Prang!
Waw! Apakah sudah waktunya tepuk tangan?
Kyan menatap datar ke arah depan, drama ala-ala novel romantis dengan adegan yang selalu berulang-ulang.
Antagonis membulat protagonis. Penyambutan yang indah untuk hari pertama Kyan bersekolah.
Awalnya gadis itu sedang menyusuri koridor untuk mencari kelas Kana, sesekali mengamati bangunan sekolah yang menurutnya bagus karena mirip seperti sekolah-sekolah swasta di negaranya dulu sebagai Lana.
Tetapi baru melewati enam kelas di lantai bawah dan hendak melewati tangga untuk naik ke lantai dua, gadis itu di suguhkan oleh pertunjukan dramatis yang bagi Kyan sangat memuakan dan membuatnya mual.
Matanya mendapati Kalesa yang melakukan siaran live pada akun sosialnya dengan menayangkan aksi pembullyan tersebut.
Kyan berdecak kesal, kenapa anak-anak jaman sekarang suka sekali berbuat hal nyeleneh seperti itu? Lalu yang di bully juga, bukannya merasa harus berhenti malah tidak mendengarkan perintah.
Kenapa tidak di turutin saja kemauan nya? Agar masalah cepat selesai!
Karena cinta? Wah, rasanya ingin sekali dia mengumpat. Mengeluarkan semua nama-nama binatang dari kebunnya (baca mulut).
Tapi ya sudahlah, sebenarnya ini salah nya juga yang kenapa harus repot-repot peduli pada hal tidak penting seperti ini? Harusnya kan dia diam saja, ya. Agar semua nya tidak semakin rumit.
Tapi astaga! Apa tidak ada satupun disini yang mempunyai rasa simpati?! Mereka hanya diam menonton atau menyorotkan kamera pada aksi seperti yang dilakukan oleh Kalesa.
"Udah?" Pertanyaan dengan nada datar akhirnya terlontar dari mulutnya.
Mau menyesal tetapi sudah terlanjut terjadi, mau diapakan lagi?
Semua orang terdiam, mereka tau sosok Kanaya Tabitha. Gadis cantik dengan label pendiam dan emas. Murid kebanggaan guru-guru yang entah kenapa bisa nyasar menjadi teman dari dua pembully terkenal di sekolah.
Evelyn dan Kalesa.
"Ngapain kalian kayak gini?" tanya Kyan menatap dingin ke arah Evelyn.
"Bisa terkenal?" Kali ini Kyan mengalihkan tatapan nya pada Kalesa yang menunduk sambil memainkan ujung sepatunya yang berwarna putih ungu.
"Kalian bakalan dapat pujian kalau berbuat kayak gini?" tanya Kyan lagi dengan nada tenang.
"Dengar ya, kalian ini udah remaja yang sebentar lagi bakalan beranjak dewasa. Ubah pola pemikiran kalian, dunia gak sesantai itu. Sekarang, mungkin kalian pikir ini adalah yang menyenangkan. Tapi nanti, suatu saat, kalian bakalan ada di posisi yang sama."
Kyan menatap semua orang di sana dengan mengedarkan penglihatannya dari ujung ke ujung.
"Entah sebagai apa posisi kalian nanti. Dan hari ini, akan jadi tolak ukur pemikiran kalian. Hari ini, bakalan jadi penyesalan terbesar kalian suatu saat nanti."
"Gue sok suci? Sok bijak? Oh enggak, gue gak bermaksud. Gue cuma gak suka, ngelihat ada manusia yang sok berkuasa sama manusia lainnya. KALIAN PUNYA OTAK, 'KAN?"
Satu pun dari mereka tidak ada yang berani bersuara, terkecuali Evelyn sendiri. Evelyn sang ratu bully memang terkenal menakutkan, tetapi Kanaya Tabitha lebih dari itu.
"Kalau kalian masih manusia, dan punya otak, gunain. Kalau kalian gak manfaatin sebaik mungkin, itu artinya kalian gak pengen jadi manusia. Atau kemungkinan lain, kalian bosan hidup?"
Sebagian tidak mengerti, namun beberapa di antaranya tau dengan jelas apa makna dari ucapan Kyan yang terdengar berbelit itu.
"Huft. Bubar," ujar Kyan mulai tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
KYAN WORLD ||Hiatus||
FantasyDunia sekarang terasa abu-abu bagi, Lana. Dia berpikir, mungkin setelah kematian dia hanya akan menjalankan kehidupan nyaman, aman, dan damai seperti apa yang dia inginkan. Namun, semua itu hanya angan-angan. Dirinya, ah, lebih tepatnya, jiwanya...