5.2k
Hal pertama yang Wooyoung lakukan setelah melenggang masuk ke kamarnya adalah berhenti tepat di depan pintunya yang sudah ditutup, lalu memandangnya secara terang-terangan. Heran, bercampur terkejut begitu melihat kondisi wajah San.
"Kamu kenapa? Habis nangis?" tanyanya mendekati San yang terduduk di atas kasur, menghadap pintu kamarnya. Wooyoung menggerakan wajah San dengan tangannya itu, memeriksa kalau ia benar-benar habis menangis.
"Iya, semalem," balas San singkat. "Gimana semalem habis aku balik?"
Tangan yang berada di wajahnya itu berhenti bergerak tiba-tiba, menunjukkan Wooyoung tidak menyangka San akan bertanya tentang itu. Tentu saja San tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri. Kini San jadi menduga, kalau Wooyoung kepikiran soal pernyataan Mingi semalam.
Oh, dia kelihatan ragu akan sesuatu?
"Gak kenapa-napa. Mingi ngajak muterin festival, nontonin petasan, balik lagi bantuin Bunda di tenda. Habis itu beres-beres bawa alat masak ke rumah. Terus tepar, deh," jelas Wooyoung bersikap santai, melewati bagian penting yang akan San bahas. "Tadi juga pengen ngumpulin baju pinjeman dan mau balikin ke rumahnya Dongju. Tapi Mingi ditungguin gak dateng, disamperin gak ada. Ya sudah nanti sore aja."
Namun, manik matanya menghindari tatapan dari San, yang tahu kalau dia sengaja tidak membahas soal yang Mingi bicarakan padanya semalam.
San menurunkan tangan Wooyoung dari wajahnya. Tanpa melepaskan pegangannya, ia bangkit berdiri dan mendudukkan Wooyoung di kasurnya.
Kini posisi mereka bergantian. "Duduk dulu, aku mau ngomong."
"Tentang?" Wooyoung menurut saja badannya dipindah oleh San.
San menahan lama pergelangan tangan Wooyoung dalam genggamannya, meyakinkan dirinya sendiri untuk yang terakhir kali. Membangun keberanian untuk menghadapi hasil dari kejujurannya. Ternyata, ketika sudah berhadapan langsung begini tetap saja menegangkan walau San sudah membayangkannya berbagai reaksi Wooyoung dan bagaimana percakapan ini berakhir. Ia pun agak takut kalau pengungkapan ini tidak selancar seperti pengungkapan Mingi pada Yunho.
Entah kenapa, Wooyoung kelihatan ikut gugup walau tidak sebanding dengan raut penasarannya itu. "Sannie, kenapa? Ada apa?" tanyanya, mendorong San untuk cepat memulai berbicara.
San tidak bisa langsung menjatuhkan bom faktanya begitu saja. Jantungnya berdetak lebih cepat. "Aku sama Mingi."
Dari mata Wooyoung yang sedikit melebar itu, San rasa pernyataan dari Mingi semalam ternyata cukup berdampak pada Wooyoung. Tapi San belum bisa berfokus pada hal itu.
Ia menenggak ludahnya, gugup. Semakin erat genggamannya pada pergelangan tangan Wooyoung. "Aku sama dia gak pernah betul-betul pacaran."
Ekspresi wajah Wooyoung yang tadi cukup serius, dengan sedikit sesal, tersapu sekejap dan berubah menjadi kebingungan. Ia diam mencerna ucapannya, sebelum membalas. "Hah? Maksudnya?"
"Ya, gak pernah pacaran. Pacaran bohongan."
Dahi Wooyoung semakin mengernyit naik, mempertanyakan hal itu. "Kenapa?"
"Karena..." Sebenarnya San masih ragu untuk mengungkapkan semua dari awal. Ia ingin sebisa mungkin tidak menyebutkan alasan utama hal ini bisa terjadi, tapi ia juga tidak bisa mengontrol ke arah mana percakapan ini berlangsung. "Karena waktu itu kamu pikir aku dan Mingi ada sesuatu."
"Dan habis itu kalian mutusin untuk pacaran bohongan karena aku?"
Garis wajah Wooyoung berubah jadi lebih keras begitu mendengar dirinya terlibat. Reaksi yang sudah San duga, namun tetap saja menimbulkan cemas di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My town is coming alive ; yunsan
FanficSan kembali ke rumahnya pada liburan musim panas dan dihadapkan dengan suatu tensi romansa di antara teman-teman masa kecilnya. Walau begitu, sedikit suka sama teman itu wajar kan, ya? Begitu sih San kira awalnya. (Tapi dunia suka bercanda, apalagi...