15

13 2 0
                                    

Sudah sejak beberapa hari lalu, di sebelah rumah Juan sedang di renovasi. Entah Arwin atau bukan yang nanti akan menempatinya, dia tidak tau. Hanya sering melihat om yang waktu itu mengunjungi rumahnya, bolak-balik untuk mengecek sejauh mana para pekerja melakukan tugasnya.

Juan menoleh ketika dagunya dicolek dari samping. Itu Juno yang melakukannya. Entah sejak kapan, adiknya itu malah berlagak seperti seorang kakak. Anak itu selalu melakukan hal yang tidak biasa.

"Dari pada bengong, mending jogging yuk?" ajaknya ketika sudah berada di depan Juan. Laki-laki itu sudah siap, tinggal berangkat.

Kepala Juan mendongak, "mager, lo aja sendiri," jawabnya.

"Gak seru kalo sendiri mah. Ayo Kak, nanti pulangnya gue gendong deh," bujuk Juno.

Sang kakak menatap Juno geli. Sumpah, dia masih merasa aneh dengan sifatnya yang lembut gini. Sudah seperti memperlakukan anak kecil.

Juan berdiri dari kursi, "Jun, demi apapun lo mending balik jadi rese aja. Kalo gini, gue ngerasa lo lagi kesambet. Sama geli juga liatnya. Cringe tau."

Pandangan mata Juno berubah, yang awalnya teduh, kini berganti menjadi tatapan tajam seperti biasanya. Dia menghela napas sebelum menjawab.

"Kak, gue tau lo lagi ngerasa kesepian, makanya gue ngelakuin itu. Tujuannya biar lo lupain Arwin. Dia kan yang udah bikin sakit kemarin. Untungnya gak patah, cuma retak doang. Sekarang aja dia gak ada berjuangnya buat minta maaf atau coba buat keadaan jadi kembali baik kaya sebelumnya."

"Itu karena lo ngusir dia," balas Juan dingin. "Gue tau lo gak ngasih dia kesempatan waktu itu. Gue tau lo marah-marah sama dia. Gue tau semua yang lo lakuin sama dia. Seumur-umur, gue, bunda sama ayah gak pernah ngajarin lo buat berlaku gak sopan sama yang lebih tua ya Jun."

Juno melihat ke jalan di depan rumahnya. Pikirannya dan pikiran kakaknya tidak akan menyatu jika sama-sama mengandalkan ego. Juan yang entah memang bodoh dari lahir atau bodoh karena cinta, tidak akan pernah mengerti sikap Juno selama ini jika tidak diperjelas melalui ucapan.

"Oke, gue yang salah. Gue keterlaluan. Nanti bakal gue samperin dia buat minta maaf." Juno mengalah. Dia tidak ingin ribut dengan kakaknya hanya karena orang luar. "Gue masuk dulu. Olahraganya lain kali aja."

Juan membuang muka ketika Juno melewatinya. Dia kembali duduk di kursi teras memandangi para pekerja rumah samping. Pikirannya kacau hanya karena kemarin melihat Arwin bersama perempuan lain.

Apakah laki-laki itu sudah menyerah? Atau memang sedari awal hanya mempermainkannya saja? Tapi Arwin yang Juan kenal tidak seperti itu. Arwin selalu menjadi Winwin yang lembut dimanapun dan kapanpun.

Juan bisa stress jika terus-terusan memikirkannya.

🔐

Pagi-pagi sekali Hira dan Raga mendatangi kelas Ellen. Mereka curiga kalau perempuan itu ada hubungan dengan Arwin. Terbukti dari moment tertentu dimana mereka selalu terlihat bersama.

Awalnya hanya Hira yang curiga, begitu dia menceritakan kecurigaannya pada Raga, lelaki itu juga ikut curiga. Dan disinilah mereka sekarang. Di depan kelas Ellen.

"Kelasnya ini bukan?" tanya Hira untuk kesekian kalinya. Takut mereka salah pasti akan malu.

