6.7k
"Tadi Wooyoung ke sini, mau samperin kamu katanya," kata ibunya ketika San sedang berkangen ria dengan kucing peliharaan keluarganya. Dengan lihai, ibunya mengiris bawang merah tanpa mengeluarkan air mata. Wooyoung sering ngedumel soal hal kecil itu kalau lagi memasak.
"Males sama Wooyoung."
"Heh, gak boleh gitu."
"Mama lebih sering masakin Wooyoung daripada aku."
Ibunya melempar kain lap yang ada di dekatnya, bercanda. "Kamu anak rantau, pulang setahun dua kali, gak usah protes kalo Mama kangen masak buat anak Mama." San merengut mendengarnya.
"Tapi kan aku anak Mama, bukan Wooyoung."
"Iya, Wooyoung juga anak Mama. Kaya kamu juga anak Bunda Jung." Terdengar suara desisan minyak dari panci, aroma masakan ibunya yang menyerang indra penciuman San membuatnya jadi ingin menangis rindu. "Atau Yeosang anak Mami Song, Mingi anak Mama Jeong, Yunho anak Tante Kang..."
"Iya iya aku ngerti, gak usah disebutin semua kali Ma."
San merengut kembali mendengar ibunya terkekeh, atensinya ia alihkan menuju Byeol. Byeol, kucing cantik yang ayahnya bawa bertahun-tahun lalu, kini sedang tidur manis di pangkuannya. Seperti temu kangen dengan kakaknya. Sampai-sampai tidak sadar ketika makanan telah disusun di atas meja dan badannya didudukkan di kursi ruang makan.
Seperti anak baik pada umumnya, San pasti tidak bisa menjauh dari cerita gosip ibu-ibu pertetanggaan.
"Masa ya San, rumah keluarga Yang kemarin ramai banget. Kaya di demo gitu sama karyawannya. Denger-denger sih pada minta naik gaji."
"Dari PKK sih ada rencana mau bikin bazar, mumpung lagi liburan. Tapi ketua komplek sekarang punya rencana lain katanya. Gak tau deh tuh."
"Kebun Mama Jeong tuh ya, udah lebat banget bunganya. Mama jadi kepo caranya gimana soalnya itu kebun Mama bikin dari kamu lahir aja gak bisa sebagus punya mereka."
San, notabene sebagai pendatang baru setelah enam bulan merantau, hanya bisa menanggapi kecil. Tidak mengerti soal demo di keluarga Yang atau rencana kepala komplek. Tapi San setuju soal kebun rumah keluarga Jeong. Keluarga Yunho itu baru pindah ketika San dan Yunho berumur sembilan tahun.
"Itu mah beda tanah Ma, Yunho beli rumah tanahnya di daerah elit komplek kan."
"Hush apaan sih, sama aja."
San manggut-manggut. Kenapa ibunya tidak coba langsung tanya Tante Jeong, gitu? Sembari San menghabiskan makanan di depannya, suara TV sebagai suara putih mendampingi suara sendok dan piring yang bertemu, ibunya yang kembali bergosip, Byeol yang merangkak ke pangkuannya. Ayahnya yang akan datang nanti malam selesai pulang bekerja, janji untuk makan malam bersama. Suasana hangat rumah seperti ini yang paling membuat San kangen rumah. Tidak buruk untuk hari pertama kembali ke rumah.
**
Setidaknya sebelum seorang Jung Wooyoung masuk tanpa peringatan ke rumahnya dan memonopoli atensi ibunya.
"Kamu tuh harusnya makannya banyak kaya Wooyoung," suara ibunya super manis terdengar dari arah meja makan. San tidak mau menengok, tapi mendengar gumaman dari Wooyoung tentang masakan Tante emang paling enak, tapi masih enakan punya Mama aku sih bikin San mendengus sebal saja. Jadi anak ibunya itu San atau Wooyoung sih?
"Ya kan aku sebelum ke rumah udah makan. Tadi aku juga udah bilang di telepon," dengus San. Memencet tombol angka di remote tanpa tujuan, pokoknya bisa menyita perhatian dia dari aktivitas di meja makan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My town is coming alive ; yunsan
Fiksi PenggemarSan kembali ke rumahnya pada liburan musim panas dan dihadapkan dengan suatu tensi romansa di antara teman-teman masa kecilnya. Walau begitu, sedikit suka sama teman itu wajar kan, ya? Begitu sih San kira awalnya. (Tapi dunia suka bercanda, apalagi...