Bab 5. Pernikahan hangat?

320 9 0
                                    

"Hei bangun, jangan pingsan disini!" seru Alaska dengan suara se-pelan mungkin sambil menepuk-nepuk pipi Embun yang terasa hangat di tangannya.

"Dia demam," batin Alaska langsung saja memeluk erat Embun seakan takut terjadi apa-apa dengan wanita yang baru 2 jam lebih menjadi istrinya ini.

Sedangkan para tamu yang melihat Embun jatuh kepelukan Alaska, langsung saja berbondong-bondong mendekati mereka berdua.

Ayah Faris, Ibu Safira, Mommy Alaska serta keluarga dekat yang lainnya pun membubarkan para tamu yang hampir mengelilingi mereka.

"Nak Alaska, tolong bawa Embun ke kamar tamu dulu," seru Ibu Safira

Alaska mengangguk, ia pun mengangkat Embun pergi ke kamar tamu seperti suruhan wanita paruh baya yang kini harus ia panggil dengan sebutan Ibu.

Sepanjang jalan menuju kamar tamu, sebahagian keluarga yang sudah mengetahui kebenaran tentang pernikahan ini merasa bersyukur karena Alaska masih bisa sangat perhatian pada Embun yang sebenarnya bukanlah wanita yang harus dinikahinya.

Sesampainya di kamar tamu, Ibu Safira masuk ke dalam membawakan Embun baju ganti. Alaska yang tau akan hal itu pun berlalu keluar dari kamar untuk memberikan akses pada Ibu mertuanya untuk menggantikan baju Embun.

Para tamu pun berangsur pulang kembali ke rumah masing-masing karena tidak ingin lagi menganggu istirahat kedua pengantin baru tersebut.

Sedangkan Alaska masih tetap menunggu diluar sampai Ibu Safira keluar dari kamar dan menyuruhnya masuk kedalam juga untuk beristirahat. Alaska pun mengangguk dan masuk ke dalam kamar.

Disana ia terus melihat wajah ayu Embun yang tertidur pulas sehingga membuatnya teringat akan kejadian beberapa jam yang lalu saat acara sungkeman dilakukan olehnya dan oleh Embun pada orang tua mereka.

Jujur saja, ini adalah pertama kalinya ia melihat seorang wanita menangis. Apalagi wanita yang saat ini ia lihat adalah istrinya sendiri. Ia begitu terhanyut sampai-sampai apapun yang dikatakan oleh Embun walaupun dengan suara yang kecil dan serak, ia masih dapat mendengarnya dengan jelas.

"Ayah, Ibu. Maafkan kesalahan Embun selama ini karena Embun belum bisa menjadi anak yang baik dan bisa membanggakan Ayah dan Ibu ... Maafkan Embun juga yang belum bisa membalas semua kebaikan, perhatian yang Ayah dan Ibu berikan pada Embun ...."

Suara Embun tercekat karena berusaha menahan tangis harunya saat ia menyebutkan satu-satu kesalahannya selama ini sebelum menjadi seorang istri dari Alaska.

"Embun berterima kasih karena Ayah dan Ibu telah membesarkan Embun sampai Embun sebesar ini. Ayah, Ibu, Embun minta doa restu semoga Embun bisa menjadi istrinya yang taat pada suami dan bisa menjadi anak yang tetap berbakti pada Ayah dan Ibu .... Embun sangat sayang pada Ayah dan Ibu. Embun harap Ayah dan Ibu selalu dalam keadaan sehat," lanjut Embun yang sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi.

Alaska seketika tersadar dari lamunanya saat ia dan Embun tidak sengaja bertatapan mata. Ya, Embun baru saja sadar dan langsung bertatap muka dengan Alaska yang ingatannya baru saja kembali.

"Syukurlah kamu sudah bangun," ujar Alaska mencoba bersikap se-santai mungkin.

"Kenapa aku bisa berada disini?" tanya Embun mengernyit heran melihat dimana ia sekarang berada.

"Kamu tidak ingat apa yang telah terjadi diantara kita?" tanya Alaska membuat Embun semakin heran.

"Apa maksudmu? Dan kenapa bajuku telah terganti?"

"Benar kamu tidak ingat? Syukurlah kalau begitu," ujar Alaska sambil memegang dadanya dan menghela nafas lega.

"Syukur apanya? Atau jangan-jangan kamu ... kamu ... yang."

Bukan Istri PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang