12 - Believe or Not

296 14 3
                                    

Jam beker berbunyi nyaring di meja kamar Vanessa. Tangan wanita itu meraba-raba lalu memencet tombol jam beker tersebut yang membuatnya diam.

Vanessa mengucek matanya, meregangkan tubuhnya, sambil mengumpulkan nyawa yang beterbangan keluar. Setelah dirasa siap dan punya tenaga untuk bangun, ia berjalan ke kamar mandi dan bersiap untuk sekolah.

"Nes!! Cepetan!" Teriak Zira dari luar.

Vanessa langsung menyabet roti tawar yang telah diolesi selai coklat oleh asisten rumah tangga nya, dan bergegas menyusul kakaknya, Zira, yang sudah menunggu di luar.

Mobil Alphard meluncur ke salah satu sekolah terbaik di Jakarta. Salah seorang penumpangnya turun, lalu mobil tersebut pergi menuju Universitas Indonesia.

"Nes!!" Panggil Rea.

Vanessa berjalan menghampiri asal suara yang memanggilnya tadi di lapangan basket. Rea duduk di salah satu bangku panjang berwarna coklat, melihat segerombol kaum Adam memperebutkan bola yang asyik memantul.

"Lo kemarin jahat banget sih? Gue ajakin ke PIM malah tidur. Gue kan jadi sendiri," protes Rea.

Dada Vanessa sesak mengingat pertemuan pribadinya dengan Ranz di juga di pusat perbelanjaan yang sama dengan yang di maksud sahabatnya.

"Lo.. lo ngajakin gue?" Balas Vanessa gugup.

"Lahh?? Abis ke hipnotis? Kok langsung amnesia?" Tanya Rea yang dibalas dengan diam.

"Kemarin gimana konser nya? Minggu depan ada konser Chicser lagi di Jogja. Lo ikut? Gue udah pesen tiket," lanjut Rea.

Vanessa mengernyit bingung, "Konser? Di Jogja lagi? Bukannya udah pada balik ke Filipina ya?"

Kini Rea yang berubah bingung,"Ya belum lah. Di Indo ada dua jadwal konser. Yang di GBK kemarin, sama satu lagi di Jogja," jelas Rea.

"Tunggu, tunggu ..." Vanessa merasa ada yang aneh.

"Tante lo yang di Surabaya apa kabar?" Ucap Vanessa memastikan.

"Tante Arin? Kok tiba-tiba tanya? Dia lagi sakit. Abis kecelakaan kemarin. Kok lo jadi linglung gitu sih?"

Masih teringat jelas di benak Vanessa bahwa Tante Rea yang tinggal di Surabaya meninggal dunia. Karena alasan itulah yang membuat Vanessa diantarkan pulang oleh lelaki bernama Ranz Kyle.

Sepanjang pelajaran, tak henti-henti nya ia memikirkan ucapan Rea. Untung saja bel pulang berbunyi saat guru fisika nya menyuruh Vanessa mengerjakan soal ke depan.

Ia berlari dan menemukan mobil kakaknya sudah menunggu di luar gerbang sekolah.

"Ayo cepet. Nggak pake lelet!" Kata Vanessa kepada kakaknya.

"Kesambet apaan? Arwah penunggu gudang sekolah?" Oceh Zira.

"Udah deh cepetan!"

***

Di perjalanan, traffic light membuat semua pupus. Harapan Vanessa untuk cepat sampai rumah pun pudar.

"Kemarin di Jogja gue ninggalin kaos deh kayaknya?" Pancing Vanessa kepada Zira. Hanya untuk memastikan bahwa yang terjadi akhir-akhir ini bukan mimpi.

"Kapan lo ke Jogja?"

Terasa petir menyambar ulu hati nya di siang bolong. Jawaban yang tak ingin ia dengar, terlontar begitu saja dari mulut kakaknya. Vanessa hanya diam membisu. Mengabaikan tatapan misteri yang diberikan Zira.

40 menit kemudian,

Vanessa segera berlari ke dalam rumah. Dilihatnya punggung asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya.

"Loh? Mbak Sus?"

Mbak Sus menoleh heran.

"Kok.. kok.. Mbak Sus? Mba.. Mbak Jum?"

"Mbak Jum siapa, Dek?" Tanya Mbak Sus masih dengan tatapan heran.

Sedetik kemudian Vanessa kembali berlari. Kamar adalah tujuan satu-satu nya saat ini. Begitu pintu kamar terbuka, ia berjalan dengan jantung berdetak kencang ke arah meja belajarnya.

Dan,

Betapa terkejutnya Vanessa saat melihat sebuah miniatur lego -yang seingat Vanessa- pemberian Ranz menghiasi meja belajarnya. Ia segera terduduk lemas. Tak mengerti apa yang terjadi.

Ia mengecek kalender di iPhone nya. Tanggal 03 April. And it's mean, semua palsu. Konser di Gelora Bung Karno diadakan tanggal 01 April. Tanggal 02, ia masih teringat kalau menginap di rumah Rea. Dan.. ini tanggal 03. Sekali.lagi, ini masih tanggal 03.

Vanessa bergidik ngeri.

Vanessa turun ke ruang keluarga yang hanya terdapat Zira disana. Ia berjalan gontai. Lemas, lesu, lunglai, letih. Semuanya seperti nyata. Ia sadar, selama ini, Ranz tak pernah hadir dalam hidupnya. Hanya bayangan semu semata.

"Lemes banget? Sakit?" Tanya Zira.

"Nggak. Cuma keinget mimpi. Lucid Dream yang nyata banget."

Ting..

Notifikasi Line Vanessa terdengar keras.

"Ke PIM yuk. Gue udah di jalan ke rumah lo. Nggak boleh nolak, soalnya kemarin nggak jadi," Chat Rea.

***

Beberapa saat berkeliling di Pondok Indah Mall, telepon berbunyi. Rea mengangkat telepon dari Ayah nya tersebut.

Saat telepon di matikan, Rea buru-buru berkata, "Tante gue meninggal. Lo pulang naik taksi aja, besok gue ganti. Maaf, gue harus ke Surabaya secepetnya."

Vanessa diam. Lututnya gemetar. Ini ... De Javu.

Ranz in My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang