Matahari sudah berpindah ke sisi lain dan bulan mulai naik. Malam yang sunyi di kediaman keluarga Alexander.
Wajah Evand yang Bengkak dan matanya yang merah, ia memilih berjauhan dengan kedua saudaranya sebagai simbol penolakan, merajuk sepertinya.
"Hei duduk disini."
"Tidak mau."
"Ayolah aku hanya bercanda."
"...."
Duduknya semakin mendekat pada seorang pria dewasa, mengadu atas perbuatan kedua kakaknya.
"Berhentilah merajuk, kedua kakakmu sudah meminta maaf, sana kembalilah."
Suara hangat itu mampu membuat sesegukan Evand berhenti, meredakan rasa kesal dan marahnya hingga mau kembali duduk di tengah-tengah Genio dan Ares.
Ruangan luas di dalam sebuah bangunan tempat tinggal yang mewah, tempat dari para Alexander berada.
"Terimakasih pa."
"Makanlah dengan lahap, hari ini pergilah untuk mengecek kesehatan mu Genio, Ares dan Evand sudah melakukannya."
Dalam satu meja makan yang mewah, hanya terdengar dentingan suara alat makan yang bersentuhan dengan permukaan piring putih, diatas meja marmer berkualitas tinggi.
Disana, tepat diujung meja. Singgasana sang kepala keluarga berada, Aoisuke Alexander.
Namanya biru, mewakili megahnya langit dan tangguhnya samudera. Untuk mewakili namanya, ia menjadi sosok yang tinggi dan tangguh serta dipuja banyak orang karena kehebatannya.
Namun, bagi ketiga Alexander junior ini sosoknya adalah seorang ayah, orang yang mengurus mereka sejak sadar akan dunia. Menggantikan sosok ibu, sosok teman, sosok Hero yang sebenarnya.
Tentu saja mereka juga ikut menanggung nama Alexander yang mereka dapatkan.
"Papa dengar kalian dipanggil oleh kesiswaan? Kenapa?"
"Uhuk ehem..."
Genio tersedak makanannya, Sir Cyber tidak bercanda bahwa dia akan mengadukan kasus tadi pada ayahnya, gawat.
"Tidak apa-apa, hanya kecelakaan kecil dan tidak perlu dikhawatirkan karena saya sudah membereskannya dengan tenang."
Ares dan Evand saling lirik dan mengangguk dengan kaku, takut sang kepala keluarga marah.
"Baiklah, jangan sampai terulang. Jangan pernah mengotori nama kalian karena itu sama saja mengotori namaku yang merawat dan mendidik kalian."
Genio menunduk, Evand meremas kuat tangan Ares di bawah meja sedangkan Ares menatap datar pada makanannya. Mereka cukup tahu diri untuk mengerti, nama mereka, hidup mereka, dan nyawa mereka harus selalu dijaga untuk tetap ada setelah semua kerja keras yang mereka lalui.
"Aku selesai."
Ares menaruh kembali alat makannya, berdiri menghadap Papanya dan meminta izin untuk kembali dan beristirahat di kamarnya.
Lampu-lampu di rumah itu padam, hanya beberapa yang menyala menemani aktivitas larut malam. Salah satunya ruangan dengan tanda plus berwarna merah diatas latar putih, tergantung didepan pintu, ruang kesehatan pribadi keluarga Alexander.
Genio disana, duduk tenang dengan berbagai macam alat yang menempel ditubuh polosnya. Badan yang tinggi tegap terbangun oleh tulang dan otot yang kokoh, bisa membuat para wanita diluar sana langsung berlutut, apa lagi didukung oleh wajahnya yang bak aktris papan atas.
"Otot lengan mu sepertinya Bekerja lebih keras, apakah kamu menambah beban olahragamu?" Ucap pria berjas putih tanpa mengalihkan pandangannya dari monitor.

KAMU SEDANG MEMBACA
Normal School
FantastikGenio Alexander, putra tertua keluarga Alexander. Sifatnya yang dewasa tak memungkiri bahwa dirinya sama-sama aneh seperti kedua adiknya. Ares Alexander, putra kedua keluarga Alexander. Terlihat tak begitu baik dengan ayahnya sendiri, namun begitu p...