Raga menggeram, matanya melotot ke arah Hira, "bener Hira. Coba deh tanya ke salah satu anak dari kelas ini."

Tangan Hira menutup wajah Raga yang terlihat seperti valak. "Ya udah, mukanya biasa aja dong."

Raga mencibir tanpa suara. Wajahnya selalu jadi korban tangan perempuan itu dimanapun dan kapanpun. Menyebalkan.

"Sebentar, lo anak kelas ini?" Hira menghentikan laki-laki berbaju rapi yang akan masuk ke kelas itu.

Laki-laki itu mengangkat alisnya, "iya, kenapa?" dia tanya balik.

"Ellen ada gak?"

"Gak ada, dia lagi pacaran sama Arwin di kelasnya." Yang menjawab bukan laki-laki itu, tapi perempuan yang entah dari mana datangnya tau-tau sudah berada diantara mereka. Dia terlihat jutek meski hanya menatapnya lewat mata.

Raga maju selangkah, hatinya merasa terbakar, "tau dari mana kalo mereka lagi pacaran?"

Perempuan itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Mungkin aja. Mereka keliatan bareng-bareng terus sejak pertama kali Arwin sekolah disini. Terlebih setelah temen lo nolak Arwin, mereka jadi lebih deket," cerocosnya.

Raga geram, ingin mengacak-acak wajahnya. Sedangkan Hira, seperti biasa, terdiam dengan pikirannya yang berkecamuk.

Tanpa mengucapkan apapun lagi, Hira menyeret Raga agar pergi ke kelas Arwin. Sudah bukan sebuah rahasia lagi berita dimana Arwin menempati kelasnya.

Benar saja, ketika mereka memasuki kelasnya, Arwin dan Ellen terlihat sedang mengobrol, lebih tepatnya berdebat walau Ellen yang lebih mendominasi.

"Kalian ada hubungan apa?" tanya Hira tanpa basa-basi ketika sudah berada di samping meja mereka. Raga sendiri hanya diam memperhatikan.

Arwin dan Ellen terkejut melihat Hira dan Raga tiba-tiba datang ditambah dengan pertanyaan yang ditujukan.

Ellen berdiri, senyumnya mengembang walau terlihat kaku, "Ra, Ga, jangan salah paham. Kalian jangan terkecoh sama omongan orang. Kita gak ada apa-apa. Seperti yang kalian tau, kalo Arwin sukanya cuma sama Juan,"

"Terus?" tanya Hira lagi. Arwin ikut berdiri, dia kemudian menunjukkan fotonya bersama Ellen sewaktu masih sekolah dasar dari ponselnya. Ditengah-tengah mereka bahkan ada Juan yang tersenyum lebar.

"Kita sepupuan," jawabnya.

Hira dan Raga shock melihatnya. Bola mata Raga bahkan hampir keluar selama memperhatikan foto itu. Wajah mereka tidak berubah banyak. Hanya Arwin dan Ellen yang terlihat berbeda, lebih glow up.

"Kasih tau gue kalo ini cuma becanda," desak Hira. Ellen menggeleng.

"Bener Ra, kita sepupuan." Ellen meyakinkan. "Lo tau kan kalo gue mendukung kapal Juwin. Dan gue gak bakal membiarkan kapal itu karam sebelum berlayar."

Arwin menatap Ellen dengan ekspresi anehnya. Ucapannya terlalu hiperbola dan menggebu.

"Jadi kalian gak ada apa-apa nih?" tanya Hira lagi, memastikan. Ellen mengangguk kukuh. "Kalian bertiga beneran temenan dari kecil?"  Ellen mengangguk lagi.

"Gila, gak percaya gue," sahut Raga.

"Kalian mau bantu gak, biar mereka baikan?" Ellen menatap satu persatu orang-orang di dekatnya. Hira dan Raga mengangguk mengiyakan ajakannya.

CelebrityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang