02

886 125 8
                                    

Seperti suatu hari di musim ulangan misalnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti suatu hari di musim ulangan misalnya. Ia bukannya sekali bertemu Ni-ki, bahkan hampir tiap hari di minggu sebelum mulai pekan ujian, ia selalu bertemu Ni-ki di perpustakaan kampusnya, sedang membaca buku dengan serius. Di kelilingi teman-temannya yang bahkan Heeseung hapal susunan anggotanya.

Dan hari itu lagi-lagi Heeseung di beri kesempatan untuk melihat senyum itu lagi. Senyum secerah mataharinya, sedang menahan tawanya sebisa mungkin supaya tidak membuat kebisingan.

Heeseung terpaku. Dunia disekitarnya seperti berhenti berputar, semua terlihat buram kecuali satu orang dengan senyum terbaiknya.

"Hee, ngapain di tengah jalan?" bisik Sunghoon.

Dengan begitu dunia disekitarnya kembali berputar. Menyadarkannya kalau senyuman itu hanya bisa ia lihat dari jarak yang tidak pernah bisa dikatakan dekat. Tapi Heeseung tidak pernah bosan, tidak juga merasa kurang. Mau dilihat dari jarak berapapun atau dihari sepanas apapun efeknya selalu sama untuk Heeseung.

Menyejukkan dan memberikan rasa hangat. Sesuatu yang berlawanan bukan? Tapi hebatnya senyum Ni-ki bisa mewujudkannya.

Sampai Sunghoon pun hapal soal ini. Soal mencari tempat duduk terdekat dengan Ni-ki. Agar mendapat view paling bagus untuk melihat senyum mataharinya tentu saja –ingatkan Sunghoon untuk tidak membuat gestur mual setelah ini–

Jujur Sunghoon juga merasa ini menyeramkan melihat tingkah Heeseung yang terus mencuri-curi pandang ke arah Ni-ki. Jika ia Ni-ki mungkin ia telah menghabisi Heeseung karena telah ketahuan memandanginya dengan tatapan aneh. Tapi seperti disihir, yang ditatap tidak pernah menyadari bahwa selama ini ada mahkluk yang sering memperhatikannya sampai sedetail itu.

Heeseung bahkan sudah dititik dimana ia tahu bahwa Tayo adalah karakter favorit Ni-ki. Sampai kadang tanpa sadar ia membeli sesuatu berbau Tayo dan berakhir mengoleksinya hingga semeja penuh.

Investasi pikirnya, kalau suatu saat ia bisa membawa Ni-ki ke kamar kosnya, ia akan memamerkannya dan memberikan sebagian atau bahkan semua koleksinya.

Sangat visioner. Tapi sangat kurang dalam progam kerja jangka pendeknya.

Jangan kira Heeseung tau semua ini hasil dari menanyai teman Ni-ki apalagi dari orangnya langsung. Tentu saja ini semua ia dapatkan dari hasil stalking dan riset barang-barang yang dipakai Ni-ki dilapangan. Gantungan tas, case handphone sampai semua isi tempat pensilnya yang sedang tercecer di lantai perpus sekarang pun semua berbau Tayo.

Ni-ki terlihat terkejut ketika tempat pensilnya tersenggol hingga jatuh dan mencuri perhatian penghuni perpus. Ia membuat gestur meminta maaf dan mulai memunguti isinya. 

Heeseung yang berjarak dua bangku dari sana rasanya ingin sekali berlari dan membantu Ni-ki. Tapi otaknya berperang entah untuk apa. Badannya terasa kaku dan jantungnya berdegup kencang memikirkan, apakah ini waktunya ia akan menampakan diri dihadapan Ni-ki?

Tapi persetan, Heeseung bangun dari kursinya. Tapi lebih persetan lagi ia terlambat, seorang perempuan yang duduknya bahkan lebih jauh darinya sudah membantu Ni-ki terlebih dahulu. Mendapatkan senyum cerah itu langsung dari Ni-ki, dengan jarak sedekat itu. Tanpa pergulatan. Tanpa ragu.

Entah karena takdir belum mengizinkannya atau keberanian Heeseung yang tidak sebesar itu untuk sampai ke tahap 'mencoba', ia tidak pernah berhasil sampai kesana. 

Tapi ia punya tekad, suatu saat ia pasti akan menyampaikan perasaannya lewat bibirnya sendiri tanpa peduli bagaimana pun caranya. Takdir pun tidak akan menghalangi Heeseung jika saat itu tiba.

Begitu katanya tadi malam saat Heeseung sedang berbaring di kasur kosnya sambil merenungkan bagaimana nasibnya dengan sang pujaan hati dalam diamnya. 

Nyatanya saat Ni-ki terlihat mondar mandir di koridor fakultas dengan panik karena tidak menemukan jas labnya, ia kelihatan sedang mencari seseorang yang dapat ia pinjami, dan disana ada Heeseung seorang mahasiswa kerajinan yang selalu membawa jas lab di tasnya.

"Ni—"

"NI-KI!"

Takdir lagi-lagi tidak mengizinkannya.

"SUNOO!!! Lo liat jas lab gua gak? Aduh mati gue."

"Ini jas lab lo ketinggalan di tukang mie ayam, bodoh."

"Eh iya anjir, tolol banget. Bisa di usir gue sama pak kumis. Makasih ya jess."

"Jas jes jas jes, tau gitu gue tinggal aja itu kain kumel."

"Wets gini gini penghantar gue menuju tak terbatas dan melampauinya nih."

"Bodo amat."

"Iye iye, makasih Sunoo cakep."

Lagi lagi senyum itu. Senyum yang cerahnya mungkin bisa membuat matahari iri melihatnya. Bahkan Heeseung juga iri dengan fakta bahwa senyuman itu tidak pernah dialamatkan padanya.

Heeseung paham betul Ni-ki anak yang periang dan dengan mudahnya memberikan senyum cerah kepada setiap orang. Kecuali, Heeseung.

Entahlah yang mana yang salah disini, takdir atau dirinya. Yang jelas di percobaannya yang entah ke berapa puluh ini Heeseung berakhir dengan menggenggam erat jas labnya. Dan membuat Heeseung sadar akan satu hal.

Senyum itu...

tidak pernah hadir untuknya.

+++jess yang disebut Ni-ki tuh cuma kata tambahan aja, kalau di daerahku katanya biar akrab gitu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

+++jess yang disebut Ni-ki tuh cuma kata tambahan aja, kalau di daerahku katanya biar akrab gitu.

7 DAYS ; heeki✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang