06

23 3 0
                                    

Hari senin telah tiba lagi. Cepat sekali. Baru kemarin hari minggu, besoknya udah senin lagi aja. Kenapa kalau senin ke minggu lama banget. Rasanya mau protes sama yang buat hari.

Seperti yang lainnya, Juan sudah berada di tengah-tengah antara teman sekelasnya di lapangan. Upacara selalu tidak tertinggal. Sepertinya kalau lapangan berubah jadi sawah, baru upacara ditiadakan.

Suasana kali ini berbeda karena ada Arwin ditengah-tengah mereka. Lelaki itu menjadi sorotan. Bahkan membuat para perempuan yang berada dekat dengan barisannya tak kuat menahan girang.

Setelah sekitar hampir 45 menit tersorot matahari, semua siswa dibubarkan. Juan bersama Hira dan Raga menuju kantin untuk menghilangkan haus.

"Ellen? Ngapain sendirian disini?" Juan bertanya ketika tidak sengaja melihat Ellen berdiri ditengah jalan.

Ellen yang sedang mencari Arwin tersentak karena terkejut. "Lagi... nyari tempat duduk,"

"Bareng aja sama kita." Raga maju selangkah. Dia kemudian merangkul perempuan itu dan duduk di salah satu meja kosong.

"Raga aneh gak sih?" Hira mengamati Raga dan Ellen dari jauh. Juan mengangguk ikut memperhatikan.

"Iya. Mentang-mentang cantik, jadi kita dilupain." matanya menyipit pura-pura kesal.

Mereka mendekat dan duduk bersama. Tapi Hira tidak langsung duduk karena sedang mau jadi babu alias dia yang pesan minum.

"Ju, inget gak waktu kita ke Mall lusa kemarin?" Raga memulai obrolan. Juan mengangguk, sementara Ellen hanya nyimak. "Kayanya gue waktu itu liat Arwin deh. Sama cewek gitu. Modis banget gayanya."

Orang yang dibicarakan menegang. Padahal sih maksud omongannya Raga itu gak ada maksud nuduh.

"Terus hubungannya sama gue apa?" alis Juan terangkat.

Raga langsung memasang raut datar. Juan ini tidak bisa diajak kompromi banget. Niatnya kan mau ngungkap kasus sekalian ghibah gitu loh.

"Ya gak ada sih. Cuma ngasih tau aja. Posisi lo kayanya tergeser sama dia. Soalnya lo sok jual mahal kemarin-kemarin."

Kamera dimana ya, Juan mau melambaikan tangan, tidak kuat menghadapi Raga yang suka bikin gosip yang tidak sesuai fakta.

"Deketinnya kapan anjir. Gue waktu itu cuma antisipasi aja karena banyak fansnya," balas Juan sewot. "Pikir deh. Kalo misalnya kemarin itu gue ladenin Arwin dengan lambaian tangan terus say 'selamat pagi juga' kayanya lo gak bakal bisa duduk satu meja sama gue sekarang. Karena pasti saat itu gue udah dikeroyok sama orang-orang disana. Gila aja."

Raga manggut-manggut,  "Iya ya?"

"Ya iyalah!"

Ellen menahan senyum. Perkataan Juan seperti lampu hijau bukan sih? Artinya jika Arwin maju lagiㅡsebenarnya baru majuㅡpasti Juan tidak akan menolak dengan memusuhi Arwin. Setidaknya kalau diam-diam. Informasi diterima, tinggal lapor orangnya.

🔐

"Ju, tau gak sih, waktu lo jadi bahan omongan satu sekolahan ini, Arwin langsung bikin sg yang isinya kalo lo itu sama dia temenan. Emang iya lo temenan sama dia, katanya lo gak kenal?"

Juan melirik Raga sengit. Laki-laki itu sedari tadi ngajak ngomong dia terus. Mana lagi pelajaran fisika yang gurunya jangan ditanya deh, skip aja, pasti gak ada baik-baiknya.

"Diem sehari aja bisa gak sih Ga? Gue gak mau kena marah asㅡ"

"Juanita, kamu keluar."

CelebrityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang