4. Setelahnya

64 7 8
                                    

Tidak, tidak ada yang terjadi hari ini. Penonton kecewa. Setelah mendengar Graha mengatakan itu, gue langsung ngacir ke kamar mandi, membersihkan tubuh berendam di bathup selama mungkin. Berdiri berjam-jam menyalami tamu itu sangat melelahkan.

Dan jangan lupa bahwa gue lumayan terpaksa menerima pernikahan ini. Jangan membicarakan cinta apapun, karena nggak pernah sekalipun bayangin kalau gue bakal menikah dengan Graha. Tapi bukan berarti kalau gue nggak pernah tertarik sama Graha.

Wajar. Siapa yang nggak tertarik? Graha itu banyak poin plusnya.

Graha cakep abiez.

Tajir.

Keluarganya terpandang.

Lulusan sekolah tinggi intelegen.

Dan jangan lupa. Ini paling penting. Graha punya roti sobek😍

Gue selalu takut jatuh cinta sama Graha, bahkan sampai sekarang. Pernah nggak sih kalian merasa tidak pantas untuk laki-laki manapun karena kekurangan kalian. Takut ketika menikah, suatu hari nanti saat bangun pasangan tindak mengiginkan kita lagi. Itu ketakutan gue dari dulu, mengingat bagaimana keadaan keluarga gue

Yah walaupun kenyataannya malah Graha yang malah suka sama gue.

Gue bukan cewek cuek bebek yang nggak tahu kalau ada yang suka. Gue tahu persis Graha seperti udah suka sama gue dari lama. Tepatnya dari kami SMP, tapi karena dari dulu dia nggak pernah mengungkapkan perasaannya ke gue dan malah pacaran sana sini dengan teman sekelas, adik kelas dan kakak kelas. Dan itu yang bikin gue memilih untuk denial saja.

Ealah. Capek-capek menahan diri malah dinikahi.

"By the way, kamu keberatan nggak kalau kita tinggal di rumah sewaan sementara, rumah yang di Pandawa belum selesai di renov, tapi tenang aja rumah yang aku sewa lumayan besar buat kita, deket jalan, deket kantor juga, " ucap Graha yang baru saja keluar dari kamar mandi mendekat ke kasur.

Sumpah, demi apapun Graha cakep banget. Gue jarang banget lihat aura Graha yang kayak ini.

Apakah ini yang disebut aura pengantin baru?

Kaos putih yang mencetak bentuk tubuhnya, dan celana training hitam yang pas di kaki jenjangnya. Jangan lupa dengan bulir-bulir air yang menetes dari rambut hitamnya.

Kayaknya habis keramas.

"Lo-jamu di kamar mandi lama mikirin itu?"

Graha nyengir.

"Aku takut kamu nggak mau, "

"Deket tempat kamu sama ko Kevin jualan seblak? " tanya gue sambil menggeser badanku ke samping waktu tubuh besar Graha melesak ke ranjang.

Jantung gue jumpalitan.

"Iya, itu rumahnya atasan, tapi aku sama Kevin disuruh tinggal di situ aja daripada kosong gitu, "

Loh. "Kita tinggal sama Ko Kevin juga?"

Graha langsung menoleh ke gue, raut wajahnya berubah. Kayak kesal?

Wahh gue sering lihat wajah Graha dari dekat, tapi berubahnya status kami dari sahabat menjadi suami-istri benar-benar bikin cara gue melihat Graha berubah.

Lumayan jadi lebih waspada. Karena ya gue tahu, gue perempuan dewasa dan Graha juga lebih dewasa. Mantannya banyak tapi nggak sampai dapet predikat playboy.

"Mana bisa Kevin tinggal sama kita, dia tinggal di mess kantor, " ucapnya sengit.

Whoaa, santai boss.

"Gu-aku ngrepotin dong? "

Asli barusan Graha hampir melotot. Bukan melorot okay?

"Nggak lah. Emmm ngomong- ngomong- "

Graha tidak melanjutkan perkataannya, tubuhnya mendekat ke gue, membuat alarm warning siaga di otak gue. Tiba-tiba saja Graha merebahkan tubuhnya, dengan paha gue sebagai bantal.

Gue terhenyak. Ini terlalu dekat dan in-tim. Sebelum ini kami dekat, sangat dekat sebagai sahabat, tapi Graha tahu batasannya, paling mentok dia cuma bersandar di pundak gue aja.

"Bentar aja, kita udah sah kan? Kamu nggak akan nimpuk pake bantal kan?"
Setelah bicara begitu, dia membalikan badan menghadap tubuh gue, tangan kekarnya langsung memeluk perut gue erat.

Njir. Malu bgt.

Posisi apa ini. Buru-buru gue tampik perasaan itu. Bagaimanapun gue sama Graha itu suami istri, dikedepannya, akan lebih banyak touching lebih dari ini. Asli ini bikin merinding.

Dan entah setan mana yang mengambil alih badan mungiel gue ini, tangan lucknut gue bergerak mengusap rambut Graha pelan. Masih sedikit basah.

"Bikin ngantuk diusap gitu, tapi suka, " Graha terkekeh.

"Dahlah aku juga mau tidur, minggir! " sahutku sedikit ketus. Aku takut salting.

"Mau peluk dong, "

Cobaan apalagi ini Tuhan.

Benar saja waktu gue baring, Graha langsung memeluk gue dari belakang. Pliss jantung, tahan dikit.

"Kamu deg-degan ya? "

Plakk...

"Sakit Nad, "

Gue refleksnampar wajah Graha saat tangannya meraba dada gue.

"Maaf... Maaf... Habisnya itu tangannya kemana- mana! Aku kan jadi refleks, " gue khawatir melihat sudut mata Graha yang merah karena gue tampar.

"Nggak ada niat megang itu Nad, tadi mau ngecek kamu deg-degan enggak, udah itu doang sumpah, " ucap Graha tidak kalah panik, mungkin dia takut gue mikir yang nggak nggak. Padahal sudah sah, harusnya bebas melakukan apa saja.

"Iya maaf, mana yang sakit? Ini? " tanyaku sembari mengecek mata Graha. Takut saja jari gue tadi mencolok matanya.

Untuk pertama kalinya gue terpana, melihat mata tajam Graha sedekat ini. Jujur saat ini Graha tengah menatapku juga. Tapi dengan tatapan yang lebih lembut.

"Kamu cantik banget Nad, " gumamnya samar.

Gue masih terpaku. Dan pria di depan gue inj mengatakan sesuatu lagi.

"Aku udah sayang sama kamu dari lama, bukan sebagai sahabat, adik atau tetangga. Tapi sebagai perempuan Nad, "

Gue mulai linglung.

"Mantanku memang banyak, tapi itu salah satu ikhtiarku biar bisa move on dari kamu-"

"Tapi aku salah, aku malah makin nggak bisa menahan perasaan ini. And finally, you're mine Nad, I love you, really love you, "

Gue benar-benar terpaku. Mata sayunya. Tatapan tulusnya. Apalagi saat kepala Graha mulai mendekat. Mengecup dahi gue lama.

"Thank you for being my world dan terima kasih sudah mau jadi istrinya mas, " bisiknya pelan.

/tbc

Sorry guys, I had to change the POV of this story. I hope you'll still like this story. Thanks.

And don't forget to check my story, "cinta & limit tak hingga"

About Sarah- who has to replaces her sister to marry Bima.

---

Intaian RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang