8

2 2 0
                                    

Keputusan dari sang ayahanda tetap membuat mereka sedikit bingung kemarin, meski begitu perkataan ayah mereka sangat membantu. Seperti burung yang masih belajar untuk terbang, melangkah untuk mengepakkan sayap terasa menyeramkan. Masih perlu bimbingan, contoh, dan dorongan dari sang pemimpin keluarga.

"Hey Evand, berhenti melamun."

"Ah maaf."

Meja para siswa hari ini dibuat menyatu menjadi beberapa kelompok, seperti biasa ketiga Alexander ini berada dalam satu kelompok lagi. Namun kali ini sedikit berbeda, dikarenakan satu kelompok butuh setidaknya 5 orang siswa, para Alexander ini kedatangan dua tamu dalam kelompok mereka.

"Jadi kelompok kita masuk di gelombang kedua. Untuk daftarnya, ada aku Lian sebagai assasin lalu Jule sebagai tank, Genio sebagai penembak jitu, Ares sebagai fighter dan Evand sebagai penyihir."

"Tunggu- Jule? Kamu tank?" Ucap Genio yang lancar meluncur dari mulutnya. Siapa yang tidak akan bertanya seperti itu pikirnya. Memang, jika dilihat-lihat Jule tidak cocok sebagai tank dengan tubuhnya yang mungil ditambah lagi dia ini sesosok wanita muda, siapa yang akan yakin menyerahkan posisi tank padanya.

"Kamu hanya belum melihatnya di lapangan. Nanti seorang penyerang jarak jauh seperti mu akan sangat membutuhkannya."

"Nah, sebenarnya aku juga tidak percaya. Jule? Tidak mungkin, tapi jika dia seperti Ruri yang selalu terlihat menyeramkan meskipun seorang perempuan, aku percaya."

Ares tiba-tiba ikut berdebat dengan mereka, sedangkan yang menjadi bahan pembicaraan malah diam tak berkutik ntah itu pasrah atau hanya malas meladeni.

Hanya satu yang tak ikut menimpali, siapa lagi kalau bukan Evand. Dia sibuk melihat keluar jendela, memperhatikan anak-anak dari kelas sebelah yang berkumpul di taman dekat kelas mereka.

"Mereka berada di daerah yang sama dengan Oriental Academia tapi berbeda ya, apa namanya? Academi of ninja?  Itu keren tapi kenapa ya hanya mereka berempat yang masuk kesini? Apakah di sekolah asalnya juga hanya sedikit? Aku dengar sekolahnya berasrama dan ketat juga, ah tapi sekolah swasta seperti itu memiliki kualifikasi yang berat. Ya tidak terlalu peduli juga aku."

"A-akh. Jadi Evand bagaimana apakah kamu setuju? Aduh..."

"Huh apa?"

Kesadarannya kembali masuk ke dunia nyata. Pandangan pada dunia luar pun teralihkan dan pemandangan selanjutnya adalah ketiga orang di meja yang dia tempati bersama, terlihat lah mereka yang sudah tergeletak dengan kepala benjol dan Jule yang tiba-tiba saja memiliki palu besar bertengger manis di pundaknya.

"Eum kenapa kalian?"

"K-kami baik-baik saja, sungguh."

Evand yakin mereka tidak baik-baik saja, namun jika sudah berkata demikian yaudah pikirnya.

"Aku tak keberatan apapun keputusan kalian selama tidak membebani ku."

"Baiklah kalau begitu-"

Tok

Tok

Tok

Satu kelas senyap setelah tiga ketukan pada pintu kelas mereka, bertanya-tanya siapakah di luar sana. Selang beberapa detik pintunya terbuka dan menampilkan sesosok pria berbadan tinggi besar, berdiri tegap di depan mereka.

"Halo, senang bertemu dengan kalian semua para calon pahlawan dimasa depan. Aku ingin meminta perhatian kalian semua, bisa?"

Dengan senang hati mereka memperhatikan, kesempatan langka bisa bertemu dengan pahlawan pemimpin pasukan hebat sepertinya.

Normal SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang