68

81 19 4
                                    

Seperti biasanya, Sunghoon tidak pernah dapat tertidur dengan lelap kala berada di Furstin. Di atas ranjang pada ruangan yang didominasi oleh warna biru tua, Sunghoon masih tersadar dengan lengan kanan yang berada di atas kepala. Antara lelah dan juga berpikir.

Tubuhnya mungkin tidak, tapi jiwanya benar-benar lelah hingga berpikir apakah normal kala seorang pemuda yang bahkan belum menyentuh angka dua puluh tahun merasakan hal ini?

Saat tubuhmu lelah, kau akan tertidur, paling buruk adalah pingsan. Tapi jika jiwamu yang lelah, maka apa?

Sunghoon harap opsi yang ada bukan hanya terkait kematian. Masih ada banyak urusan duniawi yang harus dia selesaikan, segala sesuatu yang berkaitan dengan keselamatan Jay atau mungkin keselamatan orang yang Jay kasihi, sesuatu yang bila dipikirkan justru membuat Sunghoon merasa benar-benar lelah dan ingin berhenti.

Ditambah lagi, ucapan Soobin pada siang tadi yang justru membuatnya lebih merasa terbebani. "Aku sebenarnya tidak ingin ikut campur dalam urusan privasimu, dan aku juga tidak ingin membatasi lingkup pertemanan ataupun kehidupan remajamu itu. Tapi sebagai seorang saudara aku sarankan untuk berhati-hati, kau bisa berteman dengan putri Marquess Ezaki tapi tidak sampai pada tahap menyukainya." Jay pernah mengingatkannya, wujud antisipasi. "Dan sebagai seorang Duke aku bahkan bisa menyuruhmu secara khusus untuk tidak menyukai Nona Ezaki."

Sunghoon tidak akan menyalahkan Jay, sebagai pemimpin keluarga dia memang berhak melakukan hal itu. Memastikan tiap anggota keluarga tetap pada porsi masing-masing dan tidak berhubungan dengan musuh. Lagi pula Sunghoon juga sadar bila dia serta Hikaru hanya bisa berteman dekat, dan perasaannya ini mungkin bisa dikatakan sebuah kesalahan.

Karena seperti ucapan Soobin. Bilamana Marquess Ezaki benar-benar dilengserkan dari posisinya, maka Sunghoon adalah satu-satunya kandidat terkuat. Entah itu berdasarkan garis keturunan keluarga Park maupun pengalaman dalam pelatihan bersenjata.

"Salah satu pertimbangan lain mengapa aku tidak bisa melengserkan Marquess Ezaki secara langsung adalah karena dirimu sebagai pertimbangan," ucap Jay yang menyadari bila salah langkah sedikit saja, musuh bisa memutar balikkan fakta dengan mengatakan bila keluarga Park bermaksud untuk mendominasi wilayah Furstin.

Lalu menggulingkan kekaisaran. Merebut tahta.

"Aku setuju dengan Youngeun, kita harus mempercepat ini semua."

Jay waktu itu sedang sibuk memilah-milah dokumen terkait pajak kala Sunghoon tiba-tiba saja mengusir para notaris yang sengaja didatangkan pada ruangan si Duke. "Kita belum siap," ucap Jay tanpa mengalihkan pandangannya.

"Johnny Seo akan menyelesaikan pendidikannya awal musim ini."

"Itu memang benar, tapi apa mungkin kita akan bisa melakukannya disaat persiapannya saja belum sempurna?" tanya Jay. "Aku tidak yakin apakah semua bukti yang kita kumpulkan telah lebih dari cukup. Ingat Sunghoon, kita adalah seorang Park dan dunia menuntut kita untuk lebih dari sekedar sebuah kecukupan. Apakah Youngeun dapat menjalankan ini semua tanpa cela? Apakah aku bisa memanfaatkan segala hal yang ada? Dan apakah kau bisa membereskan ini semua hingga tidak ada variabel perusak yang tidak terhitungkan sebelumnya? Aku tidak yakin bila kita bertiga siap untuk hal itu."

Jay ada benarnya. Terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan bisa menjadi petaka bagi mereka.

Sebuah kejujuran Sunghoon pernah memiliki pemikiran bila dia benar-benar menginginkan posisi Marquess wilayah Markgraf. Bukan semata-mata karena wujud apresiasi atas pelatihan yang selama ini dia terima ataupun hak yang dia miliki sebagai seorang Park. Tapi karena dia ingin menghadiahkan gelar itu pada Hikaru.

Sunghoon bisa saja menjadikan Hikaru tetap menjadi bagian atas wilayah Markgraf. Bahkan menjadikan gadis itu seorang Marchioness. Sesuatu yang akan terdengar sangat ideal untuk diajukan sebagai solusi kala Sunghoon mendapatkan wujud apresiasi beserta seorang gadis yang memang dia sukai sedari lama. Gadis yang dia beri hadiah berupa apa yang direbut dari sang Ayah, sesuatu yang akan amat sangat indah bila Hikaru tidak justru berakhir membencinya.

I Love How I'm CalledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang