Seminggu telah berlalu setelah pernikahan mereka. Alaska dan Embun telah menepati dirumah yang sebenarnya akan ditempati oleh Alaska dan Lisa setelah menikah. Namun karena kecerobohan Lisa, Rumah yang tak kalah mewah dari rumah orang tuanya, kini telah ditempati oleh Embun.
Jauh sebelumnya, Embun sebenarnya menolak untuk pindah ke rumah Alaska karena ia masih ingin bermanja-manja dengan kedua orang tuanya terkhusus pada Ayah.
Juga sebenarnya, ia takut pada Alaska yang akan berbuat atau meminta macam-macam padanya, walaupun kini status Alaska adalah suaminya.
Meski tidak bisa dipungkiri bahwa memang ia mempunyai kewajiban sebagai seorang istri dari Alaska, tapi Embun merasa belum siap jika permintaan Alaska akan datang dalam waktu dekat ini.
Jujur saja, ia belum mau menjadi istri seutuhnya dari seorang lelaki yang bersikap aneh setiap harinya.
Apalagi pernikahan ini terlalu mendadak yang bahkan orang lain pun tidak akan mau menikah dengan cara seperti yang telah ia alami.
Memikirkan hal itu, membuat Embun terus saja mondar-mandir diruangan tamu. Apalagi saat tau kalau sebentar lagi Alaska akan pulang dari kantor.
Begitu merepotkan. Tapi seperti itulah yang dilakukan Embun jika jam dinding telah menunjukkan pukul setengah enam sore.
Embun kian gelisah saat mendengar suara kunci pintu terputar dari luar rumah. Bahkan, kini keringat dingin telah membanjiri dahi Embun.
Haruskah ia menghindari Alaska lagi? Tapi, jika ia terus menghindari Alaska, Embun takut Alaska akan curiga kepadanya dan malah akan menambah kerumitan hidupnya.
Sudah cukup kerumitan yang telah dialaminya seminggu yang lalu. Kini ia tak ingin menambahnya lagi. Apalagi membuat mama maupun ayah ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka.
Pintu terbuka, memperlihatkan Alaska yang baru pulang dari kantor dengan sebuah tas kerja di tangan kanannya. Belum juga Alaska melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, ia sudah lebih dahulu mengernyit heran melihat Embun ada di ruangan tamu lagi, seperti hari-hari yang telah lalu.
"Sayang! Kenapa kamu cuma berdiri disini dan mondar-mandir saja?" tanya Alaska yang mendapati tingkah aneh Embun untuk kesekian kalinya.
"Aku ... aku, tidak apa-apa. Aku hanya lagi bosan dikamar aja, jadi aku kesini!" kilah Embun.
Alaska lantas masuk ke dalam rumah, duduk di sofa untuk membuka sepatu kerjanya. "Kalau kamu bosan, kamu bisa keluar jalan-jalan. Pergi ke rumah mama atau tempat lainnya. Asal sebelum kamu pergi, kamu memberitahukan keberadaanmu padaku. Biar aku ngga khawatir," ujar Alaska mendongak melihat Embun yang masih terus berdiri didepannya. Ia lalu kembali melanjutkan perkataannya, "atau kamu mau ikut ke kantor bersamaku?"
"Em, tidak ... tidak. Lebih baik aku dirumah saja."
"Beneran?"
"Iya, bener."
"Oh, iya. Jadi gimana?" tanya Alaska.
"Gimana apanya?" tanya Embun tidak mengerti arah pembicaraan Alaska.
"Tamu bulanan kamu udah pergi belum?" tanya Alaska.
"Hah, tamu?" tanya Embun belum juga mengerti. Hingga sedetik kemudian, ia telah mengerti maksud Alaska. Ia lalu segera membuat alasan agar Alaska tidak menanyakan hal itu kepadanya lagi. "Oh! itu ... itu, aku ke dapur dulu ya, mau buat makanan untuk makan malam kita," kilah Embun mencoba menghindari pertanyaan yang sama dari Alaska.
Ya, sebenarnya inilah salah satu alasan Embun terus menghindari Alaska, tapi sore ini, ia malah dengan bodohnya berada di ruangan tamu lagi dan tanpa sengaja bertatap muka dengan Alaska - saat Alaska baru saja pulang dari kantor.
Lagi dan lagi, untuk menghindari pertanyaan yang sama, Embun kembali berkilah hendak membuatkan makan malam untuk mereka. Jujur saja, saat ini jantung Embun seperti habis naik roles coster. Dag dig duk, tidak karuan.
Embun lantas memegang dadanya yang berdegup kencang sesampainya didapur. Ia terus memegang dadanya berharap agar debaran jantung ini segera normal kembali dan ia bisa segera menyiapkan makan malam untuk mereka.
Namun, bukannya berhenti, debaran itu kian menjadi saat ia kembali mengingat pertanyaan Alaska.
"Duh, gimana mau masak kalau gini!" katanya gusar.
***
Berbeda dengan Embun, Alaska tersenyum simpul mengingat tingkah Embun yang sudah beberapa hari mencoba menghindarinya. Namun selalu saja kedapatan olehnya.
Ia sebenarnya senyum bukan karena melihat tingkah Embun yang menggemaskan saat terkejut melihatnya, namun ia tersenyum karena - sepertinya Embun sudah mulai terpengaruh olehnya.
"Embun, Embun. Aku bukanlah lelaki yang dengan mudah mengucapkan kata itu. Hanya saja, aku sengaja mengatakannya agar kamu percaya bahwa diriku telah jatuh kedalam pesonamu," batin Alaska seraya berjalan ke arah kamar.
Sebenarnya, alasan Alaska menikahi Embun hanya untuk membalas rasa sakit hatinya pada Lisa, karena Lisa meninggalkannya saat beberapa jam lagi mereka akan melakukan ijab kabul. Bukannya karena Alaska telah jatuh cinta padanya, tapi karena ia ingin membalas dendam pada Lisa saat dia datang nanti.
Ia ingin menujukkan pada Lisa bagaimana kehidupannya sekarang tanpa dia. Disamping itu, ia juga ingin melihat bagaimana reaksi Lisa saat tau kalau dirinya menikahi Embun - adik yang tidak pernah diungkinya saat mereka bersama.
"Aku sudah tidak sabar melihat reaksinya!" ujar Alaska.
Ia pun bergegas keluar dari kamar untuk mengisi perutnya yang mulai keroncongan. Sesampainya didapur, ia melihat Embun begitu fokus pada masakan didepannya hingga tidak menyadari keberadaannya.
Ia lantas mendekat dan semakin dekat dengan Embun dengan memeluk Embun dari belakang, seraya bertanya, "sayang, kamu masak apa?"
Embun terkejut saat mendapat pelukan tiba-tiba dari Alaska saat dirinya masih sibuk memasak makan malam untuk mereka. Ia bahkan hampir saja memekik kaget dibuatnya.
Merasa Embun sudah menguasi keadaan, ia lalu mencoba mengelak dengan mengatakan, "Al, aku lagi masak." Seraya mencoba melepaskan pelukan Alaska ditubuhnya.
"Kenapa emangnya, aku cuma mau meluk kamu saja. Apa salah?" ucap Alaska malah menambah erat pelukannya.
"Al, nanti masakannya gosong. Kamu mau makan makanan gosong?" tanya Embun mencoba membuat Alaska melepaskan pelukannya sekali lagi.
"Tentu tidak sayang, tapi kalau masakannya gosong gara-gara meluk kamu, aku rela. Malah kita bisa kencan diluar. Berdua saja," ujar Alaska sengaja tambah menggoda Embun dengan menyandarkan dagunya di bahu Embun.
"Al," rengek Embun yang kini sudah berbalik menghadap pada Alaska, walaupun mereka masih tetap berpelukan.
"Hem, kenapa. Aku cuma mau meluk kamu kok."
"Tapi aku lagi masak. Ntar makannya ngga jadi."
"Ya, ngga papa kalau ngga jadi. Itu tandanya kita harus makan di luar."
"Jangan bercanda, Al. Cepat lepaskan pelukanmu. Nanti masakanku gosong."
"Baiklah, aku akan melepaskan pelukanku. Hanya saja, ada syaratnya," ujar Alaska memberi solusi.
To be continued
Ada yang bisa tebak ngga, syarat yang diberikan Alaska sama Embun?
By Zona Novel Romantis
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pengganti
RomanceEmbun menjadi istri pengganti demi menyelamatkan martabat keluarga dari rasa malu yang dibuat oleh kakak yang kabur entah kemana. Kakak Embun berulah lagi, Lalu kenapa jadi Embun yang harus menggantikannya?