Ruangan kelas yang renggang, jam makan siang membuat kelas terasa lebih luas. Hanya tersisa beberapa orang disana termasuk si Alexander paling tua dan si Paling muda.
"Ares kemana pan?"
"Tidak tahu. Mungkin Kantin."
Keduanya duduk sambil menjatuhkan tubuhnya diatas meja, kelelahan karena semalam membersihkan hasil perbuatan mereka, kecuali Evand sepertinya.
"Kenapa itu meledak ya? Apa karena aku menggunakan energi ku terlalu banyak saat menyentuhnya? Dan kenapa warna energi ku jadi sangat terang saat menyentuhnya?"
"Hey pan."
"Hm?"
"Kenapa kemarin benda itu meledak ya?"
"Aku juga penasaran. Bagaimana kalau kita cek?"
Evand berdiri dan menarik Genio keluar kelas. Kakinya bergerak cepat menarik Genio tanpa menunggu, mengarah ke sebuah pintu besar di lorong yang lumayan sepi. Pintu itu dibukanya dan nampaklah sebuah ruangan besar penuh buku dengan orang-orang yang larut sibuk dalam pemikiran mereka, tempat dimana orang-orang sabar dapat menambah wawasan, perpustakaan.
"Tidak! Jangan bawa aku ketempat menyeramkan ini!"
Genio bertindak berlebihan lagi, dan Evand hanya menanggapinya dengan wajah datar. Ini hanya perpustakaan bukan penjara bawah tanah abad pertengahan.
"Kebodohan mu membuat tempat ini jadi menakutkan."
Mereka berdua pergi menuju meja salah satu penjaga perpustakaan yang nampak masih terlihat muda, mungkin umurnya tidak terlalu jauh dengan Genio.
"Ekhm Il libro di Alessandro." Sedikit berbisik, perkataan Evand membuat si penjaga dengan name tag 'Mike' itu mengubah raut wajahnya. Setelah itu dia memberikan Evand sebuah kartu sambil tersenyum hormat.
Merasa heran dan ingin bertanya namun
Genio malah mengurungkan niatnya, kemudian pergi setelah ditarik lagi oleh Evand."Kamu berbicara bahasa ikan? Lalu apa yang dia berikan tadi? Kenapa dia terlihat terkejut?"
Berhentilah mereka di hadapan satu rak buku tua yang besar berada di bagian paling belakang perpustakaan, tak ada satu pun orang yang mengunjungi bagian ini kecuali mereka berdua. Evand berbalik menatap jengah Genio, kakaknya berpikiran abstrak lagi.
"Bahasa yang terdengar asing bagi mu bukan berarti bahas ikan bodoh. Dia Mike, semacam easter egg yang papa tempatkan di sini. Masih salah satu anak buah papa juga, karena aku yang pertama menemukannya jadi aku yang mendapatkan hadiahnya, tersisa dua easter egg lagi. Tapi mungkin salah satunya sudah ditemukan oleh Ares."
"Wait, what? Kenapa aku tidak tahu itu?"
Genio larut dalam kebingungannya, dia bahkan tidak melihat cara Evand membawanya masuk ke dalam sebuah ruangan yang asing.
"Hei tunggu bagaimana kita bisa disini?"
"Ck tentu saja melewati pintu yang ada di belakang mu, menurutmu apa gunanya kartu tadi?"
Tubuhnya berbalik arah melihat rak buku tua tadi ternyata berfungsi sebagai pintu rahasia, dan kartu yang barusan Evand bawa adalah kuncinya.
"Tidak ku sangka ada ruangan rahasia di sekolah ini."
"Kamu tidak akan bisa menebak jalan pikiran papa kan? Nah mari kita mulai. Karena ini ruangan ku tentu sudah ku renovasi, untung saja basic nya adalah laboratorium jadi tidak susah untuk mengubahnya."
Ruangan bercat putih dengan banyak alat-alat laboratorium serta rak-rak buku yang berjajar di sepanjang dindingnya.
"Pertama ayo cari dulu buku referensi, agar setidaknya kita mendapatkan sedikit petunjuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal School
FantasyGenio Alexander, putra tertua keluarga Alexander. Sifatnya yang dewasa tak memungkiri bahwa dirinya sama-sama aneh seperti kedua adiknya. Ares Alexander, putra kedua keluarga Alexander. Terlihat tak begitu baik dengan ayahnya sendiri, namun begitu p...