Pagi sudah berlalu. Kicauan burung sudah tak ada, karena memang keluarga Vanessa tidak mempunyai peliharaan burung.
Siang itu matahari terasa sangat dekat. Seperempat neraka sudah bisa dirasakan para penghuni ibukota. Penjual es keliling meraup untung banyak karena itu.
Beberapa orang terlihat berbondong-bondong memasuki mall atau pusat perbelanjaan lain. Bukan untuk membeli baju atau makanan ringan, tapi hanya sekedar mendinginkan atmosfer yang menelungkupi badan. Beberapa wilayah memang menjadi korban pemadaman bergilir yang berarti, AC atau kipas angin mereka diam membatu.
Di salah satu sudut Pondok Indah Mall, seorang wanita berkuncir kuda dan berkacamata minus dengan kaos hello kitty dan rok hitam selutut terlihat sedang menyeruput capuccino nya. Sendirian.
Capuccino itu kini tinggal setengah cup plastik. Kemudian sesosok lelaki mendatanginya. Lelaki tersebut langsung duduk di hadapan sang wanita dan mengeluarkan kardus kotak dengan kertas kado merah putih menyelubunginya. Pita merah jambu terpasang di tutup kotak tersebut.
Wanita berkuncir kuda itu tersenyum manis. Senyumnya mampu merubah kopi hitam pahit menjadi semanis madu murni. Tak salah lelaki di hadapannya memilih wanita tersebut.
Samar-samar terdengar kata terima kasih dalam bahasa Inggris. Mereka bercakap-cakap seru dalam bahasa internasional itu. Tapi beberapa kali terdengar mereka mengucapkan kata-kata dasar bahasa Indonesia seperti apa, terima kasih, iya, dan tidak. Seperti anak kecil yang baru belajar berbicara.
***
Vanessa berbaring di kamar tidurnya, mengabaikan volume tinggi televisi yang menyala. Bibirnya melengkung ke atas. Ia menatap langit-langit kamar nya. Pandangannya kesana memang, tapi pikirannya tidak. Hati nya pun tidak.
"Nes, turun! Makanan keburu dingin!" Teriak Zira dari lantai satu.
Vanessa turun, bersikap sewajar mungkin. Sesampai di meja makan, ia duduk di samping Kevin, kakak tertua nya. Makan malam kali itu tak ubahnya makan malam biasanya.
Vanessa terpekik kaget saat menyadari se cangkir capuccino berada di depannya. Pikiran Vanessa langsung melayang jauh ke Pondok Indah Mall. Ke salah satu kejadian paling indah yang dialaminya tadi siang.
"Iya itu capuccino buatan Mbak Jum," kata Mama Vanessa saat melihat anaknya kaget.
"Kok nggak biasa? Biasanya kan Hot Chocholate Oat?"
"Itu kan beli di kedai coklat depan. Ini asli buatan Mbak Jum, loh."
Vanessa menaikkan alisnya. Ia meminum capuccino yang terhidang di depannya.
"Enak juga," gumamnya dalam hati.
Mungkin hari itu bukan hari Minggu, tapi hari Capuccino. Capuccino yang menemaninya di restoran saat menunggu Ranz. Capuccino yang menjadi saksi bisu pemberian miniatur lego dari Ranz. Dan Capuccino yang menghantarkan makan malam kali itu.
---
Jeng jeng...
Tinggal satu chap lagi nih,
Semangatt!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranz in My Dream
Fanfiction[ C O M P L E T E D ] Dance group asal filipina, Chicser, yang sedang mengadakan konser di Indonesia mengundang segerombol Chicserific datang ke Gelora Bung Karno untuk melihat konser tersebut. Dan disana lah perjalanan baru Vanessa bermula.