Ya, Embun akui. Suasana kota ini telah banyak berubah. Bahkan teman dan sahabat yang hadir dalam reunian kali juga sudah banyak berubah. Mulai dari gaya berpakaian sampai gaya make up.
Gaya yang dulunya terlihat culun kini seperti telah disulap menjadi seorang putri atau pangeran masa kini. Mereka semua benar-benar telah berubah. Namun bukanlah hal itu yang membuat semua jadi menarik, melainkan Embun yang membuat semua jadi menarik.
Karena setau teman-temannya, Embun semasa sma bukanlah sosok yang cantik di masa sekarang. Dulu ia begitu terlihat sangat culun, bahkan membuat para remaja setingkat mereka, tidak ada yang ingin menjalin hubungan jarak dekat dengannya.
Meski begitu, Embun tidak sampai berkecil hati, sebab tujuan utamanya saat itu adalah fokus belajar agar bisa masuk ke dalam universitas impian. Namun itu dulu, sebelum papa mengirimnya ke luar negeri untuk berkuliah sesuai keinginan papa.
"Embun?" Embun tersentak kaget saat Sabila memegang tangannya.
"Iya."
"Kamu mau pesan apa?" tanya Sabila memecah pikiran singkat Embun tentang masa sekolah mereka dulu.
"Aku ...."
Belum juga Embun menyelesaikan kata-katanya, sudah lebih dahulu ada seorang lelaki yang mengatakan apa yang ingin di pesannya. "Vanila latte dan waffle dengan topping coklat."
Embun tertegun. Ia lantas menoleh ke sumber suara.
"Lama tidak berjumpa," sapanya pada Embun.
Teman mereka yang ada disana pun lantas menggoda mereka dengan mengatakan, "cie cie."
"Aku kira kamu udah lupa minuman dan makanan kesukaan, Embun," timpal lelaki berbaju dongker.
"Sama aku juga. Ternyata dugaan kami salah," ujar Sarah, teman sma Embun.
"Kalian jangan salah paham. Aku cuma mengatakannya karena aku rasa, Embun pasti akan memesan dua menu itu."
"Apa benar Embun, kamu ingin memesan menu itu?" tanya Sabila.
Dengan tanpa minat, Embun tetap saja menganggukkan kepalanya, pertanda apa yang dikatakan Dimas memang benar adanya.
"Baiklah, jangan hanya mereka saja yang memesan. Kita juga perlu untuk menambah nutrisi," timpal salah seorang lelaki lagi yang maksud dari perkataannya yakni, mereka tidak ingin hanya menjadi obat nyamuk saja di antara Embun dan Dimas.
Teman yang lain pun kini ikut memesan juga. Setelah semuanya selesai dengan pesanan mereka, Sabila lalu melambaikan tangannya pada pelayan untuk memberikan catatan pesanan mereka semua.
"Mohon tunggu sebentar," kata pelayan cafe.
Setelah menunggu beberapa menit, pesanan mereka semua telah datang. Percakapan singkat mereka pun kini diselingi dengan acara makan bersama.
"Eh, diantara kita siapa yang telah menikah?" tanya Sarah.
"Uhuk ... uhuk." Tiba-tiba saja Embun tersedak minumannya. "Maaf, aku tidak sengaja," ujar Embun.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Sabila sambil menepuk-nepuk punggung Embun.
"Iya, tidak apa-apa."
Sarah pun kembali ke topik pembicaraannya.
"Bagaimana, aku kepo nih. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, pasti diantara kalian ada yang sudah pernah berdiri lama di pelaminan."
"Aku sudah, masa kamu ngga tau," ujar Sabila.
"Ya, elah. Kalau kamu mah udah tau. Maksud aku, teman yang hadir disini."
Embun diam. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan dari Sarah. Pasalnya, ia tidak ingin teman-temannya disini terkejut karena pernikahannya yang mendadak tanpa mengundang mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pengganti
RomansaEmbun menjadi istri pengganti demi menyelamatkan martabat keluarga dari rasa malu yang dibuat oleh kakak yang kabur entah kemana. Kakak Embun berulah lagi, Lalu kenapa jadi Embun yang harus menggantikannya?