03

676 111 3
                                    

Kalau dihitung-hitung mungkin hampir setahun dari Heeseung tau bahwa Ni-ki juga mahasiswa universitasnya dan beberapa bulan panjang dilewati Heeseung untuk mulai 'mencoba' dan berpuluh-puluh kali juga ia gagal 'mencoba'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau dihitung-hitung mungkin hampir setahun dari Heeseung tau bahwa Ni-ki juga mahasiswa universitasnya dan beberapa bulan panjang dilewati Heeseung untuk mulai 'mencoba' dan berpuluh-puluh kali juga ia gagal 'mencoba'. 

Orang-orang bilang kegagalan adalah 'ibu' dari keberhasilan jadi Heeseung terus mencoba. Tapi Heeseung sudah mempunyai terlalu banyak 'ibu' sekarang dan para 'ibu'nya itu tidak ada yang melahirkan keberhasilan untuknya.

Heeseung akui ia cukup bersyukur dengan hanya dapat melihat senyuman Ni-ki walau dari jauh sekalipun. Tapi, ada kalanya ia juga merasa seperti manusia biasa yang merasa tidak cukup dan ingin lebih. Ada kalanya ia lelah dan merasa semesta sedang mempercundanginya. Dan ada kalanya juga ia merasa tidak pantas merasakan itu semua jika dibanding senyuman Ni-ki yang punya andil besar dalam semangat hidupnya. Tapi wajarkan jika ia merasa lelah dan ingin mengakhirinya?

Benar Ni-ki seperti matahari untuknya. Dan benar juga bahwa fakta matahari itu sangat jauh untuk dapat dijangkau. Jadi akhirnya disinilah Heeseung, di tahap tidak lagi membeli barang dengan karakter Tayo, tidak lagi memperhatikan hari-hari Ni-ki yang sering mondar-mandir lewat koridor fakultasnya dan tidak lagi berharap dipertemukan dalam satu ruangan dengan Ni-ki. 

Dia akan berhenti. 

Jika memang takdir Heeseung akan berakhir dengan Ni-ki, pasti semesta akan memudahkannya, bukan? Tapi yang terjadi selama ini adalah kebalikannya. Jadi mulai sekarang ia akan berhenti memikirkan apapun tentang Ni-ki.

Tapi Heeseung hanya manusia biasa. Mana tahu soal takdir di hari esok, lusa atau minggu depan. Mana tahu bahwa perasaan manusia dapat di bolak balikkan dengan sebegitu mudahnya. Dan mana tahu juga kalau ia bakal di guyur segelas es teh yang baru saja ia pesan di siang hari.

"EH!! Ya ampun sorry sorry, sorry banget sumpah, aduh kena baju lagi, gimana nih?! Gue ganti ya es tehnya? Lo bawa jaket gak? Atau mau pake punya gue?"

Ni-ki sang pelaku pengguyuran, mungkin lebih tepatnya penabrak bahu Heeseung itu terus saja menyerocos tentang rasa bersalahnya. Sedangkan Heeseung malah membeku ditempatnya. 

Bukan, bukan karena kaget terguyur es teh di siang bolong. Heeseung juga tidak tau ilmu sihir apa yang di gunakan oleh mata bulat Ni-ki tapi ketika ia menatapnya dengan jarak sedekat ini mulutnya menjadi kelu. Butuh tenaga yang cukup besar sampai akhirnya otak Heeseung dapat bekerja dan membalas serbuan dari Ni-ki.

"Maafin gue ya, lo gapapa kan?"

"Hah? Oh, gapapa kok, gapapa banget." Setidaknya itulah yang dapat Heeseung katakan.

"Mau pake jaket gue? Kalo mau gapapa pake aja."

"Hah? Gak usah, iya gak usah. Gue bawa kok."

"Beneran? Kalo gitu gue ganti es tehnya ya?"

"Enggak usah sumpah."

Entah terbiasa melihat Ni-ki dari jarak yang jauh atau memang murni kebodohannya, tanpa sadar Heeseung memundurkan langkahnya menjauhi Ni-ki sambil terus berkata 'gapapa' dan perlahan hilang dibalik kerumunan anak-anak teknik yang sedang lapar-laparnya.

Hal itu sukses membuat Ni-ki heran dan membuat Sunghoon yang dari tadi menyaksikan kebodohan Heeseung, menepuk jidat.

Sekarang Heeseung tahu. Takdir tidak pernah salah. Yang salah disini adalah akal sehatnya yang kabur entah kemana.

Sejak saat itu niatnya untuk melupakan Ni-ki hilang tanpa jejak. Yang terus terpatri di kepalanya adalah kejadian saat Ni-ki menabraknya dan pada akhirnya setelah berbulan-bulan bisa berbicara dua arah dengan Ni-ki. 

Itu prestasi terbesar Heeseung, pasti ia akan mengingatnya dengan jelas tanpa melupakan sedikit pun detailnya. Walau setelah itu dia habis diceramahi Sunghoon atas kebodohannya yang tidak memanfaatkan momen itu untuk meminjam jaket Ni-ki yang siapa tahu akan mengatarkannya pada gerbang 'mencoba'.

Tapi jujur, bagi Heeseung bisa berbicara langsung dengan Ni-ki saja sudah sebuah pencapaian. Ia merasa serakah jika memanfaatkan moment itu untuk berinteraksi dengan Ni-ki. Yang di balas Sunghoon dengan 'polos banget si lo anying'.

Tentu Heeseung tidak terima karena dia tidak sepolos itu. Ia hanya tidak tau cara memulai membuka obrolan dan merasa tidak menemukan topik yang tepat untuk berbicara dengan Ni-ki. 

Tapi berkat pencerahan dari Sunghoon, Heeseung bertekad untuk mencobanya lagi. Mencoba untuk menunggu saatnya dengan Ni-ki tiba.

 Mencoba untuk menunggu saatnya dengan Ni-ki tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
7 DAYS ; heeki✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang