya ke Santika juga salah, Bran. Emang dia udah tolak tawaran jadi direktur utama, tapi kalian juga sama-sama salah karena merasa udah mengurangi porsi kerja jadi perhatian ke Clay cukup. Nyatanya belum," satu-satunya kakak perempuan一Laura menambahkan.

Gilbran menatap sendu sang anak. Matanya berembun. "Gue sama Santika udah janji bakal jadiin Clay prioritas."

"Jangan cuma janji doang. Setelah ini, Clay sangat butuh topangan kalian." Tatapan Wira masih belum melunak pada adik bungsunya. Sebagai kakak tertua, terlebih laki-laki, dia merasa perlu menggantikan posisi mendiang sang Ayah.

"Kalian istirahat dulu. Ajak Santika makan. Dari kemarin kan udah jagain Clay, jangan sampe ikutan sakit."

"Tenang, ada kami yang jagain Clay."

Dewi dan Luna berucap bergantian.

Maka Gilbran bangkit, menghampiri istrinya dan membawa keluar untuk menenangkan pikiran sejenak.

Takut Dewasa ⁽ᴱᴺᴰ⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang