20

11.6K 1.3K 45
                                    

Keluar dari tempat itu, Bram membawa Aris dan Tya makan di restoran mewah.

"Maaf kalau aku membawa dek Aris ke sana tanpa meminta ijin tapi aku tidak mau mereka merendahkan mu" kata Bram seraya memotong steaknya.

Aris menatap Bram.
"Mas sudah banyak membantu ku, aku tidak tau bagaimana caranya membalas budi"

Bram balik menatap Aris dengan tatapan serius.
"Andai aku bisa meminta, aku hanya ingin kamu mencintai ku balik.. tapi aku tak mau membuat kamu terpaksa memilih ku"

"Mas aku-"

"Tidak, jangan jawab sekarang.. tunggu beberapa bulan atau tahun lagi, biarkan aku tetap di sisi dek Aris dan Tya sampai kamu bosan melihat aku di sekitar kalian"

Aris mengengam erat garpu dan pisau makannya.
"Aku tidak akan menjawabnya sekarang.. tolong beri aku waktu" Aris menundukkan kepalanya.

Walau pun Bram sangat baik tapi Aris masih merasa trauma untuk mengambil resiko terlebih Bram orang kaya sedangkan Aris hidup sederhana.

Bram menyentuh tangan Aris.
"Tolong jangan di jadikan beban ya dek, mas tidak mau kamu sakit" senyum terukir di bibir Bram.

Melihat Bram menyentuh tangan Aris, Tya menyodorkan tangannya.
"Tya juga ! Ini...tangan Tya!"

Bram tertawa pelan lalu menyentuh kedua tangan Tya.
"Ehehehe.. " Tya terlihat senang saat Bram mengengam kedua tangan mungilnya.

Aris bisa melihat betapa bahagianya Tya saat bersama Bram, sosok yang sangat perhatian padanya dan Daniel tak pernah bersikap seperti itu pada anaknya sendiri.

Di tengah mereka sedang makan, Tya terlihat sangat mengantuk.
"Sayang, selesaikan makan mu dulu" tegur Aris.

"Hm...Mm.. " Tya mengangguk dengan mata tertutup.

Bram mengusap bibirnya dengan tissue makan lalu beralih mengendong Tya.

"Mas Bram.. mas belum selesai makan, biar aku saja"

Bram tersenyum.
"Makan lah yang banyak... Setelah pulang dari sini, mas baru bisa bertemu kalian besok jadi malam ini dek Aris yang mengurus Tya, mas bisa makan di rumah lagi"

"Ah, iya" Aris kembali duduk di kursinya, matanya tak bisa lepas dari Bram yang terlihat sangat menyayangi Tya.

Dia membawa Tya berjalan-jalan di sekitar restoran sembari menepuk-nepuk pelan punggung Tya, Bram belum pernah memiliki anak tapi dia tau caranya bersikap sebagai orang tua.

.
.

Sampai di apartemen, Bram membaringkan Tya di tempat tidurnya.

"Dia tidur nyenyak.." Bram menarik selimut Tya.
".. kalau begitu, mas pulang dulu"

Aris mengantar Bram hingga depan lift.
"Dek Aris tidak perlu mengantar mas sampai sini, biasanya kan di depan pintu" Bram terkekeh pelan.

"Iya mas" jawab Aris.

"Ya sudah, mas pergi dulu ya" Bram mengusap pelan pucuk kepala Aris lalu melangkah masuk ke dalam lift.

Aris meremas celananya.
Saat Bram berniat menekan tombol lift, Aris tiba menahan tangan Bram.

Deg!
Mata Bram membulat saat bibir lembut Aris mendarat di bibirnya.

Blush!
Kedua pipi Bram memerah.

"D-dek Aris"

Aris meremas jas Bram.
"Hati-hati di jalan mas Bram"

Setelah berkata seperti itu, Aris buru-buru keluar dari dalam lift lalu menekan tombol hingga pintu lift tertutup.

Bram masih syok, dia tidak menduga untuk serangan dadakan itu.
"U-uah.. aku memang pernah menciumnya saat dia heat tapi saat dia sadar kenapa jantung ku berdebar sekencang ini !" Bram meremas baju di bagian dadanya.

.
.

Bersambung ...

(Tamat) Second Choice (ABO 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang