Bab 1. Cinta, Karir dan Keegoisan

909 13 0
                                    

POV Embun

Hari ini adalah hari kepulanganku ke rumah setelah sekian lama berada di negeri orang. Saat ini aku sedang berada ditempat pengambilan bagasi untuk mengambil koper dan beberapa oleh-oleh untuk keluargaku.

Setelah pengambilan barang, aku pun keluar dari bandara menunggu taksi pesanan ku. Sambil menunggu, aku celigak-celiguk memperhatikan orang yang berlalu lalang.

Aku juga tak tau mengapa aku bisa melakukan hal yang tak biasa aku lakukan ini. Hingga tiba-tiba mataku menangkap sosok yang sangat kukenal tengah menarik sebuah koper berwarna biru muda. Meski memakai kacamata jenis aviator, aku masih bisa mengenalinya. Dia adalah kak Lisa, kakak keduaku.

"Kak Lisa mau kemana sampai bawa-bawa koper segala?" tanyaku mengernyit heran.

Saat aku hendak mengejarnya, saat itu pula taksi yang ku pesan telah tiba. Aku pun tak jadi mengejarnya. Mungkin saja kakak punya urusan lain. Sudahlah, aku ingin pulang saja melepas rindu bersama keluargaku yang lain. Terutama bagi Ayah.

Aku yang sudah berada didalam taksi, memberitaukan sopir alamat rumahku. Pak sopir itu terkejut melihat alamatku. Bagaimana tidak, daerah tempat tinggalku ini bukalah daerah yang bebas bagi siapapun untuk keluar masuk.

Jika orang lain yang tak dikenal ingin masuk harus mengantongi surat izin dari orang yang ingin ditemuinya. Ketat memang, tapi hal itu sesuai dengan yang Ayah bayar selama sebulan.

Setelah sampai dipintu masuk gerbang kompleks perumahan, taksi yang ditumpangi ditahan. Aku pun menurunkan kaca mobil dan memperlihatkan wajahku.

"Non Embun," ucap Pak Satpam yang telah bekerja berpuluh-puluh tahun di kompleks perumahan ini.

"Iya Pak, saya Embun. Pak tolong bukain pagarnya dong. Embun mau masuk," ujarku.

"Siap Non."

Untung Pak Maman masih mengenaliku walaupun sudah lama tidak bertemu. Memang ku akui dulu aku orang yang cepat berbaur pada orang lain siapapun itu, baik pak satpam penjaga kompleks perumahan maupun bibi yang sering membersihkan dan memasak dirumahku.

Setelah diizinkan masuk, taksi yang membawaku pun melesat pergi meninggalkan Pak Maman yang kembali menutup pintu gerbang.

"Sudah sampai, Mbak," ujar sopir taksi yang membawaku sampai ke depan pagar rumah.

Pak sopir itu pun keluar dari mobil untuk mengambilkan barang-barangku yang ada dibagasi mobilnya.

"Terima kasih pak. Ini argo taksinya, ambil saja kembaliannya, Pak," ujarku sambil memberikan beberapa uang yang berwarna biru pada supir taksi ini.

"Terima kasih juga Mbak, kalau gitu Bapak pamit."

Seperginya supir taksi itu, aku pun berjalan masuk kedalam halaman rumah. Saat aku masuk, aku heran dan bertanya-tanya mengapa banyak orang dirumah. Padahal Ayah tidak memberitahukan aku berita apapun.

Aku yang penasaran lantas melangkah mendekat dan bertanya pada seorang wanita paruh baya yang ku tahu tetangga ku ini.

"Permisi bu, disini ada acara apa ya?" tanyaku sambil menunjuk rumahku dipenuhi tirai yang dihiasi dengan berbagai tanaman hias untuk menambah kesan indahnya.

"Nak, Embun. Dari mana aja, Nak?" tanya Ibu Dian yang tidak menghiraukan pertanyaanku.

Tak apa, Aku bisa mengerti dengan pertanyaan dari Ibu yang ada didepanku ini karena memang aku baru muncul lagi dihadapannya setelah sekian lama.

"Embun habis kuliah di luar negeri, Bu."

"Oalah, pantesan Ibu ngga pernah ketemu kamu. Ternyata kamu lagi ngga ada di Indonesia, toh! Ada ngga oleh-oleh buat Ibu?"

"Ada Bu, tapi nanti ya Embun kasi. Soalnya oleh-olehnya masih ada didalam tas ini," tunjukku sambil memperlihatkan tas khusus oleh-oleh yang ku bawa dari luar negeri.

"Sipp lah, Ibu tunggu."

"Iya Bu. Oh iya Bu. Dirumah aku lagi acara apa ya? Kok banyak tamu begini, dihias pula lagi."

"Nak Embun ngga tau atau pura-pura nggak tau sih!"

Aduh! Jika aku menjawab ngga tau, pasti ini akan menjadi santapan empuk untuk orang-orang yang suka berkumpul nan bergosip.

"Saya mungkin lupa, bu. Kan habis naik pesawat," kataku seadanya biar Ibu Dian ngga curiga.

"Ini loh Nak Embun, Kakakmu Lisa mau nikah."

"Kak Lisa mau Nikah?" tanyaku terkejut dengan mulut yang terbuka lebar dan mata yang lelotot tak percaya.

"Bagaimana mungkin Kak Lisa mau Nikah? Jadi siapa yang tadi aku lihat di bandara. Apa dia bukan Kak Lisa atau hanya mirip saja? Tapi bagaimana mungkin aku bisa salah mengenali kakakku sendiri!" batinku

"Nak, Nak Embun," ucap Ibu Dian mencoba menyadarkanku dari keterkejutanku ini dengan menepuk bahuku.

"I ... iya Bu." gagapku mengetahui hal sepenting ini.

"Nak Embun tidak tau kalau nak Lisa mau nikah?" tanya Bu Dian kembali seperti mengorek informasi.

"Embun baru ingat Bu. Biasalah, bu. Namanya juga manusia. Kalau begitu, Embun permisi dulu mau masuk ke dalam," ujarku

"Maaf," batinku dalam hati untuk Ibu Dian.

Sungguh! Bukan maksudku untuk berbohong. Hanya saja, aku tak mau sampai membuatkan dosa untuk orang lain karena telah mengosipkan hubunganku dengan keluargaku.

Aku pun menarik koper dan mengangkat tas yang berisi oleh-oleh mendekati pintu masuk samping rumah. Aku sengaja melewati pintu samping karena aku lihat dari pintu utama, ruang tamu telah dipenuhi oleh banyak orang. Mungkin akad nikah Kak Lisa diadakan disana.

"Assalamualaikum, Embun pulang," ucapku sambil melangkahkan kaki masuk kedalam rumah.

Ternyata aku salah, aku kira jika lewat pintu samping, orang-orang tidak akan banyak disini, tapi ternyata dugaanku salah.

Mau keluar lagi, Sudah terlanjur. Aku pun terus saja masuk sambil menarik koperku dan tersenyum ramah pada orang-orang yang melihatku dengan pandangan heran.

Hingga langkahku terhenti saat aku mendengar suara yang sangat familiar memanggil namaku. Aku pun berbalik dan mendapati Ayah yang kini telah melihatku.

"Ayah," gumamku.

Aku berjalan cepat ke arah Ayah dan langsung memerlukannya saat sudah sampai di dekat Ayah.

"Embun rindu," ucapku.

Aku merasakan ayah juga membalas pelukanku yang tak kalah hangatnya. Setelah beberapa saat berpelukan, aku pun melepaskan pelukanku pada Ayah.

Aku lihat, kini pipi Ayah mulai menirus menampilkan kalau saat ini Ayah tak se muda dulu sejak aku pergi kuliah ke luar negeri.

"Embun sudah pulang, Yah" ujarku

"Kamu pasti lelah habis perjalanan jauh. Kamu istirahatlah di kamar."

Aku mengangguk mengiyakan ucapan Ayah.

"Semoga saja, kamarku seperti yang dulu," rapalku dalam hati sebelum membuka pintu kamar.

Saat aku baru saja mau masuk kedalam kamar, tiba-tiba saja dari arah belakang ada seseorang yang menarik tanganku.

"Ibu," pekikku kaget

"Ikut Ibu dulu," ujar Ibu sambil menarikku ke kamar sebelah. Kamar kak Lisa.

"Kenapa Ibu membawaku kesini?" tanyaku setelah berada didalam.

"Kamu mau bantu Ibu?" tanya Ibu dengan suara menggebu-gebu

"Embun mau bantu apa?"

To be continued

Ada yg bisa nebak apa yang diinginkan oleh Ibu pada Embun?

By Zona Novel Romantis

Bukan Istri PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang