00.0.00 (Tahun 2001)

65 17 0
                                    

"Gil, Judul Terpanjang dalam Cerita Hidupku."

°°°°

Aku tidak menyukai buku.

Bagaimana orang menghibur diri dengan kalimat-kalimat yang dituliskan sang pengarang di dalamnya. Bagaimana orang merasa takjub dengan hal-hal baru yang dibacanya.

Aku tidak pernah tertarik, sama sekali.

Namun, hari itu aku benar-benar tidak tahu harus melangkah ke mana. Di kantin sangat ramai, aku benci lautan manusia. Di kelas begitu kosong, aku benci kesepian. Di halaman sekolah terlalu panas, aku benci diriku sendiri. Hari itu semua hal berada di sisi yang salah.

Maka aku melangkahkan kaki ke perpustakaan. Sebuah tempat yang aneh. Ramai, tetapi tidak berisik. Sepi, tetapi tidak kosong. Di sana juga sejuk, tidak seperti lapangan sekolah. Dari sekian banyak hal, hari itu perpustakaan berada di sisi paling benar.

Beberapa menit berada di antara rak-rak buku tinggi menjulang. Aku bahkan tidak tahu untuk apa aku melihat-lihat setiap judul buku yang terlintas di depan mataku.

Kemudian entah pada uraian detik ke berapa, ekor mataku melirik sesosok siswa laki-laki di sudut perpustakaan. Dia duduk hanya sendiri di meja yang lumayan panjang. Aku mulai memperhatikan meja-meja lainnya, tidak ada siswa lain yang benar-benar duduk sendiri meski mereka tak saling berbicara.

Gil Doron Hoffman, siswa laki-laki yang jadi juara umum selama dua tahun. Aku cukup mengetahuinya, hanya dia yang memiliki nama seunik itu di sekolahku. Mungkin karena Gil seorang keturunan Jerman, kata orang-orang.

Darah Jerman memang tampak jelas dari fisiknya: greek nose, wajah tirus panjang, rambut blonde yang aku tidak tahu entah asli atau diwarnai, bola mata cokelat terang, flek di wajah, hingga tubuh tinggi jangkung dan kulit putihnya.

Saat itu, yang ada di atas mejanya hanya tumpukan buku. Beberapa kali aku berpapasan dengannya pun, di tangan pemuda itu hanya ada buku. Aku cukup sering tanpa sengaja melihatnya memegang buku. Bukan ponsel, bola atau benda-benda yang disukai siswa lain.

Waktu itu secara naluriah otakku membuat kesimpulan pertama;

Gil menjadi pintar karena dia seorang kutu buku.

Tanpa terasa kakiku menjadi pegal karena berdiri terlalu lama. Aku mengambil buku secara acak kemudian duduk di samping Gil. Bukan bermaksud mencari perhatian atau mengganggunya. Meja lain sudah penuh, sedangkan meja yang ditempati Gil paling dekat dari posisiku.

Beberapa menit kemudian, dari ekor mataku tampak dia sedang melirik judul buku yang aku pegang. Untuk pertama kalinya aku merasa sangat malu hingga ingin hilang ditelan bumi, atau lebih baik jika Gil saja yang menghilang dari hadapanku.

Seseorang yang berada di ranking terbawah sepertiku ternyata mengambil buku Ensiklopedia Sains. Padahal sebelumnya aku menarik buku tersebut hanya karena tertarik pada sampulnya yang penuh warna.

Kemudian aku pun membalas dengan melirik judul bukunya. Aneh. Meski aku bodoh dan tidak belajar, aku tahu bahwa buku yang dibacanya bukan buku pengetahuan. Begitu juga dengan tumpukan buku-buku yang ada di sampingnya.

Kesimpulan pertama di otakku tentang Gil terpatahkan tanpa satu pun kalimat sanggahan.

"Orang sepertimu menyukai buku?"

Dia tidak melihatku, tetapi ucapan yang dingin itu jelas ditujukan padaku. Ternyata bukan hanya aku yang mengetahuinya, dia juga mengetahuiku. Entah dari mana, aku tidak ingin tahu.

GILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang